"Baiklah! Kalian semua sebaiknya mendengar perkataan kami! Para gadis segera masuk ke kereta disana! Lalu kalian para pria segera bawa keluar barang berharga kalian!" perintah salah satu Bandit kepada para warga yang lain.
Aku saat ini tengah menenangkan diri dan mencoba untuk membidik salah satu dari mereka. Inginnya sih, membidik orang yang baru saja berteriak tadi. Namun entah kenapa aku merasa kalau tidak membereskan yang lain terlebih dulu, semua ini tidak akan berakhir dengan cepat. Selain itu, berkat Skill: Camouflage, Stealth, serta Silent Step membuatku bisa dengan mudah bergerak secara diam-diam ke tempat terbaik untuk menyerang.
Camouflage
Melakukan kamuflase dengan lingkungan sekitar, 3 detik setelah menyerang akan membuat kamuflase nonaktif, sebelum akhirnya kembali memasuki mode kamuflase.
MP yang dibutuhkan: 1/detik.
Stealth
Menghilangkan keberadaan dan tidak dapat dideteksi, 3 detik setelah menyerang akan membuat Stealth nonaktif, sebelum akhirnya kembali memasuki mode Stealth. Akan menjadi 1 detik jika target terbunuh dengan satu serangan.
MP yang dibutuhkan: 1/detik.
Silent Step
Menghilangkan suara dari langkah kaki.
MP yang dibutuhkan 1/detik.
"Camouflage," gumamku pelan dan mulai berkamuflase dengan lingkungan sekitar.
Aku mengambil satu anak panah dan menggunakan Skill: Snipe untuk mengincar kepala salah satu dari mereka. Lalu setelah merasa sudah tepat, aku melepaskannya dengan menggunakan Skill: Piercing Shot.
WUSH! JLEEB! BRUK!
Anak panah tersebut melesat dan menancap tepat pada kepala Bandit tersebut. Sesaat, aku sempat merasa bersalah karena telah membunuh seseorang. Tetapi, aku sudah memutuskannya. Kalau aku akan menjalani kehidupan yang aku harapkan.
"Ada serangan! Semuanya bersia--!" teriakannya terhenti karena anak panah lain yang aku lesatkan menancap pada kepalanya.
"Arah serangannya dari sana! Kalian berdua, cepat periksa!" perintah salah satu Bandit.
"Dua orang datang kesini, Stealth! Silent Step!" ujarku yang mulai menghilangkan hawa keberadaan dan mengganti busur dengan dua belati.
"Huh? Tidak ada siapapun?"
"Ini aneh, harusnya dia ada disekitar sini?"
"Mungkin dia telah pergi ke tempat lain?"
"Bisa sa--"
JLEEB!
Aku menusuk kedua belati di tanganku ke leher mereka, membuat mereka mati seketika. Aku mencabutnya dan membersihkan darah yang tersisa pada bilah belati ku, lalu memasukkannya kembali dan menggunakan busur sekali lagi untuk menembak salah satu Bandit lainnya.
WUSH! JLEEB! BRUK!
"Dengan ini sisa tiga lagi yah?" gumamku.
"Cih! Apa mereka sudah mati? Dasar pemula tak berguna!" umpat Bandit yang sempat memerintah warga desa.
"Oy! Kalian! Gunakan sandera sebagai perisai!" teriaknya lagi.
Aku yang mendengarnya tanpa berpikir lagi segera melepaskan dua panah secara beruntun kearah Bandit yang tersisa. Kedua panah tersebut menancap tepat di punggung dan kepala mereka, membuatnya bisa dipastikan kalau mereka sudah mati. Sedangkan Bandit yang satu lagi, dia menyandera seorang gadis yang aku kenal kemarin.
"Tidaaak!"
"Berhenti mengamuk!"
"Tunggu! Jangan ambil putriku! Aku saja! Biar aku yang akan menggantikannya!"
"Berisik!"
BUK! BRAAK!
Dia menyandera anak pemilik penginapan dan menendang pemilik penginapan tanpa ragu. Aku berdecak kesal, tidak. Lagipula sejak kapan aku bisa tanpa ragu membunuh orang lain? Apa karena mereka Bandit? Tidak, ini terjadi setelah aku membaca kedua Skill Book yang diberikan Wira kepadaku.
