Seluruh tubuhku bergetar. Aku meyakinkan diriku bahwa ini mimpi. Ya!! Ini adalah mimpi buruk.
Kutampar pipiku sendiri. Mencoba mengembalikan kesadaranku yang mungkin menguap. PLAK!
Sakit. Pipiku sakit. Meski jauh lebih sakit batinku. Aku pun tertawa. Tawa yang sangat sumbang. Hahaha. Hahaha. Hahaha.
Ini ... adalah kenyataan.
Sebelum air mataku terbit, aku menelepon asistenku. Perempuan bernama Silvia itu merupakan mahasiswi magang yang luar biasa cerdas. Untungnya, dalam hitungan ketiga, dia sudah menjawab teleponku. Secepat kilat, tanpa banyak berkata lagi, aku segera menyatakan permintaanku.
"Tolong ... Bisakah kamu membuntuti suamiku? Aku ingin tahu .. Apa yang dilakukannya di kantor."
"Dan tolong ... Rahasiakan hasilnya kepada siapa pun, dan berikan semuanya kepadaku. Kamu mengerti?"
"Ada apa? Apakah Kakak baik-baik saja? Suara kakak kedengaran gemetaran,.. Apakah aku sebaiknya ke situ?"
Aku menggelengkan kepalaku, menahan pedihku sendiri. "Tidak... Aku hanya meminta hal itu kepadamu. Tolong ... Selidiki suamiku."
"Baiklah, Kak. Aku akan melakukannya. Tapi sebagai gantinya, jaga kondisi kakak. Aku nggak mau kakak sakit."
"Terima kasih, Silvia."
Dengan kalimat pendek itu, aku menutup telepon yang tersambung padanya.
Sungguh, hatiku serasa tercabik-cabik. Apakah benar ini adalah bukti konkret kalau dia selingkuh?
Bisa saja bukan, dia tidak selingkuh, temannya menggunakan testpack lalu menunjukkan kepadanya – supaya dia termotivasi dan aku juga hamil??
Segala pemikiran itu memenuhi kepalaku. Sebelum akhirnya, hatiku pun hancur.
Entah mengapa, firasatku mengatakan ... Kalau semua itu benar.
Kalau dia ... memanglah selingkuh. Di belakangku.
* * *
Pada malam harinya ..
Perempuan itu seperti intel. Ketika mereka penasaran akan sesuatu –mengenai mantan kekasih. atau pun wanita yang dekat dengan lelaki terkasihnya, maka dia mampu mencarinya sampai ke akar-akar.
Itulah yang aku lakukan. Setelah aku mengirimkan revisi skenario drama yang telah kugarap, aku pun langsung masuk ke akun media sosial suamiku.
Aku mencari secara menyeluruh, semua followersnya, komentar di postingannya, dan segala wanita yang pernah dekat dengannya.
"Jalang mana yang berani mendekati suamiku? Kenapa dia begitu tega sampai tidur dengan suami orang?"
Aku pun mencarinya ...
Sampai akhirnya, aku menemukan sebuah postingan, tatkala dia di tag di sebuah foto.
Latarnya itu di sebuah villa di dekat kolam renang. Aku ingat, Gerry pernah pergi ke villa bersama dengan rekan kerjanya. Namun, setelah kutelisik ... Aku pun menemukan keganjilan di foto tersebut.
Karena ... Di sana ada dua orang pria, dan dua orang wanita. Kedua wanita itu tersenyum menampilkan giginya.
Mereka mengenakan bikini super seksi, yang menampakkan bagian dadanya yang molek dan besar.
Tanganku bergetar. Rasanya aku tidak sanggup lagi.
Seketika, aku mendapati ponselku bergetar. Melihat namanya, ternyata Silvia yang menelpon.
Kuterima telepon itu dengan kondisi mental yang hancur lebur. Tetapi... Suaranya begitu rendah dan seolah tak yakin.
"Kakak, sekitar jam enam malam Mas Gerry pulang. Dia makan malam dengan teman kantornya. Ramai-ramai."
"Terus?" tanyaku sembari menahan suaraku agar tidak terdengar aneh, karena tangisku yang teredam.
"Aku masih menguntitnya dari jauh. Tetapi, dia malah pergi dengan seorang perempuan..."
"Dia ... Pergi ke motel."
Aku menelan ludahku yang terasa pahit. Beriringan dengan hatiku yang sangat perih.
"Kakak, aku akan mengirimkan fotonya kepadamu."
"Terima kasih ... Kamu boleh pulang, Silvia. Kamu—" aku pun menangis. Tidak sanggup lagi untuk menahan air mataku.
"Kakak??? Kakak? Apakah kakak—"
KILIK. Aku memutuskan telepon begitu saja. Aku sudah tidak kuat lagi.
Aku berteriak. Meneteskan air mataku dengan histeris.
Sebab, suami yang selama ini aku banggakan, suami yang aku elu-elukan, aku sayangi, dan aku dambakan ...
Ternyata bermain di belakangku.
Tring! Tring! Tring!!
Beberapa pesan pun masuk. Aku melihat pesan yang dikirimkan oleh Silvia.
Aku hanya menyeringai perih, kulihat foto-foto yang dikirimkan oleh Silvia.
Ternyata benar apa dugaanku. Gadis itu adalah Emmely Belladona. Teman kerja Gerry, wanita yang ada di foto itu.
"Semestinya aku menyadarinya... Aku begitu bodoh..."
Bagaikan menaruh garam di atas luka. Satu per satu foto dari Instagram Emmely aku buka. Kuperhatikan seksama.
Well... Dia memang cantik. Masih muda, fresh, dan belia. Usianya mungkin baru dua puluh lima. Mempunyai rambut berwarna cokelat yang berkilau.
Di saat itulah, aku melihat pantulan wajahku sendiri. Betapa mengerikannya aku. Selama menjadi seorang penulis..., aku bahkan tidak pernah merawat tubuhku.
"Apakah ... Apakah karena ini ... Dia tidak mencintaiku lagi?"
Tiba-tiba saja, sebuah pesan masuk dari ponselku. Kubaca pesan menjijikkan dari suamiku.
My Hubby : Sayang, aku pulang telat malam lagi. Jangan tunggu aku, ya. Love you.
Aku melihat ke arah jam dinding. Sekarang sudah pukul sepuluh malam. Dan Gerry terbiasa pulang lebih dari itu....
Ternyata selama ini ... Dia .... Benar-benar selingkuh.
"Dan sialnya .. Ini bukan mimpi buruk ..."
Aku menundukkan kepalaku. Meraung dalam pelukanku sendiri.
* * *