Bella memasuki pekarangan rumahnya yang nampak sepi karena para penghuni sudah berangkat dengan urusannya masing-masing.
Bella tinggal bersama ibu dan adik laki-lakinya.Ana ialah ibunya Bella seorang janda, suaminya meninggal karena penyakit lambung yang dideritanya. Setelah kepergian suaminya, Ana bekerja sebagai asisten rumah tangga, di depan komplek perumahan mewah.
Setiap hari Bu Ana berangkat pagi pulang sore kadang malam jika majikannya masih membutuhkannya. Dion adik laki-laki Bella, ia masih sekolah SMP kelas 3. Keseharian Dion pun ia berkerja sambilan di bengkel milik temannya. Ia tak ingin membebani ibu dan kakaknya untuk keperluan sekolahnya. Dion menjadi sosok mandiri setelah kepergian ayahnya. Ia sadar diri bahwa ia bukan anak orang yang punya, jadi ia pun berkerja untuk memenuhi kebutuhannya dan biaya sekolahnya.
Sedang Arrabella setelah lulus SMA ia tak melanjutkan kuliah karena kepentok biaya. Ia memilih berkerja di sebuah cafe.
Bella masuk kedalam rumah, ia langsung membersihkan diri. Rasa jijik yang melekat ditubuhnya ingin segera dia bersihkan, dengan cepat Bella menggosok tubuhnya yang telah disentuh oleh pria asing. Pria yang merenggut keperawanannya. Usai mandi Bella kembali ke kamarnya, ia duduk di ranjang sempit miliknya, mata Bella menatap cermin hias yang menghadap kearahnya.
"Aku kotor," lirih Bella memejamkan matanya.
Tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Penyesalan memang datang terlambat. Seandainya ia tak pergi ke pesta reuni itu, pasti semuanya takkan terjadi. Bella terlalu bersemangat untuk bertemu dengan teman-teman sekolahnya dulu. Ia ingin membuktikan bahwa ia juga bisa cantik.
Bella sudah lelah di-bully terus karena wajah dan kulitnya. Selama ini Bella mati-matian merawat diri agar bisa terlihat cantik. Segala perawatan wajah dan kulit ia pakai. Memang benar usaha tak akan mengkhianati hasil. Setelah beberapa tahun Bella menjadi cantik. Kulit dan wajahnya lebih cerah, karena ia rajin merawat diri dan perawatan.
Tapi awal dari perubahannya menuju petaka. Kenapa bisa ia terjebak dengan pria di dalam kamar hotel? Bella masih bingung dan tak bisa berpikir sebab ia pun tak mengingatnya.
Dering ponsel membuyarkan lamunan Bella. Diliriknya layar ponselnya nama Nani tertera dilayar ponselnya.
"Hallo nan?"
"Bell, kamu dimana? Mau kerja gak?" tanya Nani disebrang sana.
"Uhm, iya aku akan berangkat, mungkin agak telat," jawab Bella.
"Baiklah aku tunggu Bell. Soalnya cafe lagi rame."
"Iya nan, bentar aku berangkat"
"Oke."
Panggilan pun diakhiri.
Bella menghela nafasnya. Ia berjalan menuju lemari mengganti pakaiannya dengan seragam cafe. Buru-buru ia keluar dari rumahnya, berjalan menuju jalan raya mencari kendaraan umum.
"Akhirnya kamu datang juga Bell,'' Nani bernafas lega akhirnya Bella telah tiba.
Bella tersenyum tipis, lalu ia menghampiri Nani sahabatnya. "Maaf aku telat."
"Iya gak apa-apa."
Cafe dengan desain taman itu mulai ramai pengunjung. Bella sibuk melayani para pengunjung cafe. Itulah kesibukan Bella selama ini.
Bella menghampiri meja yang diduduki oleh beberapa orang gadis. "Selamat siang, mau pesan apa?" tanya Bella ramah.
Gadis yang duduk membelakangi tubuh Bella menatap kearah Bella yang berdiri di samping tempat duduknya. "Oh hai, Bella," sapa gadis tersebut.
"Jeanne !"
"Hallo Bella, kau berkerja disini rupanya," Jeanne tersenyum seolah ia mengejek Bella.
"Jeanne aku ingin bicara denganmu," pinta Bella tanpa basa-basi.
"Kau ingin berbicara apa Bella?"
"Bisakah kita bicara berdua."
"Kenapa harus berdua?"
"Ayolah Jeanne, sebentar saja," mohon Bella.
"Baiklah, kita mau bicara dimana?"
"Ayo ikut aku," Bella melangkah terlebih dahulu meminta Jeanne mengikutinya.
"Girls aku tinggal sebentar ya," Jeanne beranjak dari tempat duduknya.
"Oke."
Kini Bella dan Jeanne berada di lorong koridor yang nampak sepi, Bella menatap datar Jeanne teman sekolahnya dulu pas SMA. "Jeanne, aku mau bertanya padamu. Apa kau tahu aku semalam kenapa?"