"Hanya membaca Skill Book saja, bisa merubah seseorang?" gumamku menghela nafas.
Bukan hanya merubah, tetapi pengetahuan penguasaan Skill juga diberikan pada saat yang sama. Inilah alasan kenapa aku bisa membuat rencana membunuh mereka. Aku melepas sabuk yang menjadi penahan dari sarung belati, mengambil salah satu dari mereka, mengikatnya dengan sihir angin dan Camouflage agar bisa digunakan nantinya. Setelah persiapan selesai, aku keluar dari tempat persembunyian saat mendengar dia akan melukai putri pemilik penginapan.
"Oh? Seorang Elf? Hahaha! Sepertinya aku beruntung yah!" ungkap Bandit tersebut.
"Apa kamu akan melepaskannya, jika aku menyerahkan diriku?" tanyaku.
"Tentu saja! Tetapi sebelum itu, buang busur dan anak panah yang kau bawa!" jawabnya.
Aku meletakkan busur dan anak panah tersisa ke tanah, kemudian mengangkat kedua tangan ke atas sebagai tanda menyerah.
"Sekarang, mendekatlah kemari!" pinta Bandit tersebut.
"Aku akan mendekat sekarang, jadi bisa lepaskan gadis itu?" sahutku berjalan mendekatinya.
"Tentu saja! Tapi ini sebagai jaminan kalau kau tidak akan melakukan hal aneh padaku," balasnya.
"Aku mohon, lepaskan gadis itu. Setelahnya, aku akan melakukan apapun nantinya untukmu," godaku.
Bandit itu termenung sesaat sebelum melempar gadis yang dia sandera sebelumnya dan berkata, "Baiklah! Kalau begitu aku akan membalas kematian rekan-rekanku ini, dengan tubuhmu!"
Dia tertawa setelahnya dan melengahkan dirinya sendiri. Melihat itu, aku segera berlari menuju kearahnya tanpa ragu untuk bisa membunuhnya.
"Oh? Apa segitu tidak sabarnya kah kau melakukannya denganku?" tanyanya.
"Yah, sangat tidak sabar!" jawabku dengan senyuman.
Saat sudah hampir dekat, aku menghilangkan sihir angin dan menangkap belati dengan tangan kananku dan mengangkatnya tinggi sebelum menancapkannya pada kepala Bandit terakhir.
"Aku sangat tidak sabar, untuk membunuhmu," bisikku pada telinganya sebelum dia mati.
Aku mencabut belati dan membersihkan darah yang menempel dengan mengayunkannya sekali. Melihat para warga, aku melihat beberapa dari mereka merasa ketakutan. Terlebih lagi gadis yang baru saja aku selamatkan tengah menangis dipelukan ibunya. Tadinya, aku pikir ini sudah berakhir. Tetapi semuanya berubah saat aku merasakan sesuatu yang lain muncul dan menghisap mayat para bandit yang tergeletak di tanah.
"Hiii!"
"Apa yang terjadi!"
"Aku tidak mengerti, tapi kita lebih baik pergi dari sini!!"
Setelah kata-kata itu, semua orang langsung pergi meninggalkanku dan pemilik penginapan yang masih memeluk putrinya sambil gemetar. Menyadari ini sebuah bahaya, hatiku berteriak menyuruhku untuk lari. Tapi aku tidak bisa meninggalkan mereka berdua. Jadi aku putuskan untuk melindungi mereka, hingga Wira kembali.
"Tenanglah! Aku akan berusaha melindungi kalian," ucapku dengan tangan gemetar.
Tidak lama setelah itu, sesosok pria mulai terbentuk dan perlahan mulai membuka matanya.
"Hoo, mengagumkan sekali. High Elf pemberani seperti dirimu, sangat pantas untuk menjadi makanan Beliau," ujar pria tersebut.
"Siapa kamu? Lalu apa maksud perkataanmu barusan?!" balasku bertanya.
"Namaku adalah Marbas, itu saja yang perlu engkau ketahui," jelasnya memperkenalkan diri.
