"Mas Renonya mana kak?" Tanya Aretha saat mengantarkan baju untuk Risna.
"Oh, mas Reno kebetulan ada urusan mendadak, Tha." Ya tuhan, maafkan aku yang terpaksa berbohong.
"Urusan apa? Dia kan baru menikah. Seharusnya dia bisa mengesampingkan urusan lain. Seharusnya dia mengajakmu honeymoon, bukannya malah meninggalkanmu sendirian di hotel," omel Anggita. "Maafin anak mommy ya sayang."
"Nggak apa-apa mom. Ini kan hari Senin, mas Reno pasti banyak pekerjaan di kantor," bela Risna sambil memaksakan dirinya tersenyum.
"Kamu sudah makan sayang?" Tanya Anggita.
"Sudah mom," jawab Risna. "Tadi mas Reno sudah memesankan makanan."
"Mas Reno nggak menemani kak Risna sarapan?" Tanya Aretha sambil menatap hidangan yang jelas-jelas disiapkan untuk satu orang.
"Tadi makan sedikit sebelum pergi," jawab Risna. "Tante..."
"Kok tante lagi? Panggilnya mommy dong. Kamu kan sekarang sudah menjadi menantu mommy. Sah secara agama maupun negara. Jadi kamu itu sudah menjadi anak mommy, sama seperti Reno, Retha dan Juna. Jangan sungkan ya sama mommy."
"Baik tante.. eh mommy. Maaf, masih belum terbiasa." Risna tertawa malu. "Oh iya, tadi kata mas Reno kalau mommy pulang ke rumah Risna disuruh ikut."
"APA?! KAMU DISURUH PULANG KE RUMAH? MEMANGNYA KALIAN NGGAK MAU HONEYMOON DISINI?" tanya Anggita dengan suara tinggi. "Maaf, mommy nggak bermaksud membuatmu takut tapi mommy kaget karena biasanya pengantin baru maunya jauh-jauh dari keluarga."
Risna tertawa kecil mendengar ucapan Anggita. "Mungkin honeymoonnya ditunda sampai mas Reno waktunya lebih luang mom."
"Anak itu selalu begitu. Mommy bingung kenapa sifat dia malah lebih mirip opa Steven daripada daddynya. Kalau daddy Bimo orangnya romantis dan selalu mendahulukan keluarga daripada pekerjaan."
"Iya kak, daddy malah sampai menolak diberi jabatan tinggi di perusahaan kakek. Alasan daddy biar punya lebih banyak waktu untuk keluarga," imbuh Aretha. "Nanti kak Risna tidur di kamar aku aja mom. Retha senang punya saudara perempuan."
"Kok di kamar kamu? Risna tidurnya ya sama kakak kamulah. Dia kan istri kakakmu. Nanti biar kalian lebih bebas, kalian tinggal saja di paviliun yang dekat kolam renang. Pengantin baru kan butuh tempat yang jauh dari siapa-siapa." Anggita tersenyum menggoda sambil merangkul bahu Risna yang wajahnya memerah karena malu.
⭐⭐⭐⭐
Reno sedang asyik menikmati sarapan bersama Sandra saat ponselnya berbunyi. BIAN. Ada apalagi dia menelpon?
"Yes." Jawab Reno malas
"Jangan asal yes-yes aja. Elo dimana? Tadi tante Anggita telpon gue, nanyain keberadaan elo." Terdengar suara Bian yang emosi.
"Gue lagi sarapan." Jawab Reno santai.
"Elo gila ya! Gue yakin elo bukan brunch meeting sama klien. Jangan-jangan elo lagi sama Sandra? Oh my god! Elo benar-benar sinting ya!"
"Biasa aja Bi. Istri gue juga sudah tahu kok kalau gue sarapan sama Sandra. Dia aja nggak marah, kok elo malah kayak orang kebakaran jenggot."
"DAMN! Gue nggak nyangka elo setega itu sama dia. Kalau elo nggak mau, harusnya elo ambil langkah seperti Risma, bukannya menuruti keinginan orang tua tapi elo sakitin si Risna yang nggak ngerti apa-apa."
"Sudahlah! Ini urusan gue dan Risna. Elo nggak usah ikut campur." Reno langsung menutup pembicaraan.
"Siapa sayang? Perempuan itu?" Tanya Sandra.
"Bukan, Bian."
