Chereads / TERPAKSA MENCINTAIMU / Chapter 31 - ANGGITA - BIMO 1

Chapter 31 - ANGGITA - BIMO 1

"Sayang, anak-anak nggak sarapan disini?" Tanya Bimo yang baru keluar dari kamar dengan penampilan rapi siap berangkat ke kantor.

Anggita menatap suaminya dengan penuh cinta. Pernikahan mereka sudah memasuki usia 35 tahun. Rasa cintanya pada Bimo tak pernah luntur. Bimo bukanlah keturunan keluarga kaya seperti dirinya. Anggita masih mengingat dengan jelas bagaimana dulu mereka bertemu saat Bimo mengajarnya di kelas menggantikan dosen yang berhalangan. Pertemuan pertama itu membekas di hati Anggita, hingga akhirnya ia duluan yang jatuh cinta pada sang dosen.

FLASHBACK ON

"Git, besok elo ke kampus nggak?" Tanya Cita saat berkunjung ke rumahnya. Cita adalah salah satu sahabatnya saat mereka SMA dan mereka kebetulan kuliah di jurusan yang sama. Cita juga yang mengajaknya aktif di kegiatan kemahasiswaan.

"Gue malas," jawab Anggita sambil terus membaca majalah kesukaannya. "Cit, liat deh band idola kita malam minggu besok manggung lho. Elo mau nonton nggak? Besok sudah dimulai tuh penjualan tiketnya. Mau ikutan antri nggak?"

"Band Prahara?"

"Iya. Lo tau kan kalo drummernya guanteng bangeeet." Anggita menatap wajah idolanya di majalah. "Lihat nih, ada posternya. Lo liat deh si Dade paling ganteng di poster ini. Ya ampuun, gue bisa pingsan deh kalau diajak nikah sama dia."

"Dasar halu! Ben mau lo kemanain? Bisa-bisa nggak diaku anak lo sama om Anggoro."

"Apa hubungannya gue sama Ben?"

"Lo ingat kan kalau kalian berdua sudah dijodohin sejak kecil?" Cita mengingatkan. Muka Anggita langsung berubah. Binar di matanya meredup.

"Gue sebel banget sama bapak gue. Kenapa sih dia harus bersahabat dengan om Steven. Kenapa juga mereka punya cita-cita ngejodohin gue dengan Ben," keluh Anggita. "Mereka tuh nggak peka banget tau. Gue dan Ben itu nggak mungkin berjodoh."

"Kenapa nggak? Ben kan ganteng, tajir, anak satu-satunya. Anak Taipan lho. Gue aja nggak bakal nolak kalau disuruh kawin sama dia."

"Ya sudah, elo aja yang kawin sama dia," jawab Anggita. "Gue sama Ben itu lebih cocok jadi adik kakak daripada suami istri. Lagian lo tau kan, selera gue bukan model Ben."

"Emangnya selera cowok lo kayak siapa?"

"Ya kayak si Dade. Agak-agak rebel gitu."

"Om Anggoro bisa sakit jantung kalau elo bawa cowok model gitu ke rumah."

"Bapak gue tuh nggak kolot-kolot amat kok mengenai tipe cowok yang bakal jadi pasangan gue. Ben tuh juga ceplas ceplos dan sedikit rebel, tapi sejauh ini bapak gue oke-oke aja. Trus gue sukanya yang agak-agak bule gitu. Gue nggak suka cowok sipit kayak Ben. Mengingatkan gue sama om Steven."

"Jadi elo besok kuliah atau nggak?" Tanya Cita lagi. "Besok pak Doddy ngadain quiz lho."

"Emangnya besok? Bukan minggu depan?" Tanya Anggita panik. "Gue belum belajar. Gimana dong?"

"Ya sudah malam ini elo belajarlah. Biar besok nilai lo bagus. Kalau sudah selesai quiz baru deh kita beli tiket konser."

"Nggak mungkin kita berangkat setelah quiz. Lo tahu kan, mulai malam ini aja sudah banyak yang ambil tempat antrian. Kalau kita datang siang, mana mungkin kita bisa dapat tiket. Mampus gue."

"Santai ajalah. Elo kan bisa bayar anak buah bapak lo untuk antri. Eh, atau lo suruh aja si Ben."

"Good idea! Tumben elo pintar."

⭐⭐⭐⭐

"Pak, Gita berangkat ke kampus ya."

"Nggak dijemput sama Ben?" Tanya Anggoro.

"Nggak pak. Ben lagi sibuk."

"Sibuk apa?" Tanya Tyas, sang ibu.

"Sibuk antri tiket konser," jawab Anggita sambil mengambil bekal yang sudah disiapkan oleh sang ibu.

"Kamu nyuruh calon suamimu untuk antri beli tiket konser?" tanya Tyas tak percaya. "Dari jam berapa dia antri?"

"Dari.... tengah malam tadi," jawab Anggita sambil cengar-cengir tak berdosa.

"Ya ampuun Gitaaaa... kamu gimana sih? Kalau koh Steven tau gimana?" Omel Tyas kesal sekaligus cemas. "Pak piye tho anakmu iki."

"Om Steven tau kok Gita minta tolong sama Ben. Bahkan om Steven nyuruh Ben untuk nemenin Gita nonton konser," ucap Anggita tanpa dosa.

"Git, kamu apa nggak bisa jatuh cinta sama Ben yang sudah sebaik itu sama kamu?" Tanya Anggoro.

