"Dirimu tidak bosan membaca buku aneh itu?"
"Kenapa? Aku hanya ingin mempelajari banyak hal tentang dunia ini tahu! Froster memberikan buku informasi ini kepadaku untuk membantuku. Memangnya salah jika aku memanfaatkannya?"
"Ya ampun, padahal dirimu sudah repot menyewa kamar ini untuk tidur! Tetapi dirimu sama sekali belum berbaring disini,"
"Apa itu? Mencoba merayuku? Maaf, aku tidak terlalu tertarik dengan Lolibaba seperti dirimu!"
"Siapa yang kau panggil Lolibaba, huh?!"
"Siapa lagi?"
KNOCK! KNOCK!
Suara ketukan pintu terdengar, membuat Pleiades yang dalam mode loli segera kembali mode pedang besar. Tepat setelah aku mengizinkannya masuk. Seorang gadis bertelinga runcing dengan rambut perak masuk ke dalam kamarku.
"Ada apa, Feline? Bukankah aku mengatakan padamu untuk beristirahat?" tanyaku yang masih membaca buku.
"Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan kepada kamu. Apakah kamu mau mendengarnya?" balasnya dengan tatapan penuh harap dan serius.
Aku yang melihatnya menghela nafas dan memukul-mukul pelan sofa panjang yang aku duduki. Memberinya isyarat untuk segera duduk di sebelahku. Feline memahaminya, lalu duduk di sebelahku dan mulai menceritakan semua yang dia alami. Mulai dari keluarganya yang bahagia sebelum ibunya mati di medan perang sampai pelariannya dari desa Cat-sith yang dijarah oleh para Bandit.
Jujur saja, mendengar cerita tersebut membuatku benar-benar ingin memukul wajah kedua kakaknya yang membuat gadis Elf cantik seperti Feline menderita seperti ini. Mungkin jika kami bertemu nantinya, aku akan membuat mereka menyesal karena telah dilahirkan ke dunia ini.
"Aku benar-benar yang terburuk bukan? Meninggalkan orang-orang yang telah membantuku, hanya untuk sebuah nyawa yang tidak ada harganya," ujarnya menahan tangis.
"Feline, kau bukanlah Gadis Terkutuk dan aku bisa menjamin itu. Kau adalah gadis yang kuat, baik dan peduli pada orang lain. Sangat menyakitkan bukan? Ketika menyadari kalau keluargamu sangat membenci dirimu kecuali ibumu seorang. Tetapi kau tidak menyerah dan memutuskan untuk tetap hidup bukan?" balasku yang masih membaca buku.
"Tapi, aku selalu membawa masalah pada orang-orang di sekitarku! Bagaimana caramu menjelaskan kalau aku memang bukanlah Gadis Terkutuk?! AKU SUDAH TIDAK INGIN MELIHAT SIAPAPUN MATI KARENA KUTUKAN YANG AKU MILIKI!!" keluhnya.
Aku menyentil pelan keningnya, membuat dia mengerang sakit dan memegang bekasnya dengan kedua tangannya. Mata kami saling bertemu, aku tersenyum ringan kepadanya sebelum menjelaskan banyak hal kepada dirinya.
"Kenapa kau memikirkan hal bodoh seperti itu? Kau tidak perlu menjadi apa yang orang lain harapkan, tapi jadilah apa yang kau harapkan. Mau sebahagia apapun hidupmu, mau semenyedihkan apapun hidupmu, mau semenyakitkan apapun hidupmu. Tapi yang berhak menentukan jalan hidupmu adalah dirimu sendiri dan bukan orang lain," jelasku.
"Kau sudah berusaha dengan baik, Feline," lanjutku mengusap kepalanya dengan lembut.
Air mata mulai menetes dari wajah Feline. Dia mencoba menghapusnya, tapi air mata tersebut terus mengalir tanpa henti. Seolah-olah semua masalah yang telah lama ditumpuk olehnya menghilang dan berubah menjadi air mata tersebut.
"Maaf, hiks.. aku tidak tahu, hiks.. cara menghentikannya," lirihnya sembari menghentikan air matanya tersebut.
"Kau tidak perlu menahannya jika bersama denganku. Disaat kau ingin menangis, menangis lah. Disaat kau senang, tertawa lah. Disaat kau kesal, marah lah. Kau tidak perlu menahan semuanya sendirian," balasku.
Entah apa yang baru saja aku katakan, aku sendiri tidak tahu. Tetapi entah kenapa aku merasa kalau gadis ini, tidak. Kalau Feline memiliki masalah yang jauh lebih berat daripada aku yang dulu. Meskipun begitu, dia masih memutuskan untuk terus hidup dan berjuang melawan takdir yang kejam. Sedangkan aku, hanya bisa menyerah dan mengutuk takdir yang kejam tersebut.
***
"Pada akhirnya dia tertidur di kamarku kah?" ucapku menghela nafas.
