Chapter 2 - Bab 2

IPAH POV

Sore itu langit terlihat sangatlah cerah di Desa terpencilku berada. Suatu kegembiraan di dalam hatiku pun selalu mengiringi. Selain aku yang memiliki seorang kekasih, hidupku pun masihlah terasa sangat bahagia.

Tidak ada suatu rasa kegelisahan maupun perasaan yang tidak enak di dalam hatiku.

Sekita jam 4 sore, aku baru pulang jalan-jalan dari pantai bersama dengan kekasihku.

Selesai jalan-jalan, aku di antarkan olehnya sampai di perbatasan Desa. Aku langsung menurunkan kedua kakiku dari motor doyoknya di perbatasan Desa, lalu aku segera menyuruh kekasihku untuk segera berangkat kembali. Aku takut jikalau nanti, aku jalan bersama dengan kekasihku ini di lihat oleh kedua bola mata Ayahku.

Dengan rasa ceria dan kegembiraan yang ada di dalam hatiku, aku pun berjalan menelusuri sungai menuju ke rumahku.

Sesampainya di depan rumah, terlihat ayahku yang sedang memotong-motong kayu di dalam matrialnya yang berada di depan rumahku.

Aku segera masuk ke dalam rumah sebentar, lalu keluar kembali untuk membersihkan serutan kayu dan juga membersihkan pelataran rumah yang selalu di kotori dedaunan pohon mangga besar yang ada di halaman rumahku.

Aku mengambil sapu lidi lalu menyapu halaman rumah sambil bernyanyi-nyanyi dengan rasa kegembiraan yang ada di dalam hatiku. Selesai menyapu dedaunan kering, aku pun langsung membakarnya.

"Pah.." Ayahku memanggilku sambil merokok berdiri di pintu rumah.

"Iya Pak?" Jawabku sambil menaruh sapu lidi di bawah pohon mangga besar lalu berjalan mendekatinya.

"Kemari Pah?" Ucap Ayahku sambil berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk di kursi ruangan tamu.

Aku pun berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk di kursi berhadapan dengannya.

"Pah, kalau nanti kamu sudah memiliki kertas selembar persegi empat yang di laminating dua lembar plastik, saya ingin kamu bekerja seperti Susan dan Yati saja?" Pinta Ayahku.

DEG!

"Aku tidak mau Pak. Aku tidak mau bekerja seperti itu!" Aku sangat tidak terima, aku sangat menolak permintaan Ayahku.

"E-eh sudah lancang melawan kamu ya!"

PLAK!!! Sebuah tamparan keras dari telapak tangan Ayahku mendarat dan menapak di pipi sebelah kananku. Terasa sangat panas hingga aku meneteskan air mataku.

"Hikshikshiks.." Aku menangis pelan sambil memegang pipi.

Aku langsung berdiri lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Aku menangis sambil memeluk bantal di atas kasur kapukku.

"Ingat Pah? Tanpa adanya saya? Kamu tidak akan lahir ke dunia ini! Mau jadi anak durhaka kamu!" Teriak Ayahku. Sebuah kalimat yang seringkali membuatku merasa sangat bersalah jika aku melanggar perintah dari Ayahku. Aku hanya menangis sambil menutup kupingku dengan bantal di dalam kamarku.

"Limaaah!" Ayahku teriak memanggil Ibuku.

Ibuku yang sedang berjongkok meniup bara api kayu bakar di dapur pun langsung memberhentikan kegiatannya. Ibuku berdiri lalu berjalan menemui Ayahku yang sedang marah duduk di kursi ruangan tamu.

"I-iya Mas?" Tanya Ibuku sambil mendaratkan bokongnya ke kursi secara perlahan bersama dengan rasa ketakutannya.

"Urus anakmu itu! Bilang ke dia? Tanpa adanya saya, dia tidak akan lahir ke dunia ini!"

Ibuku hanya duduk menunduk di depan Ayahku. Tidak berani melawan sama sekali.

BRAK!!! "Dengar tidak kau Limah!" Gertak Ayahku sambil menggebrakkan Meja.

Seketika tubuh Ibuku tersontak kaget bergetar mendengar gertakan bersama dengan gebrakkan meja itu.

"I-iya Mas, nanti aku akan berbicara secara pelan-pelan sama Ipah." Ucap Ibuku.

"Awas kamu kalau tidak becus! Saya ceraikan kamu hari ini juga!" Ayahku menggertak kembali.

