Tiba dirumah Bella duduk diteras, melepaskan sepatunya lalu menyimpannya di rak sepatu.
"Kakak baru pulang," seru Dion berdiri di pintu.
"Iya,'' balas Bella.
Dion duduk di samping Bella. "Kakak semalam tidur dimana, ko gak pulang?"
Wajah Bella seketika menegang, ia menelan ludahnya kasar. "Kakak menginap dirumah teman."
"Siapa kak? Ibu khawatir tahu kakak tidak pulang."
"Kakak menginap dirumah Nadira," Bella beralasan.
"Oh. Bagaimana kak acara reuni nya?"
"Biasa saja. Oh ya dek, ibu belum pulang?"
"Belum kak, sepertinya pulang malam lagi soalnya majikan ibu lagi ada acara keluarga katanya."
Bella mengangguk mengerti. "Ya sudah kakak masuk dulu mau mandi,'' Bella beranjak dari duduknya masuk kedalam.
"Iya kak."
Setelah mandi Bella memasak untuk adik dan ibunya. Pukul delapan malam Ana baru tiba dirumahnya.
"Ibu baru pulang?" tanya Bella setelah membukakan pintu untuk Ana.
"Iya bell. Lagi ada acara di rumah majikan ibu." Ana duduk di kursi ruang tamu.
Bella menuju dapur membuatkan teh hangat untuk ibunya.
"Bu minum dulu." Bella meletakkan secangkir teh hangat untuk ibunya.
"Terimakasih ya bell,'' Bu Ana meraih cangkir teh hangat yang dibuat oleh Bella lalu menyesapnya.
"Dion mana bell."
"Lagi belajar Bu."
Ana mengangguk. "Bell, semalam kamu menginap dimana?"
Glegk, ludah Bella terasa tercekat di tenggorokan. Inilah yang Bella takutkan ibunya bertanya dimana ia tidur!
"Hmm anu Bu, aku menginap di rumah dira.''
"Oh gitu. Ya sudah ibu mau istirahat dulu Bell.'' Ana beranjak dari duduknya lalu menuju kamar.
Bella menghela nafasnya lega, sungguh ia tak ada niatan untuk membohongi ibunya. Tapi karena kecerobohannya terpaksa ia harus membohongi ibunya.
Di kamar Bella merebahkan tubuhnya. Ia tak ingat sama sekali kejadian malam kemarin. Bella berusaha mengingat tapi nihil ia tak bisa ingat apapun. "Apa yang terjadi," lirih Bella memegang kepalanya.
"Kini masa depanku hancur. Dasar laki-laki brengsek.'' Air mata Bella kembali mengalir. Andai ia tak datang ke reuni itu pasti kejadian ini takkan terjadi. Bella sangat menyesal, sekarang yang ia takutkan akibat dari perbuatannya ialah Bella takut hamil.
"Ya Tuhan maafkan aku. Maafkan Bella Bu,'' isak Bella menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
***
Brian menyesap wiski-nya, sorot matanya bagai elang menatap tajam kelap kelip lampu malam ibukota. Dengan tubuh yang setengah telanjang menampakkan otot-otot perutnya yang keras. Usai bercinta dengan wanita panggilan pikiran Brian tertuju pada gadis yang kemarin malam telah berbagi kehangatan dengannya.
Ya gadis yang mengaku dijebak. Brian menginginkan dia kembali. Mengingat tubuh mulus dan suara sexy yang setiap kali Brian menghujami nya seakan terngiang-ngiang di telinga. Hanya mengingatnya saja tubuh Brian bereaksi menginginkan untuk dituntaskan.
Ia melirik wanita yang tengah tertidur diranjang usai pergumulan panas mereka. Brian kemudian mendekati wanita tersebut, meminta untuk menuntaskan hasratnya kembali. Hanya karena mengingat tubuh gadis itu tubuh Brian kembali panas.
"Tuan," lirih wanita tersebut saat Brian mengecup lehernya.
"Lakukan tugasmu. Puaskan aku," perintah Brian tegas.
Kemudian wanita itu melakukan tugasnya, menservis Brian dengan sebaik mungkin. Namun setengah jam berlalu, Brian menghentikan aktivitasnya. Ia merasa hambar menghujami wanita panggilannya.
"Pergilah," sentak Brian melepaskan penyatuannya.
"Tapi tuan__" wanita tersebut agak kecewa dengan sikap seenaknya Brian. Saat akan mencapai puncaknya, Brian dengan seenaknya melepaskannya begitu saja.
"Kau dibayar untuk melayani ku bukan untuk membantahku," bentak Brian emosi.
"B-baik tuan." Wanita tersebut bangkit dari kasur secepat kilat memakai pakaiannya lalu keluar dari kamar hotel yang ditinggali Brian.
"Sialan. Aku kira akan sama ternyata sangat jauh berbeda, '' kesal Brian.
Brian meraih ponselnya menghubungi asistennya, Arya. "Apa kau sudah menemukan gadis itu."
"Maaf tuan, belum," jawab Arya diseberang sana.
"Bodoh. Cepat cari. Apa kau mau aku memotong gaji mu hah" teriak Brian penuh emosi.
"B-baik tuan segera saya akan melaporkan untuk anda."
"Dasar lelet," gerutu Brian mematikan ponselnya.
Brian menyugarkan rambutnya, ia sangat menginginkan tubuh gadis itu lagi. Ya, bagaimana pun ia harus mendapatkannya.
"Kau takkan bisa lari dari ku. Aku akan mendapatkan tubuhmu kembali,'' Brian menyeringai lebar.