Saat ini, di hadapanku tengah ada seorang gadis Elf cantik berambut perak dengan ukuran dada yang bisa aku katakan mencapai F-Cup. Sungguh, jika ini adalah aku yang dulu, dapat dipastikan kalau adik kecilku akan terbangun dengan godaan di hadapanku saat ini. Karena aku menjadi High Human, aku tidak mengalami lapar, haus, letih, bahkan nafsuku juga seolah menghilang tanpa aku sadari.
High Human
Salah satu dari Mahluk yang mendekati Dewa. Rasa lapar, haus, letih dan nafsu birahi telah dikurangi.
"Sungguh, benar-benar menyebalkan saat tahu aku tidak terlalu tertarik dengan tubuh gadis. Aku harap, aku tidak akan melenceng," ujarku.
"Hey, Wira. Apakah dirimu yakin ingin melakukan hal itu pada gadis Elf malang ini?" tanya Pleiades yang berubah menjadi gadis.
"Aku tahu. Setelah mengatakan semua itu dan malah membuatnya menderita sekali lagi itu kejam. Ada kemungkinan ini akan sedikit melenceng dari rencana yang telah aku bangun. Tapi jika itu akan terjadi, setidaknya dia sudah cukup kuat untuk melindungi dirinya dan juga orang lain," jawabku.
"Dirimu benar-benar sangat aneh yah? Tapi apapun yang akan dirimu lakukan, daku akan selalu bersama dengan dirimu. Meskipun, menjadi musuh dunia sekalipun," ungkap Pleiades.
"Terimakasih," balasku.
Pada akhirnya, aku memutuskan untuk melanjutkan membaca buku daripada tidur. Bagaimanapun, aku benar-benar butuh pengetahuan dunia ini untuk bisa hidup disekitar masyarakat. Akan jadi bermasalah jika aku dianggap musuh dunia disaat balas dendamku belum dituntaskan.
***
POV Feline
"Dengar, Feline. Menjadi kuat itu memang penting. Tapi jika kamu tidak bisa menghargai orang lain, itu berarti kamu masih belum cukup kuat. Selain itu, jika kamu menemukan seseorang yang berharga, lindungilah dengan segenap kekuatanmu,"
"Tapi ibu, bagaimana jika aku tidak cukup kuat untuk melindunginya?"
"Kalau itu terjadi, jadilah lebih, lebih, lebih kuat lagi! Tetapi, jika kamu sudah menjadi sangat kuat dan masih belum bisa melindunginya. Maka--"
"Ugh.. mimpi itu lagi?" lirihku pelan saat terbangun dari tidur.
"Oh, kau sudah bangun? Apa tidurnya nyenyak?" tanya seseorang yang terdengar seperti pria.
"Yah, bisa dibilang begi-- Tunggu! Apa yang kamu lakukan di kamarku?!" ungkapku terkejut.
Pria itu menatapku dengan tatapan aneh, aku secara refleks melindungi dadaku, tetapi tatapan pria bernama Wira itu tetap tak berubah.
"Apa yang kau lihat?" tanyaku menatapnya.
"Kau tahu? Ada tiga hal yang salah dalam pernyataanmu. Pertama, ini kamarku. Kedua, kau sendiri yang datang kesini dan berakhir dengan ketiduran. Terakhir, aku tidak tertarik dengan tubuh gadismu," jelasnya.
Mendengarnya, aku langsung teringat apa yang terjadi. Dengan cepat aku meminta maaf dan dia memaafkannya.
"Lupakan soal itu, sekarang sudah pagi. Aku telah membuat sarapan untukmu, juga pakaian untuk mengganti pakaian compang-camping yang kau kenakan kemarin," ujarnya berjalan menuju pintu.
"Aku akan menunggumu di gerbang desa. Jangan lupa untuk mengenakan perlengkapan yang telah aku belikan kemarin," lanjutnya meninggalkanku sendirian disini.
Aku segera bangun dan berjalan menuju sofa dan duduk disana. Terdapat dua sandwich diatas piring dan segelas susu. Aku pun memakannya dan itu sangat enak! Setelah selesai sarapan, aku mengganti pakaian tidurku dengan pakaian yang telah dia sediakan sebelumnya beserta perlengkapan yang dia belikan untukku kemarin. Melihat cermin besar, aku sedikit memikirkan perkataannya sebelumnya.
"Apa tubuhku tidak semenarik itu dimatanya?" gumamku.
Aku segera membuang pikiran itu, lalu bergegas turun dan menuju gerbang desa. Beberapa warga desa menyapaku dengan ramah, entah mengapa ini mengingatkanku pada mereka. Setelah berjalan sebentar, aku melihat seorang pria yang nampak tengah berbicara dengan dua penjaga.
"Wira, ada apa?" tanyaku mendatangi mereka.
"Oh, kau sudah sampai? Itu bagus. Para penjaga ini mengatakan kepadaku kalau mereka mendengar raungan keras dari dalam hutan. Jadi aku bilang pada mereka kalau kita berdua akan pergi untuk memeriksanya," jelas Wira.