"Aku tidak tahu bisa mengalahkannya atau tidak dengan belati ini saja. Tapi aku akan berusaha, setidaknya untuk melindungi mereka," pikirku.
"Fire Ball," gumam Marbas memunculkan 4 bola api sekaligus dan mengarahkannya padaku.
Aku dengan segera mengaliri belati dengan Mana dan menebas mereka. Tapi hasilnya buruk, baru menebas salah satunya saja sudah membuat belati itu meleleh. Membuatku terpaksa menerima sisa dari bola api tersebut dengan telak.
BLAAR! BLAAR! BLAAR!
"Lebih memilih untuk melindungi mereka daripada nyawa sendiri? Engkau benar-benar menyedihkan yah?" ucapnya.
"Kamu salah.. hah.. ini bukanlah.. hah.. hal yang.. menyedihkan. Sudah tugas bagi mereka yang kuat, harus melindungi mereka yang lemah!" balasku.
"Kuhahaha! Luar biasa! Engkau benar-benar mahluk yang menarik! Tetapi sayang sekali, engkau harus mati disini," ujarnya, mulai membentuk bola api lagi yang perlahan mulai membesar.
Sepertinya, aku hanya sampai sini saja yah? Maaf Wira, padahal kamu sudah mempercayakan aku dengan dua Skill Book itu. Kemudian Kirara, terimakasih karena telah menyelamatkan aku, juga maafkan aku karena meninggalkan kamu. Lalu ibu, mungkin aku akan segera menyusulmu.
"Sampai jumpa, Hell--"
WUSH! BAMN! SYUU! BRUK!
"Maaf saja yah! Tapi tidak ada satu orangpun yang boleh menyentuh gadis ini. Karena dia itu, adalah milikku!" ujar seseorang yang aku kenali suaranya.
"Kamu terlambat," lirihku pelan.
"Maaf membuatmu menunggu yah, Feline. Beristirahatlah, serahkan saja sisanya padaku," lanjutnya.
Itu kalimat terakhir yang aku dengar, sebelum kehilangan kesadaranku.
POV Feline END
***
"Apa sudah semuanya, Reona?" tanyaku pada Reona.
"Yah, tidak ada gadis lain kecuali mereka. Tetapi, apa kamu yakin ingin menaiki aku walau menerima tatapan ketakutan dari gadis-gadis ini? Bukankah akan lebih baik jika kamu berjalan sendiri kan?" jelasnya.
"Fakta kalau aku menyelamatkan mereka, seharusnya sudah cukup untuk membuat mereka mengerti kalau aku ini tidaklah jahat," ujarku.
"Terlebih lagi, bukankah mereka sangat menikmati makanan buatanku?" lanjutku melirik para gadis yang tengah memakan makanan buatanku.
"Yah, aku akui masakan buatanmu memang lezat. Tapi jangan berpikir ini bisa menaklukkan aku yah!" balas Reona.
"Bisakah kau berhenti bicara dengan sopan? Entah kenapa itu sedikit menggangguku," pintaku.
"Jahat sekali! Padahal aku sudah berbaik hati memuji masakanmu," sahutnya.
Aku hanya bisa tertawa hambar saat mendengarnya. Yah, lagipula bukankah wajar jika aku harus mengurangi rasa takut mereka? Terlebih lagi, mereka terlihat jauh lebih kurus untuk disebut seorang gadis.
"Anu," panggil salah satu gadis.
"Ada apa? Jika ingin nambah, ambil saja," sahutku yang melihat mereka semua menghentikan makannya.
"Tidak, bukan itu. Kami ingin berterimakasih pada kakak karena telah menyelamatkan kami. Juga ingin meminta maaf karena takut kepada kakak sebelumnya," ungkap gadis tersebut.
Melihatnya, aku hanya tersenyum dan menanyakan siapa namanya dan dia menjawab dengan gugup. Aku lalu mengelus kepala gadis bernama Silica ini dengan lembut untuk menenangkannya.
"Silica, juga kalian semua tidak perlu memikirkannya. Kakak yang harusnya minta maaf karena membuat kalian takut sebelumnya," ucapku.
