Chapter 5 - Bab 5

POV Ipah.

Ayahku (Arca) sudah sampai di warung dan sedang berdiri di depan warung kopi yang berada di seberang jalan rumahku.

"Beli rokok Sus?" Ucap Ayahku (Arca) kepada seorang Ibu-ibu gemuk pemilik warung kopi.

"Rokok apa kang?" Tanya Susi.

"Garfit Sus." Jawab Ayahku (Arca).

"Itu saja kang?" Tanya Susi.

"Iya, itu saja." Jawab Ayahku (Arca).

Susi langsung mencari lalu mengambil rokok Garfit dari etalase warungnya.

"Ini kang?" Susi memberikan rokok.

"Mamat kemana Sus?" Ayahku (Arca) menanyakan suaminya Susi sambil memberikan uang membayar rokok dan juga menerima rokok dari Susi.

"Ada di dalam kang. Mau ada kerjaan ya kang?" Tanya Susi.

"Iya, mau saya ajak ketemuan sama orang malam ini." Ucap Ayahku (Arca).

"Langsung masuk saja kang ke dalam?" Ucap Susi.

"Okey." Ucap Ayahku (Arca).

Ayahku (Arca) segera berjalan menuju rumahnya Bang Mamat.

"Assallamu allaikum.." Ucap Ayahku (Arca) sembari membuka pintu rumahnya Bang Mamat.

"Eh kamu bro? Duduk bro?" Ucap Bang Mamat yang melihat Ayahku (Arca) berucap salam sambil membuka pintu rumahnya.

Ayahku (Arca) mendaratkan bokongnya di sebelahnya Bang Mamat.

Mamat ini adalah seorang Pria 38 Tahun, tampan, berkumis tipis, gempal, gagah dan kekar. Selain sebagai tetangga seberang jalan rumaku, Ia juga merupakan teman gila sepermainannya Ayahku (Arca).

"Kenapa kamu bro? Kelihatan sedang stres kayak gitu?" Tanya Bang Mamat.

"Hancur Mat." Jawab Ayahku (Arca).

TOK! TOK!

Bang Mamat dan Ayahku (Arca) langsung terdiam mendengar suara ketukan pintu.

Susi langsung berjalan masuk.

"Ini kang kopinya?" Ucap Susi sambil menaruh kopi diatas meja lalu duduk di Sofa berhadapan dengan Bang Mamat.

Bang Mamat langsung memelototkan kedua bola matanya kepada Susi, menandakan ini bukanlah urusannya perempuan dan tidak boleh ikut campur ataupun nimbrung.

"Silahkan di minum kang? Saya tinggal ya kang?" Ucap Susi sambil mendirikan badannya lalu berjalan keluar menutup pintu rumahnya.

"Makasih Sus.." Jawab Ayahku (Arca).

Susi tidak mendengar dan tidak menjawabnya. Susi langsung mendaratkan bokongnya di kursi karet yang berada di pinggir warungnya.

"Tadi kamu mau ngomong apaan bro?" Tanya Bang Mamat.

"Hancur Mat. Saya kecolongan." Bisik Ayahku (Arca) di telinga Bang Mamat.

"Maksudnya?" Tanya Bang Mamat.

"Anak saya sudah tidak perawan lagi Mat, stres saya jadinya." Jawab Ayahku (Arca).

"Dasar bodoh kamu. Kenapa bisa sih?" Tanya Bang Mamat.

"Saya kan tidak dapat menjaga setiap saat anak saya Mat. Saya juga tidak tahu kalau sehabis Maghrib itu anak saya pergi dari rumah dan di bawa oleh Pemuda sampah itu." Ucap Ayahku (Arca).

"Kapan kejadiannya sih?" Tanya Bang Mamat.

"Baru saja terjadi. Makanya saya kesini untuk meminta solusi." Ucap Ayahku (Arca).

"Begini saja bro. Cibiran anakmu yang sering keluar dari mulut orang-orang disini itu sudah lumayan sering saya dengar, bahwa anakmu itu sering di bawa oleh Pemuda itu." Ucap Bang Mamat.

"Terus saya harus bagaimana Mat?" Tanya Ayahku (Arca).

"Sebaiknya kamu nikahkan saja anakmu itu dengan pemuda itu bro?" Jawab Bang Mamat.

"Maksudnya Mat?" Tanya Ayahku (Arca).

"Ya, kamu harus menikahkannya namun hanya untuk sekedar menambal cibiran bibir yang sudah tersebar di kampung ini. Terlebih dengan anakmu yang sudah kena sama Pemuda itu." Ucap Bang Mamat.

"Kamu juga harus meminta barang bawaan dari keluarga Pemuda itu. Biar tidak rugi-rugi amat bro." Sambung ucapan Bang Mamat.

"Terus saya harus beneran menikahi mereka berdua gitu Mat?" Tanya Ayahku (Arca).

"Ya, kamu harus segera menikahkan mereka berdua secepatnya. Tapi dengan syarat." Ucap Bang Mamat.