Perusahaan Regan company
Arya masuk kedalam ruangan Brian membawa map yang berisikan info tentang gadis yang di minta Brian.
Brian menyunggingkan senyumnya melihat isi map tersebut. "Bagus."
"Aku ingin menemuinya," perintah Brian menatap Arya.
"Baik tuan," Arya mengangguk.
Setelah Arya keluar. Brian berdiri gagah didepan kaca dinding yang menampakkan pemandangan ibukota yang padat. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Tatapan matanya yang penuh intimidasi begitu tajam.
"Sebentar lagi kita bertemu gadisku," Brian menyeringai.
***
"Bell, tolong antarkan pesanan ini ke ruang VIP ya," pinta Nani.
"Oke siap," Bella meraih nampan yang berada ditangan Nani lalu berjalan menuju ruang VIP.
Tiba depan pintu VIP Bella mengetuk pintu meminta ijin untuk masuk. Mendapat sahutan iya dari dalam Bella pun masuk kedalam.
"Silahkan tuan." Bella meletakkan piring kue dan secangkir kopi.
"Hai" sapa Brian menatap datar Bella.
Bella menatap pria tersebut. "Kau," sentak Bella terkejut.
"Ternyata kau bekerja disini."
"Mau apa kau," berang Bella tajam.
"Aku hanya mampir ke cafe ini," jawab Brian tenang, tangannya bersedekap menatap Bella.
"Silahkan dinikmati " ucap Bella lalu berbalik keluar, namun Brian menahannya.
"Mau kemana kau," Brian mencekal tangan Bella.
"Aku harus bekerja, lepaskan aku," balas Bella tajam.
"Kau baru bertemu dengan ku, diamlah disini dan temani aku," perintah Brian penuh penekanan.
"Siapa kau menyuruhku. Kau bukan bos ku," ucap Bella sinis.
"Aku telah menyuruh bos mu untuk menemani ku disini."
"Aku tak percaya," sembur Bella.
Brian tersenyum miring. "Baiklah, kau boleh bertanya dulu pada bosmu." Brian melepaskan cekalannya.
Bella menatap tajam Brian lalu keluar dari ruangan tersebut.
"Sialan mau apa lagi dia," gerutu Bella berjalan menuju ruangan bosnya.
Tok tok tok
"Masuk," sahut Roger bos Bella tempat ia bekerja.
"Selamat siang pak.''
"Oh hai Bella. Masuklah, ada apa bell? Bukankah kamu harus menemani tamuku."
"Jadi pak Roger mengijinkan aku menemani pria itu.''
"Memangnya kenapa bell? Bukankah kalian sudah saling mengenal?" Alis Roger bertautan.
"Maaf pak, saya tidak mengenal dia."
"Tapi dia ingin bertemu denganmu bell, dia kawan ku."
"Apa."
'Jadi dia kawannya pak Roger. Pantas saja seenaknya seperti itu,' batin Bella geram.
"Bell," panggil Roger melihat Bella terdiam.
"Eh iya pak," Bella tersadar dari lamunannya.
"Sebaiknya kamu temui saja dia. Katanya dia ingin membahas sesuatu denganmu,'' perintah Roger.
"Tapi pak__"
Roger menatap Bella dengan tajam.
"Baiklah. Saya permisi."
Bella keluar dari ruangan Roger. Geram rasanya, bosnya bersekongkol dengan pria brengsek itu. Bella menghentakkan kakinya kesal, mau tak mau ia harus menemui pria itu.
Tiba didalam ruangan VIP, Brian tersenyum mengejek Bella. "Sudah ku bilang kan."
"Brengsek mau apa kau," bentak Bella kesal. Kedua tangannya mengepal kuat.
"Kau galak sekali, duduklah. Tak sopan bicara dengan orang lain sambil berdiri."
Bella melotot tajam Brian, ia pun duduk dihadapan pria arogan itu. "Mau apa kau menemuiku?"
"Aku suka dengan sikapmu. Kau tidak seperti wanita lain yang selalu mengejar-ngejar diriku. Harusnya kau senang aku menemuimu, jarang sekali pria seperti ku ini mendatangi wanita," kata Brian penuh percaya diri.
"Cih, kau percaya diri sekali tuan. Aku bukan wanita seperti itu."
Brian tersenyum miring, ia menyukai sikap gadis dihadapannya. "Kau sangat menarik."
"Hentikan omong kosong mu tuan. Katakan apa mau mu?'' geram Bella menatap tajam pria dihadapannya.
Brian memajukan badannya menatap lekat wajah Bella. "Kemarin malam adalah malam yang indah bagi kita, apa kau tidak mau mengulanginya lagi?'' Brian menyeringai mesum.
Bella melotot kesal, tangannya melayang di udara menampar pria dihadapannya itu. "Kurang ajar," Bella menampar rahang kokoh Brian yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Brian mengusap pipinya yang ditampar oleh Bella. "Aku suka wanita yang galak. Apa lagi galak diranjang." Ucap Brian kembali menyeringai mesum.
Mata Bella melotot ia ingin menampar Brian lagi, namun tangannya ditahan Brian. "Kau senang sekali menyentuh ku, Arrabella."
"Kau tahu namaku,"
"Tentu saja aku tahu, karena kau gadisku," tangan Bella dikecup oleh Brian dengan penuh gairah.
"Lepaskan brengsek," Bella menarik tangannya, namun Brian menahannya. Brian bangun dari tempat duduknya lalu duduk disamping Bella. Tubuh mereka berdempetan.
"Aku menginginkan mu," suara serak Brian yang diselimuti oleh kabut gairah menggema di telinga Bella.