"Bapak tanya aja sama si Ben, bisa nggak dia jatuh cinta sama Gita. Sudah ah, gara-gara bapak ibu ngajak ngobrol Gita telat nih berangkatnya. Pokoknya kalau sampai Gita ketinggalan quiz, bapak ibu yang salah." Anggita berlari keluar rumah setelah menyalami kedua orang tuanya.

"Pak, piye kuwi kalau koh Steven nanyain? Aku kok ya kasian sama anak-anak ini kalau disuruh nikah tapi nggak cinta." Ucap Tyas khawatir.

⭐⭐⭐⭐

Tepat jam 08.10 Anggita tiba di depan kelasnya. Mati aku, telat 10 menit. Ah, semoga pak Doddy belum masuk kelas. Anggita menarik nafas panjang dan memasang senyum terbaik sebelum masuk kelas. Saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba ...

"Kamu terlambat 15 menit," Terdengar bisikan di telinganya. Mampus, ada setan pagi-pagi gini. Ngapain sih pakai bisik-bisik segala, bikin merinding aja! keluh Anggita dalam hati.

"Bismillaahirrahmaanirrahiim. Allahu laa ilaaa ha illa huwal hayyul qayyum..." Sambil memejamkan mata Anggita menarik handle pintu, namun pintu tak terbuka.

"Ngapain baca ayat kursi?" Kok setannya tau aku baca ayat kursi? Kenapa nih setan nggak kabur? "Kamu pikir saya setan?"

Anggita membuka mata dan melihat sebuah tangan menahan pintu. Mampus, setannya bisa nahan pintu. Ibu, bapak, tolongin aku. Pelan-pelan Anggita berbalik dan dilihatnya wajah paling tampan sedunia yang mampu mengalahkan ketampanan Dade sang drummer band berdiri di hadapannya dengan membawa tas kerja. Oh my god, ternyata bukan setan tapi malaikat yang super ganteng yang kau kirim kepadaku. Anggita kembali memasang senyum terbaiknya.

"Kamu terlambat 15 menit." Ucap malaikat itu dengan nada dingin. "Nggak usah senyam senyum. Kamu saya hukum."

"Saya baru terlambat 10 menit kok mas." Anggita membela diri. "Jadi masih ada spare 5 menit dari ketentuan kampus. Biasanya pak Doddy masih mentolerir keterlambatan seperti ini. Boleh ya mas, saya masuk kelas."

"Mas? Kamu pikir saya siapa? Saya bukan kakak kamu!" Ucap malaikat ganteng itu dengan wajah datar minta dicium. Anggita langsung menggelengkan kepala saat membayangkan mencium si malaikat ganteng yang ada di hadapannya. "Ngapain geleng-geleng kepala. Kamu sudah terlambat 20 menit maka kamu nggak boleh masuk kelas. Dan jangan pernah panggil saya mas!"

Pria itu membuka pintu dan masuk ke dalam kelas. Suasana kelas yang tadinya ramai langsung hening saat makhluk ganteng itu masuk. Di belakangnya Anggita mengekori sambil memegangi tas pria tersebut. Mata mahasiswa lain terbelalak melihat kelakuan Anggita.

"Ngapain kamu megangin tas saya?" Tanya malaikat ganteng itu galak.

"Please mas, saya boleh ya masuk kelas ya," pinta Anggita dengan suara memelas. "Ini mata kuliah favorit saya. Kalau saya nggak lulus mata kuliah ini, saya nggak bisa cum laude."

"Kamu terlambat 25 menit."

"Kok jadi 25 menit? Saya kan cuma telat 10 menit," tanya Anggita bingung. "Nih liat, sekarang baru jam 08.20. Kan gara-gara masnya melarang saya masuk makanya saya jadi telat."

"PERATURAN KAMPUS INI ADALAH MAHASISWA SUDAH HARUS BERADA DI KELAS, 5 MENIT SEBELUM KELAS DIMULAI." Mampus, aku lupa keluh Anggita dalam hati. "KAMU SAMPAI DI DEPAN KELAS JAM 08.10. LALU KAMU BACA DOA DAN PERSIAPAN MASUK KELAS 5 MENIT. BERDEBAT DENGAN SAYA 5 MENIT. TOTAL KETERLAMBATAN 20 MENIT. KAMU TAHU KALAU 20 MENIT ITU CUKUP BERHARGA UNTUK MENGERJAKAN QUIZ? AKIBAT KAMU BERDEBAT DENGAN SAYA, KAMU SUDAH MEMOTONG WAKTU QUIZ SEBANYAK 15 MENIT." Buseeet, detail amat nih orang menghitungnya, keluh Anggita.

"Tapi mas...."

"Jangan panggil saya mas, saya bukan kakak kamu! Mau berapa lama lagi kamu mengambil waktu quiz?" Tanya pria itu dengan nada dingin. Anggita langsung putar otak untuk membujuk malaikat gantengnya.

"Oke, oke.. saya nggak panggil mas lagi. Saya panggil sayang aja gimana?" Seluruh mahasiswa langsung heboh mendengar ucapan Anggita yang absurd. Mereka tahu yang berdiri di hadapan mereka saat ini adalah Bimo Aryawibawa, dosen muda yang terkenal disiplin.

"Kamu mau saya usir dari kelas ini?" Tanya Bimo dengan nada mengancam.

"Jangan mas, apalagi mengusir saya dari hati kamu," sahut Anggita berani. Terserah deh kalau habis ini gue benar-benar di usir, keluh Anggita dalam hati.

⭐⭐⭐⭐