POV Feline
Namaku, Feline. Seorang High Elf yang telah diusir dari kampung halamanku. Pada awalnya, aku cukup menikmati kehidupan di desa Elf. Ibu dan ayahku adalah seorang Elf biasa, sama seperti ketiga saudara-saudari yang aku miliki. Kehidupan kami cukup bahagia hingga suatu hari ibu memutuskan pergi berperang dan mati dalam perang tersebut.
Ayah benar-benar sangat depresi dan frustasi saat mendengar kematian ibu. Dia mulai melampiaskan semua kekesalannya kepadaku. Bukan hanya ayah, tapi kedua kakakku juga melakukan hal yang sama. Mereka mengatakan kepadaku kalau aku adalah gadis terkutuk yang seharusnya tidak pernah terlahir ke dunia ini.
"Kenapa kakak mengatakan hal sekejam itu!"
"Itu karena kau seorang High Elf!!" balas seorang pria Elf, dia adalah kakakku, Brian.
BUK!
Kak Brian menendang perutku cukup keras, membuatku memegang perut sembari menahan sakitnya.
"Hey, Kak Brian, bukankah kau sedikit berlebihan?" tanya seorang gadis Elf, dia adalah kakak keduaku, Kak Noel.
"Hah? Ada apa Noel? Apa kau menentang apa yang aku lakukan?"
"Tidak, bukan seperti itu. Maksudku, bagaimana jika dia mati? Kita nanti tidak bisa menyiksanya lagi, kan?"
Ah, apa yang sempat aku harapkan? Sudah pasti Kak Noel tidak mungkin menghentikan Kak Brian. Aku benar-benar bodoh karena telah mengharapkan kebaikannya.
"Aku pikir apa, ternyata kau juga sama sepertiku yah? Tapi tenang saja, dia ini adalah High Elf. Tidak mungkin dia akan mati semudah itu, kan?!"
BUK! BRAK!
Kak Brian menendang wajahku hingga membuatku terhempas dan menabrak dinding. Mulutku mengeluarkan darah, begitu juga dengan wajahku yang babak belur akibat beberapa pukulan sebelumnya.
"Ayo pergi, Noel, Myura!"
Sontak sesaat setelah mendengar nama tersebut, aku mengangkat wajahku dan melihat wajah kekecewaan yang dimiliki oleh gadis Elf bernama Myura atau adikku. Dia seperti mengatakan sesuatu, tapi karena pelan aku tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Setelahnya pintu ditutup dan aku dikurung disini selama seminggu penuh tanpa makanan.
Aku yang hanya bisa menunggu ajal menjemput, tapi sepertinya takdir berkata lain. Karena desaku diserang oleh para Bandit yang berniat untuk menjarah kami. Aku ingin sekali ikut membantu, tetapi pintunya sama sekali tidak terbuka. Tepat keesokan harinya, desaku berhasil bertahan entah bagaimana dan pintu kamarku terbuka disaat aku merasa putus asa karena tidak bisa ikut membantu.
Awalnya aku pikir, mereka berniat untuk menyelamatkanku karena membawaku keluar. Tapi sepertinya tidak seperti itu. Kepala Desa memutuskan untuk membuangku dari tempat ini. Aku mencoba menanyakan apa kesalahanku, tapi jawabannya sungguh sangat menyakiti hatiku.
"Kau sudah melakukan kesalahan besar karena hanya memikirkan dirimu sendiri disaat kami tengah sibuk bertahan dari Bandit. Kau mengurung dirimu sendiri dikamar yang hanya bisa dibuka olehmu sendiri. Aku benar-benar kecewa padamu, Feline," jelas Kepala Desa.
"Ta-Tapi, aku tidak melakukannya! Bukankah Kak Brian yang mengunci pintu kamarku?" tanyaku.
"Hah? Kenapa aku harus mengunci kamarmu? Bukankah kau hanya berkata, "Aku hanya ingin bersama ibu!" lalu mengunci kamarmu dan menjauh dari kami?" balasnya.
Saat itu juga, aku sadar dengan apa yang terjadi. Segitu tidak berharganya kah aku sampai dijadikan kambing hitam atas kejadian ini? Segitu bencinya kah kalian kepadaku sampai melakukan hal ini kepadaku. Sebenarnya apa salahku pada kalian? Sebenarnya, aku ini apa?
"Pergi kau dari sini! Karena kamu, aku harus kehilangan putraku!"
"Itu benar! Karena dirimu, tidak ada lagi sisa makanan untuk musim dingin. Dasar anak terkutuk!"
PUK!
Sebuah batu mengenai tepat di kepalaku, membuat kepalaku mulai mengeluarkan darah. Tidak hanya satu orang saja, tapi semua orang juga mulai melakukan hal yang sama kepadaku. Aku hanya bisa mengikuti mereka dan pergi meninggalkan desa ini. Sangat sakit rasanya saat aku harus meninggalkan desa tempat aku dibesarkan karena dijadikan kambing hitam oleh kakakku sendiri.