"Syarat gimana Mat?" Tanya Ayahku (Arca).

"Sini?" Bang Mamat meminta Ayahku (Arca) untuk mendekatkan kupingnya ke mulutnya yang ingin berbisik.

Ayahku pun turut mendeketkan kupingnya ke dekat mulutnya Bang Mamat.

Bang Mamat beberapa kali membisikkan sesuatu kepada Ayahku (Arca). Ia memberikan Informasi mengenai salah satu tempat, memberikan syarat untuk Pemuda itu, dan meyakinkan kepada Ayahku (Arca) bahwa anak gadis cantik mungilnya ini pun masihlah dapat laku keras meskipun sudah tidak perawan lagi.

"Bagaimana Bro?" Tanya Bang Mamat mengenai beberapa sarannya yang sudah di bisikkannya kepada Ayahku.

"Ok lah, saya akan mengikuti saranmu itu. Tidak salah saya punya teman seperti kamu." Ucap Ayahku (Arca).

"Satu lagi bro?" Ucap Bang Mamat.

"Apa lagi itu Mat?" Tanya Ayahku (Arca).

"Sini?" Bang Mamat kembali meminta Ayahku (Arca) untuk mendekatkan kuping ke mulutnya.

Ayahku (Arca) kembali mendekatkan kupingnya di dekat mulutnya Bang Mamat.

Bang Mamat membisikan suatu keinginan dirinya sendiri di telinga Ayahku (Arca).

"Bagaimana? Bisa kan?" Tanya Bang Mamat.

"Gampanglah masalah itu mah. Yang terpenting anak saya masih benar-benar bisa untuk bekerja." Ucap Ayahku (Arca).

"Biar lebih pasti? Mendingan sekarang kita pergi ke tempat biasa untuk menemui pemilik Cafe itu, sekaligus kita bersenang-senang. Kamu juga lagi kepengen di goyang kan bro?" Tanya Bang Mamat.

"Justru niat saya dari tadi kesini itu ingin mengajak kamu kesana? Makanya saya memakai setelan pakaian ini." Jawab Ayahku (Arca).

"Okey, tunggu sebentar ya bro? Saya ganti baju dulu." Ucap Bang Mamat sambil mendirikan badannya dari Sofa.

"Jangan lama-lama kamu Mat, batang hitam saya sudah tidak kuat." Ucap Ayahku (Arca).

"Hahaha.. Sabarlah bro." Ucap Bang Mamat sambil berjalan memasuki kamarnya.

Bang Mamat segera melepaskan sarungnya lalu memakai celana Jeans danmemakai pakaian kemeja nyentriknya. Setelah itu Bang Mamat berjalan keluar kembali sambil membawa tas kecil berisi uang yang lumayan banyak.

"Ayok bro?" Ajak Bang Mamat sambil mengeluarkan motornya dari ruangan Televisi.

Ayahku (Arca) langsung mematikan rokok, Ia berdiri lalu berjalan keluar dari rumahnya Bang Mamat.

Susi hanya menatap mereka berdua yang ingin pergi. Susi Istrinya Bang Mamat pun tidak berani untuk menanyakan kapan jadwal pulang suaminya ke rumah.

Bang Mamat langsung menstarter motornya. Ayahku (Arca) langsung menaikkan kedua kakinya di motornya Bang Mamat.

Bang Mamat mengarahkan tujuannya ke suatu tempat, cafe remang-remang yang berada di pinggir pantai di daerahku.

"Tenang saja Mat, saya pastikan anakmu itu masih dapat bekerja. Kamu tahu sendirikan gadis-gadis yang sering kita pakai saja, sudah pada tidak perawan, dan rata-rata mereka juga seorang janda muda tadinya." Ucap Bang Mamat sambil menyetir motor.

"Saya juga yakin, setelah kita berkunjung ke orang pinter itu, Pemuda sama anakmu itu tidak akan dapat berkutik. Yang berarti, mulutmu itu nantinya akan di tanggapi oleh mereka berdua." Sambung ucapan Bang Mamat.

"Okey, makasih banyak Mat atas solusinya?" Ucap Ayahku (Arca).

"Sama-sama, tapi kamu harus ingat, permintaan yang sudah saya bisikkan kepada kamu tadi itu?" Bang Mamat terlihat ingin sekali permintaannya di kabulkan oleh Ayahku (Arca).

"Ya gampanglah, sudah sama siapa saja kamu Mat." Ucap Ayahku (Arca).

Bang Mamat terlihat tersenyum, terlihat sangat gembira mendengar jawaban dari Ayahku (Arca).

Sekitar satu jam Bang Mamat menyetir motor lumayan mengebut di perjalanan, mereka berdua pun telah sampai di area Cafe remang-remang yang berada di pinggir pantai di daerahku.

Sejenak Bang Mamat memarkirkan motornya di parkiran cafe remang-remang itu. Ayahku langsung menurunkan kedua kakinya dari motor.

Ayahku (Arca) bersama Bang Mamat langsung berjalan masuk ke dalam Cafe remang-remang itu.