Jeanne mendadak tegang. "Maksudmu?"
"Katakan saja Jeanne, aku tahu kau tahu sesuatu pas reuni semalam," tekan Bella.
"A-aku tak tahu apapun Bell" Jeanne terlihat gugup.
"Kalian memberiku orange jus, lalu setelah itu kepalaku pusing. Samar-samar aku merasa kau dan teman-temanmu membawaku ke suatu tempat. Tapi aku tak ingat, sebenarnya apa yang kalian rencana padaku," cecar Bella menatap tajam Jeanne.
"Ck, kau percaya diri sekali Bella. Lagian kau itu hanya bebek jelek yang berubah jadi anggsa putih, aku yakin kau operasi plastik untuk mengubah dirimu," Jeanne bersedekap sinis memandang Bella dari atas sampai bawah.
"Aku tak peduli kalian berpikir tentang ku seperti apa, yang jelas aku tak pernah operasi plastik. Dan aku pastikan aku akan mencari tahu tentang kejadian semalam. Jika kalian sampai terlibat ku pastikan aku akan membalas kalian," kecam Bella penuh penekanan lalu pergi meninggalkan Jeanne.
"Cih wanita miskin seperti mu akan membalas dendam seperti apa?!" decih Jeanne menatap punggung Bella yang sudah menjauh.
Bella mengambil botol air minum didalam lemari pendingin,lalu meneguknya hampir habis.
"Bell, kau kenapa?" Nani menghampiri Bella yang terlihat kesal.
Bella menyeka bibirnya. "Aku tak apa-apa."
"Serius Bell, aku lihat dari tadi kamu seperti ada masalah," selidik Nina.
Bella menatap Nani ingin rasanya ia menceritakan kejadian semalam yang menimpa dirinya pada sahabatnya itu. Tapi ia takut Nani akan jijik padanya. "Aku tak apa."
"Bell, kalau kamu ada masalah bicara pada ku, siapa tahu aku bisa bantu kamu," tawar Nani mencemaskan sahabatnya.
"Iya Nan, terimakasih," balas Bella tersenyum.
Pukul empat sore Bella bersiap untuk pulang, mengganti sift nya dengan pegawai lain. Cafe tempat Bella bekerja mempunyai dua sift. Sift pagi dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, sedang kan sift malam dari jam tiga sore sampai jam sebelas malam.
Kebetulan hari ini Bella kebagian sift pagi. Ia melangkahkan kakinya menuju jalan raya. Seperti biasa menunggu angkutan umum untuk kembali pulang.
Sebuah mobil Rolls-Royce berhenti dipinggir jalan. Pemilik mobil tersebut diam didalam mobil mewahnya sesekali matanya melihat keluar jendela mobil.
Sesaat matanya menangkap sesosok gadis yang pernah berbagi kehangatan dengannya. "Bukankah dia gadis yang semalam tidur bersamaku.'' Pemilik mobil mewah itu yang tak lain Brian Regan, memicingkan matanya menatap Bella yang tengah berdiri menunggu angkutan umum.
"Dia kenapa berdiri disitu," guman Brian terus menatap Bella. Tubuh Brian langsung bereaksi menatap tubuh Bella. Sisa percintaan panas semalam masih membekas di ingatan Brian. Tubuh Bella sangat menggairahkan, apalagi dengan suara desahannya membuat Brian terbakar gairah.
"Oh shit!! Gadis itu membuatku panas lagi," Brian melonggarkan dasi yang mencekik lehernya.
Ingin ia meraih tubuh Bella lalu membawanya kedalam mobil. Mungkin bercinta didalam mobil patut dicoba, pikiran kotor Brian bermunculan.
Saat Brian membuka pintu mobilnya, Bella telah masuk kedalam angkutan umum. "Ah sialan." Brian mengebrak pintu mobilnya dengan kasar.
Arya yang baru tiba setelah membeli kopi untuk tuannya jadi sasaran amukan Brian. "Kau lama sekali," hardik Brian.
"Maaf tuan, cafe nya mengantri."
"Dasar tak guna," omel Brian kesal
Arya hanya bisa diam menunduk lalu menjalankan mobilnya bosnya yang arogan itu.
"Arya, kamu selidiki wanita yang semalam tidur bersamaku di hotel."
"Baik tuan," jawab Arya, ia tak bisa membantah ataupun menolak permintaan tuannya, jika ia menolak perintah, Brian akan memotong gajinya tujuh puluh persen. Dan Arya tak ingin gajinya dipotong. Ia butuh uang untuk membiayai sekolah adik-adiknya.
Bekerja dengan Brian Regan harus ekstra sabar. Kesalahan sedikit saja Brian tak akan terampuni. Itulah kenapa Arya selalu melaksanakan perintahnya dengan baik.