"Sudah, sebaiknya kalian lanjutkan makannya! Masih cukup banyak makanan untuk kalian bukan?" lanjutku yang disambut gembira oleh mereka semua.
"Daku tidak tahu kalau dirimu ternyata seorang Lolicon? Tunggu, mungkinkah dirimu jatuh cinta pada daku?" ledek Pleiades.
"Aku memang menyukai anak kecil. Tapi tidak untuk Lolibaba seperti dirimu," balasku.
"Siapa yang dirimu panggil dengan Lolibaba? Dasar Lolicon!"
"Berisik, Nenek Perawan!"
"Bisa hentikan panggilan itu, Pedofil akut!"
"Kau mau cari ribut denganku?"
Pada saat kami tengah ribut, sebuah hawa keberadaan aneh muncul. Jaraknya cukup jauh dari sini, membuatku mempunyai firasat buruk dengan keadaan desa. Selain itu, nampaknya bukan hanya aku saja yang merasakannya. Reona beserta para gadis yang aku selamatkan sebelumnya juga merasakannya. Bahkan membuat para gadis merasa ketakutan karenanya.
"Wira, kamu merasakannya juga?" tanya Reona menghampiriku.
"Kau juga, sepertinya aku tidak perlu menanyakannya yah? Para gadis juga merasakan takut karena hal ini," balasku.
"Reona! Lindungi gadis-gadis ini, aku akan pergi untuk memeriksa keadaan desa!" lanjutku.
"Aku mengerti! Serahkan saja kepadaku! Tapi, bagaimana caramu untuk sampai disana dengan cepat?" tanya Reona.
"Akan aku jelaskan itu nanti!" jawabku.
"Limit Off, 20%!"
Aliran kekuatan yang aku tahan, mulai merembes keluar dari tubuhku. Tanpa ragu, aku menggunakan Aerial Move untuk segera kembali menuju desa secepatnya. Meninggalkan semua gadis bersama dengan Reona.
***
"Itulah yang terjadi, tapi.. apa-apaan dengan statusnya itu?" ungkapku menggunakan Clairvoyance pada sosok pria yang sepertinya sumber dari firasat buruk yang aku dapatkan sebelumnya.
Imitation of Marbas
Race: Unknown
Level: 600
Title: Imitation Creature
Job: -
HP: 600000
MP: 1200000
STR: 48000
INT: 120000
AGI: 32000
VIT: 60000
Skill: Fire Magic, Sword Mastery, Self Recovery.
Ultimate Skill: Inferno Magic, Demonize.
Imitation Creature? Maksudnya, dia ini mahluk imitasi? Terlebih lagi, meski memiliki Demonize, dia tidak termasuk dalam Ras Demon dan sebagai gantinya Ras miliknya itu Unknown? Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua ini. Aku bertanya pada Pleiades, tapi dia menjawabnya kalau dia sama sekali tidak tahu tentang ini.
"Artinya, kita tidak memiliki cukup banyak informasi tentangnya kah?"
"Begitulah! Akan lebih baik jika dirimu berhati-hati terhadapnya selama kita tidak tahu apapun tentangnya,"
"Aku tahu!"
Saat ini aku tengah dalam pelepasan batasan hingga 20%. Jadi seharusnya aku tidak terlalu kesulitan untuk menghadapinya. Namun biarpun begitu, aku tidak boleh meremehkannya.
"Clairvoyance? Tidak, Mystic Eyes kah?"
Aku langsung tersentak saat mendengarnya. Membuatku semakin meningkatkan kewaspadaan yang aku miliki terhadapnya.
"Bisa mengetahui Mystic Eyes dalam sekali lihat? Kau, siapa sebenarnya?" tanyaku.
"Kukuku kuhahaha! Namaku adalah Marbas! Itu saja yang perlu engkau ketahui, High Human," jawabnya yang lagi-lagi membuatku tersentak.
Aku berdecak kesal dan segera melesat cepat kearah Marbas tanpa pikir panjang. Mengayunkan Pleiades secepat yang aku bisa untuk memenggal kepalanya. Tetapi Marbas dengan sigap menahannya dengan tangan kiri miliknya.