"Bian? Ada apa dia mencarimu?"
"Nggak ada apa-apa. Biarkan saja."
"Sayang, habis makan kita ke apartemenku sebentar ya. Ada dokumen yang tertinggal disana," ucap Sandra sambil mengelus lembut tangan Reno yang langsung menggenggam tangan kekasihnya lalu mengecup punggung tangannya.
"Hanya mengambil dokumen kan?"
"Iya sayang. Aku siang ini ada meeting dengan Mr. Leroy membahas perpanjangan kontrak gedungnya. Nanti kamu antar aku ke kantor ya?"
"Okay sayang. As you wish."
⭐⭐⭐⭐
Jam menunjukkan pukul 5 sore saat Risna selesai membereskan barang-barang di dalam paviliun yang akan ia tempati bersama Reno. Ia memandang sekeliling. Paviliun yang cukup luas dengan dua kamar tidur. Komplit dengan perabotnya. Tidak terlalu banyak yang perlu diatur karena paviliun itu sendiri sudan cukup rapi dengan penataan modern, seperti selera Anggita.
"Bagaimana Ris? Kamu suka dengan penataannya?" Tanya Anggita.
"Suka mom. Selera mommy keren banget."
"Kak Risna nggak tahu ya kalau mommy itu punya perusahaan desain interior?" Celetuk Aretha yang ikut membantu. "Penataan rumah kita kan hasil karya mommy. Setelah makan malam bareng aku akan ajak kakak keliling rumah."
"Oh ya? Mommy lulusan desain interior?"
"Iya, Sama seperti kamu ya?" Risna mengangguk.
"Bagaimana mommy bisa mengenal mama?" tanya Risna hati-hati.
"Kebetulan mommy dan mamamu sama-sama aktif di kegiatan kemahasiswaan di kampus. Kami sering jadi panitia acara. Lama-lama kami menjadi sahabat dekat. Dulu mommy dan Alena sering diminta menjadi MC kalau ada acara kampus. Karena sering mengantar jemput mommy, Ben sering bertemu Alena. Dan rupanya papamu itu jatuh cinta pada pandangan pertama dengan mamamu."
"Waah romantis banget," seru Aretha. "Mom, kapan-kapan ceritain lagi ya. Lumayan bisa Retha jadiin inspirasi novel."
"Kamu mau bantu mommy di kantor?" tanya Anggita pada Risna.
"Maksud mommy bekerja di kantor mommy?" Anggita mengangguk.
"Tenang saja, walau kamu menantu di rumah ini, mommy akan tetap menggaji kamu sesuai kemampuanmu. Bagaimana?" Tawar Anggita.
"Risna tanya dulu ke mas Reno. Kalau mas Reno mengijinkan, Risna akan terima tawaran mommy."
"Tentu saja kamu harus tanya dulu ke suamimu. Tenang saja, pekerjaan ini nggak mengharuskanmu ke kantor setiap hari. Mommy yakin Reno pasti akan mengijinkan."
"Assalaamu'alaykum," terdengar suara maskulin menyapa mereka. Serempak mereka menjawab dan menoleh ke arah Reno yang baru masuk.
Risna buru-buru menghampiri Reno dan meraih tangannya untuk dicium, namun Reno menarik tangannya kasar. Risna terdiam dan sedikit menjauh dari Reno.
"Reno!" Rupanya Anggita melihat apa yang Reno lakukan.
"Apaan sih ma? Reno belum terbiasa aja. Lagian jaman modern kayak gini nggak usah gitu-gitu amatlah. Santai aja."
"Maaf mas, granny mengajarkan Risna untuk selalu mencium tangan suami saat suami mau pergi atau pulang bekerja. Maaf kalau mas Reno nggak suka sikap seperti itu."
"Kamu nggak salah, Ris. Reno aja yang mungkin belum terbiasa. Apalagi kalian kan belum terlalu saling mengenal."
"Maaf." Hanya itu yang Reno ucapkan lalu ia membanting diri di sofa.
"Mas Reno mau minum apa?" Tanya Risna hati-hati sambil membuka sepatu Reno.
"Apa saja yang penting bukan racun." Jawab Reno acuh. Risna buru-buru menyiapkan minuman segar untuk semuanya. Kebetulan tadi ia melihat ada beberapa butir jeruk di dalam kulkas.