"Tunggu! Jangan seenaknya melibatkan aku dengan urusan berbahaya seperti itu!" keluhku.
"Kau ingin jadi lebih kuat bukan? Kalau begitu ikuti saja aku dan jangan banyak mengeluh!" balasnya pergi lebih dulu.
Aku hanya bisa menghela nafas dan mengikutinya dari belakang. Kedua penjaga itu memberitahuku untuk berhati-hati. Jadi aku membalasnya dengan senyuman dan berlari mengejar Wira yang sudah cukup jauh.
***
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya kami berhenti dimana raungan itu berasal. Ternyata raungan tersebut berasal dari dua ekor beruang amarah yang tengah bertarung satu sama lain. Aku mendengar Wira bergumam, tapi tidak tahu apa itu. Namun dia memintaku bersiap untuk memanah salah satu yang terlihat hampir kalah.
"Aku tidak terlalu yakin bisa mengenai tepat di kepalanya,"
"Tak apa! Tidak peduli seberapa tinggi levelnya, dia akan mati jika kepalanya tertembus oleh panah,"
"Mengatakannya itu mudah! Tapi melakukannya itu jauh lebih sulit tahu!"
Setelah berdebat sebentar, pada akhirnya aku putuskan untuk menuruti perkataannya. Wira memberikan beberapa instruksi kepadaku, jadi aku mendengarkannya dengan cukup baik. Pada saat aku bersiap melepaskan anak panah, aku mendengar suara yang aneh yang berkata, "Percayalah pada dirimu sendiri, maka aku akan meminjamkan kekuatanku kepadamu."
"Piercing Shot!"
Aku melepaskan anak panah dengan Skill Bow Technique yang entah kenapa telah ada di statusku kemarin, tepat setelah aku memegang busur. Anak panah tersebut melesat dan mengenai tepat pada kepala salah satu Beruang Amarah. Kemudian pemberitahuan Level Up segera terdengar di kepalaku.
"Level 4?" gumamku.
"Tunggu, aku tidak salah dengar? Kau membunuh monster level 300 lebih, hanya untuk naik 3 level?" sahut Wira.
Tunggu, aku baru saja membunuh Monster level 300 lebih? Aku memang mendengar kalau Beruang Amarah memiliki level yang tinggi, tapi 300?!
"Benar juga, mungkin karena kau belum aku masukkan ke dalam Party," lanjutnya.
"Party?"
[Wira mengundang Anda ke dalam Party!]
[ACCEPT] [REJECT]
Tanpa aku sadari, tanganku menekan panel "ACCEPT" dan sebuah panel transparan kecil muncul di pojok kiri atas dengan sebuah nama yang aku kenali. Yaitu nama "Feline" atau diriku sendiri dan "Wira" atau nama pria yang menyelamatkanku kemarin.
GRROOAARR!!
Aku tersentak saat mendengar raungan Beruang Amarah tersebut. Tapi berbanding terbalik dengan Wira yang telah menarik pedangnya dan berlari menuju kearah Beruang Amarah tanpa pikir panjang.
"Akan aku alihkan perhatiannya! Feline, kau bidik kepalanya saat melihat kesempatan!" teriaknya.
"Eh?! Aku pikir kamu yang akan melawannya?" balasku menghela nafas dan bergerak menuju titik buta dari Beruang Amarah.
Entah kenapa, tubuhku terasa ringan saat bergerak. Bahkan lompatan yang aku lakukan saja sudah cukup untuk menjangkau salah satu dahan pohon dan melakukan satu kali putaran.
"Inikah kekuatan dari level up?" gumamku.
Aku segera melompat dari satu dahan ke dahan yang lain. Terkadang aku sempat terpeleset, tapi tanganku dengan cepat meraih dahan pohon sebelum terjatuh. Hingga akhirnya, aku sampai di posisi yang menurutku sudah sesuai untuk memanah Beruang Amarah tersebut.
"Piercing Shot!!"
Anak panah aku lepaskan kearah Beruang Amarah. Tapi sayangnya, itu sedikit meleset dari sasaran. Hal ini membuat Beruang Amarah tersebut mengerang kesakitan.
"Aku sudah mengincar kepalanya, tapi malah mengenai punggungnya," ucapku.
"Gawat! Dia melihat kesini! Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?" ujarku panik.
"Percayalah pada dirimu sendiri, Feline!" sahut suara di dalam kepalaku.
Tepat setelah mendengar suara tersebut, ada sebuah kalimat yang aku ketahui bahasanya dan aku membacanya. Hembusan angin mulai berkumpul pada ujung anak panah yang telah aku siapkan. Menyadari hal ini, aku segera melepaskannya dan anak panah yang dilapisi angin itu langsung melubangi perut Beruang Amarah dan membuatnya mati seketika.
[Party Anda membunuh Angry Bear! Mendapatkan 97250 Exp! Exp yang diperoleh telah dibagikan secara merata! Anda mendapatkan 58350 Exp!]
[Anda naik ke level 31!]
POV Feline END