Berhari-hari aku berjalan, tetapi aku tidak menemukan desa sekitar. Aku bahkan tidak menemukan buah-buahan, ataupun tanaman yang bisa dimakan meski berada di hutan. Hingga suatu hari, tubuhku sudah tidak kuat lagi. Hal terakhir yang aku ingat adalah seorang gadis Cat-sith mencoba memanggilku.
***
"Dimana ini?" tanyaku bingung saat mengetahui kalau aku tengah berada di kamar yang asing.
"Nya? Kamu sudah sadar, Nya?" sahut seorang gadis Cat-sith menghampiriku.
"Ah, maafkan aku. Apakah kamu yang membawaku kesini?" balasku bertanya.
"Benar, Nya! Kondisimu saat itu sangat mengkhawatirkan, Nya! Tapi tenang saja, Nya! Kata Dokter, kamu hanya kekurangan gizi saja, Nya!" jelasnya.
"Nya! Hampir lupa!" lanjutnya meninggalkanku.
Tapi tidak lama setelah itu, dia datang membawa makanan dan minuman bersama dengannya. Aku yang mencium bau makanan yang harum tersebut, tanpa sadar ternyata mengeluarkan liur. Dengan cepat aku menghapusnya setelah menyadarinya.
"Nya! Bubur dengan berbagai sayuran dan kacang-kacangan serta segelas jus jeruk datang!" ungkapnya.
"Kamu bisa makan sendiri, Nya?" lanjutnya setelah menaruh nampan kayu di hadapanku.
"A-Apa ini untukku?"
"Tentu saja, Nya! Elf tidak menyukai daging, jadi tidak ada daging disana, Nya!"
Setelah mendengarnya, aku pun memakannya tanpa ragu. Sangat enak, itulah yang bisa aku pikirkan saat memakannya. Air mata mulai membanjiri wajahku, aku yang mengetahuinya hanya bisa terkejut. Tidak terkecuali gadis Cat-sith yang tengah duduk di dekatku.
"Nya?! Apa itu tidak enak, Nya? Jika iya, maka akan segera dibuat ulang, Nya!!"
"Ti-Tidak! Bukan seperti itu. Ini enak, sangat enak!"
"Lalu kenapa kamu menangis, Nya?"
"Itu kare--"
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, gadis itu menghentikan perkataanku dengan mengarahkan tangannya kepadaku.
"Maaf, Nya. Kamu tidak perlu memberitahunya jika memang tidak ingin, Nya. Tapi satu hal yang pasti, kamu sudah berjuang dengan baik, Nya," jelasnya memelukku dengan hangat.
Aku yang sudah tidak bisa membendung perasaanku saat ini, hanya bisa menangisi semua yang telah terjadi kepadaku. Dapat terdengar suara gadis tersebut yang mencoba menenangkanku. Jadi setelah tenang, aku berterimakasih dan menghabiskan makanan yang telah dibuat olehnya.
"Ngomong-ngomong, Nya. Nama Kiruru. Siapa namamu, Nya?" tanya gadis Cat-sith, Kiruru.
"Feline," balasku.
"Feline? Nya! Itu nama yang bagus!!" sahutnya.
Kami pun semakin lama menjadi akrab dan Kiruru pun menyuruhku untuk tinggal bersamanya. Aku yang sudah tidak punya tempat tinggal, memutuskan untuk menerima ajakannya. Bukan hanya Kiruru saja, tapi orang-orang desa pun menerima aku dengan cukup baik. Hingga tanpa aku sadari, 1 tahun pun telah berlalu.
"Ah, Feline! Apa kau membawa bekal untuk kami lagi?" sapa seorang pria Cat-sith yang masih memegang cangkulnya.
"Iya! Meski aku masih harus belajar lebih banyak lagi sih," balasku.
"Kamu benar-benar gadis yang baik yah!" sahut seorang wanita Cat-sith.
"Terimakasih, bibi. Karena aku masih ada banyak pekerjaan lain, aku permisi!" pamitku setelah meninggalkan makanan dan minuman di sebuah pondok.
Aku berjalan pulang menuju rumah Kiruru. Beberapa orang menyapaku, tentu saja aku membalasnya dengan hangat. Sesampainya disana, aku melihat Kiruru yang sedang bersiap-siap untuk mencari bahan makanan di hutan.
"Sudah mau pergi ke hutan, Kiruru?" tanyaku menghampiri.
"Feline, Nya! Begitulah, Nya," jawabnya.
"Kapan kamu akan kembali?"
"Mungkin saat sore nanti, Nya?"
"Hmm, kalau begitu aku akan menyiapkan makan malam untukmu. Ingin makan apa?"
"Steak Kelinci, Nya!!"
"Fufufu, kamu benar-benar sangat menyukainya yah?"