"MAS RENO!" Kali ini Aretha yang protes. "Mulutnya kok jahat banget sih sama istri. Kak Risna kan nanya baik-baik."
"Biasa aja dong Tha. Gaya mas ngomong kan memang kayak gini." ucap Reno membela diri.
Tak lama Risna membawa jus jeruk untuk semuanya. Bahkan bi Tini yang membantu beberes ikut kebagian.
"Wah, segar banget," puji Aretha. Yang lain mengangguk-angguk menyetujui, kecuali Reno. Setelah menenggak habis minumannya, Reno melangkah menuju kamar.
"Ris, sana ikuti suamimu. Mungkin dia butuh bantuanmu. Mommy dan yang lain pulang dulu. Malam ini kita makan malam bareng ya. Ren, malam ini kamu jangan kemana-mana ya!" seru Anggita pada anaknya yang sudah masuk ke kamar.
Risna bergegas mengikuti suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke kamar. Lagi-lagi di dalam kamar ia disuguhi pemandangan yang membuatnya meneguk ludah. Bagaimana tidak, di dalam kamar Reno sudah membuka pakaiannya dan menyisakan celana boxer.
"Nggak usah bengong begitu! Siapkan bajuku." Perintah Reno sambil berjalan menuju kamar mandi. "Oh iya, aku mau seluruh pakaianku kamu yang urus. Jangan bi Tini."
"Baik mas," sahut Risna. Mampus gue dijadiin babu, keluh Risna dalam hati. Untung gue sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah.
Selesai mandi, Reno menemukan pakaiannya sudah disiapkan oleh Risna. Bahkan sarung dan sajadah juga sudah disediakan. Namun ia tak menemukan keberadaan gadis itu. Kemana dia? Tak lama pintu kamar terbuka dan Risna masuk membawa sepiring salad buah.
"Dicicipin mas. Tadi aku lihat di dalam kulkas ada bahan-bahannya. Aku berencana membawa salad buah untuk makan malam nanti."
"Kamu menjadikanku kelinci percobaan? Kalau ternyata tidak enak dan membuatku sakit perut bagaimana?" Tanya Reno sinis.
"Eh, kalau nggak enak jangan dihabiskan mas," jawab Risna pelan sambil berdiri di samping sofa. "Seharusnya sih enak ya. Karena aku biasa buat saat aku masih di Australia. Bahkan teman-temanku suka pesan."
Sebelum mencobanya Reno memandang Risna dari atas sampai bawah. Alisnya terangkat saat dilihatnya celana yang dipakai Risna terlalu pendek. Sepertinya itu celana milik Aretha. Tinggi tubuh keduanya berbeda. Pastinya baju Aretha akan kekecilan di tubuh Risna. Lagi-lagi Reno merasa sesuatu bergejolak di dalam dadanya saat melihat kaki yang tinggi langsing tersebut. Celana yang dipakainya tak mampu menutupi pahanya yang putih mulus. Damn, kenapa junior gue tergugah hanya melihat tubuh mulusnya. Berbeda dengan saat ia melihat Sandra dalam keadaan yang sama.
"Sudah dicoba mas? Kok mas Reno diam saja. Kalau mas Reno takut diracunin, nih Risna coba duluan. Hmm... tuh Risna nggak apa-apa kan?" Ucap Risna sambil mengunyah salad buah.
"Hmm.. lumayan."
"Lumayan? Terima kasih untuk pujiannya mas." Risna berdiri dan keluar kamar meninggalkan Reno sendirian yang berusaha menjinakkan juniornya yang tadi memberontak.
"Mas, nanti shalat maghrib bareng ya," ajak Risna sebelum keluar kamar. Reno tak menjawab. Wajahnya terlihat tak nyaman dan Risna melihat hal itu. Ia buru-buru menghampiri Reno dengan khawatir. "Mas Reno kenapa? Perutnya sakit? Apa gara-gara salad buah?"
Sial, kenapa junior gue semakin memberontak, omel Reno saat mencium wangi parfum yang dipakai Risna.
"Ng-nggak apa-apa. A-aku mau ke kamar mandi sebentar. Kebelet buang air kecil."
Reno langsung kabur ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia berusaha menjinakkan juniornya yang keburu tegak menuntut pelepasan. Kacau kalau tubuh gue selalu bereaksi seperti ini.
⭐⭐⭐⭐