"I-iya Mas." Ucap Ibuku sambil mengelap cairan bening yang menetes dengan sendirinya dari pelipis bola matanya menggunakan kain tapih yang di pakai sebagai bawahannya.

Ayahku mendirikan badannya lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ibuku mendirikan badannya lalu mengikuti Ayahku berjalan dari belakang.

Ayahku langsung mengobrak-ngabrik seisi lemarinya.

"Mau di apakan itu Mas?" Tangan Ibuku dengan tangganya yang ingin meraih perhiasan yang sedang di pegang oleh Ayahku.

"Diam kau Limah!" Ayahku menyikut tangan Ibuku.

"Saya akan jual perhiasan ini untuk memasang judi. Faham!" Ucap Ayahku.

"Jangan Mas, jangan? Itu harta milik kita satu-satunya. Hukshukshuks." Ibuku menangis sambil mengeluarkan suara tangisannya secara pelan.

"Alah, perhiasan ini juga saya yang beli. Nanti saya ganti!" Ucap Ayahku.

"Urus saja anakmu Limah! Awas kalau tidak becus!" Ucap Ayahku sambil berjalan menuju keluar rumah.

Ayahku langsung mengeluarkan motor Astrea-nya. Ayahku mencapkan gas motornya, mengarahkan tujuannya ke salah satu Toko Emas yang berada di tetangga kecamatan Desa Terpencilku ini untuk menjual perhiasannya.

Ibuku hanya menatap Ayahku pergi dari pintu rumahku.

Ibuku membalikkan badannya lalu berjalan menemuiku yang sedang menangis sambil tiduran tengkurap memeluk bantal di dalam kamarku.

Ibuku mendarat bokongnya di sebelahku.

"Maafin Bapak-mu Ndo? Bapakmu itu tidak sengaja. Sebenarnya dia itu sangat sayang kepada kamu." Ucap Ibuku sambil menyisir-nyisir rambutku yang lumayan panjang dengan jari jemarinya.

"Tapi Mak? Aku tidak mau kalau harus kerja jadi lont*! Hukshukshuks." Aku berkata sambil menangis.

"Emak sangat faham Ndo. Hukshukshuks.." Ibuku mengusap air matanya dengan kain tapih.

"Tidak ada anak lain selain kamu yang bisa di andalkan Ndo. Hukshukshuks.."

"Kedua kakak-mu sudah pada menikah, sementara adik-adikmu sangatlah masih kecil. Hutang Ayahmu sudah banyak Ndo. Hukshukshuks.."

"Rumah ini juga sudah mau roboh. Kalau bukan kamu, mau siapa lagi yang bisa di andalkan Ndo. Hukshukshuks.."

Ibuku berkali-kali berkata sambil menangis dan sesekali mengusap air matanya dengan kain tapih yang di pakai sebagai bawahannya.

Hatiku benar-benar sanngat teririris. Hatiku benar-benar sangat hancur. Namun aku sangat lemah ketika melihat Ibuku yang sedang menangis, aku sangat lemah ketika melihat Ibuku di gertak oleh Ayahku.

Di satu sisi aku tidak sangat rela jika aku kerja menjadi seperti itu, namun aku melihat di satu sisi yang melihat penderitaan Ibuku.

"Baik Mak, aku akan menuruti perintah Bapak. Tapi aku punya permintaan Mak? Hukshukshuks" Reflek aku pun menggertak Ibuku sembari menangis.

"Apa itu Ndo? Apa permintaan yang kamu minta Ndo? Hukshukshuks.."

"Halalkan aku untuk melakukan sesuatu dengan seorang pria pilihan aku Mak. Hukshukshuks.."

"Hukshukshuks.. Baik, Emak akan mengijinkan permintaan kamu Ndo. Hukshukshuks.."

"Emak akan menjaga rahasia kamu dari Bapakmu Ndo. Hukshukshuks."

Ucap Ibuku sambil terus-terusan menangis.

Ibuku memahami apa maksud dari permintaan anaknya ini. Ibuku bukannya merasa bingung, namun itulah jalannya supaya Ia tidak di ceraikan oleh Ayahku dan juga agar anaknya ini terhindar dari kemarahan ayahku.

Suatu pilihan yang sulit bagi Aku maupun Ibuku dan terdengar gila. Tapi itulah yang terjadi di dalam kehidupan keluargaku.