"Tentu saja, Nya! Steak Kelinci buatan Feline itu sangat enak, Nya! Tidak ada siapapun disini, tidak di dunia ini yang bisa mengalahkannya, Nya!!"
"Hahaha, kamu terlalu memuji,"
"Itu benar, Nya!"
"Baiklah, aku mengerti. Jadi cepat pergi dan kembalilah dengan selamat, Kiruru," ujarku memberikan senyuman hangat padanya.
Kiruru membalasnya dan pergi setelah pamit kepadaku. Setelah merasa Kiruru berjalan cukup jauh, aku segera masuk dan mulai mengerjakan beberapa pekerjaan rumah. Meskipun, hampir semuanya sudah dikerjakan oleh Kiruru sih. Jadi setelah melakukan pekerjaan rumah, aku mulai mengambil daging kelinci dari tempat penyimpanan pribadi Kiruru dan mulai mengolahnya.
Meskipun seorang Elf dikenal sangat menyukai buah dan sayuran, bukan berarti kami tidak bisa memakan daging. Kami terkadang memakan daging dari hasil buruan kami, sembari tetap menjaga mereka agar tetap hidup tanpa terancam punah. Ibuku sering sekali memasakkan kami Steak Kelinci, itulah kenapa aku bisa tahu apa saja resepnya.
"Pertama, aku harus membuat daging ini selembut mungkin," gumamku memukul-mukul pelan daging kelinci di depanku.
Setelahnya, aku mulai menuangkan minyak zaitun ke wajan dan mulai memasukkan daging kelinci yang telah dibumbui. Setelah merasa sudah cukup matang, aku pun mengangkatnya dan meletakkannya pada piring. Aku tidak memakannya karena ingin makan malam bersama dengan Kiruru.
"Ini sudah sore, sebentar lagi pasti Kiruru akan sampai," ujarku.
Tetapi, dia tidak kembali hingga malam tiba. Aku mulai sedikit khawatir dan ingin mulai mencarinya. Tapi saat aku ingin bersiap-siap, pintu rumah diketuk berkali-kali dengan cukup keras. Aku pun berjalan menuju pintu untuk mengetahui siapa yang mengetuk pintu.
"Iya?" sahutku sembari membuka pintu.
"Nona Feline! Cepat pergi dari sini!" peringat pria Cat-sith dengan tergesa-gesa.
"Tunggu, apa? Memangnya apa yang terjadi?" balasku bertanya.
"Para Bandit itu, menyerang desa! Lalu Nona Kiruru dan beberapa gadis lainnya telah ditahan oleh mereka! Karena itulah, aku, tidak. Kami mohon segera keluar dari desa ini!" jelasnya.
Aku terkejut saat mendengarnya, ingin rasanya menangis, tapi disaat yang sama aku mengkhawatirkan Kiruru dan warga desa yang lain. Pada saat aku ingin membantu mereka, pria Cat-sith itu memintaku untuk tidak khawatir pada kami dan pergi sejauh mungkin.
"Mana bisa aku melakukannya! Kalian sangat baik padaku, kalian juga telah aku anggap sebagai keluargaku! Mana mungkin aku bisa meninggalkan kalian!"
"Aku mohon, Nona Feline! Pergilah dan selamatkan diri--"
JLEB!
Sebuah tusukan pedang mendarat pada pria Cat-sith itu, semburan darahnya membanjiri seluruh tubuhku. Pada saat yang sama, pria yang menusuk dari belakang itu menarik pedangnya dan menatapku dengan senyum menyeringai.
"Aku memang curiga kenapa salah satu dari kalian lari kesini. Tapi tak aku sangka kalian menyembunyikan Elf manis dan cantik ini disini," ujarnya menjilat bibirnya.
"Mungkin aku akan bersenang-senang lebih dulu denganmu?" lanjutnya yang berjalan perlahan menuju ke arahku.
"Ti-Tidak, aku, aku," ucapku dengan gemetar ketakutan.
Kakiku mati rasa dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Tetapi saat dia mencoba mendekat, langkahnya terhenti oleh sesuatu. Saat aku melihat apa yang menghentikannya, senyuman dari pria Cat-sith itu seolah memintaku untuk lari.
"Cih! Brengsek!" ujarnya menendang wajah pria tersebut.
"Hentikan," pintaku.
"Huh?"
"Aku bilang, hentikan!!" teriakku keras dan sebuah angin besar menghempaskan pria tersebut sangat jauh.
Bingung, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Tapi aku mengabaikannya dan memutuskan untuk lari dari desa ini. Rasa sakit mulai menggerogoti perasaanku. Aku benar-benar sangat kesal, kenapa aku begitu lemah dan hanya bisa berlari. Meski sudah menghempaskan pria Bandit tadi, aku hanya bisa lari meninggalkan semua orang yang telah baik padaku.
"Aku benar-benar yang terburuk," lirihku.