"U-urusan apa maksudnya, Pak?" tanya Marion, tak mampu singkirkan kegugupannya kali ini.
Meski berusaha sekuat tenaga untuk membuang jauh pikiran mesum yang sempat melintas, tetap saja ia kini tengah berada di hadapan William Reynz, atasannya yang menawan tetapi misterius, yang ia akui tak mungkin mampu ia tolak jika pria itu sampai berhasil menyentuh sedikit saja permukaan kulitnya.
Marion menelan salivanya, kala aroma tubuh William menyeruak dan berputar di rongga hidungnya. Napasnya tersengal sesaat, saat dirinya tak berhasil menelan kegugupannya.
Bagaimana dengan pria itu? Apakah ia merasakan hal yang sama dengan apa yang Marion rasakan saat ini? Mengapa ia tampak begitu seolah hak terusik sama sekali dengan kondisi ini?
Ia masih berdiri di hadapan Marion dengan sikap tenang, berwibawa, dan sangat mengintimidasi gadis di hadapannya.
"Urusan antara kita." William masih tampak tenang. Lebih tepatnya, berusaha tampak tenang.
Mana mungkin ia tak gugup, gadis di hadapannya ini menurut Ange mungkin saja adalah jodohnya. Bagaimana mungkin? Gadis itu hanya manusia biasa. Tak memiliki darah keturunan dari bangsa yang sama dengan William. Lantas pantaskah jika dijadikan sebagai jodohnya?
Pria itu mendengkus. "It's gotta be kidding," racaunya.
"Eh? Apa?" Gadis itu membulatkan maniknya, saat tanpa sengaja mendengar potongan kalimat yang diucapkan William.
"Tidak. Ayo kita kembali ke kantor saja dan membahas segalanya di sana."
Benar. Sepertinya akan lebih 'aman' jika mereka menyelesaikan bisnis itu di kantor. Sekalian membujuk Marion agar segera menanda tangani kontrak itu. Atau ... perlukah ia mengubah sedikit isi kontraknya? Mungkin ... agar menjadi sedikit bersifat formal.
Terlebih setelah ia tak berhasil menjadikan Marion sebagai santapannya. Mungkin akan lebih baik jika dirinya mengikuti perkataan Ange, menandai gadis itu, lalu memberinya kontrak. Lalu setelah sekian bulan, ia akan menghapus tanda itu, dan urusan mereka akan berakhir.
Semudah itukah?
Lantas untuk apa ia memberi tanda pada Marion jika harus ada kontrak semacam itu? Apakah Marion hanya akan menjadi alat untuk kebutuhan biologisnya saja? Dan setelah ia bosan maka kontrak berakhir?
Tidak, tidak!
William tidak sebejat itu.
Pria itu bahkan tak pernah melampiaskan hasratnya begitu saja. Ia termasuk pria yang pemilih dan setia, tentu saja.
Selama ini belum ada satu wanita pun yang berhasil mengacaukan dirinya seperti apa yang dilakukan Marion terhadapnya sejak kemunculan gadis itu.
Lantas, mengapa begitu mudah ia melakukannya dengan Marion saat itu? Jawabannya adalah jelas, karena apa yang ia rasakan, apa yang ia hirup, bagaimana reaksi tubuhnya saat berada di dekat gadis itu sangat berbeda dengan yang ia rasakan ketika berada di dekat wanita lain.
Sangat jauh berbeda.
Jadi, bisakah ia katakan bahwa ia baik-baik saja? Bisakah ia katakan bahwa Marion bukan siapa-siapa baginya? Bagaimana jika Ange benar, bahwa William pada akhirnya akan merugi jika ia tak juga memberi tanda pada Marion dan lalu gadis itu dimiliki oleh yang lain?
William menggeleng keras, berusaha menepis apa pun yang mengganggunya. Apa yang harus ia lakukan saat ini adalah mengamankan Marion secara tertulis terlebih dahulu. Hanya agar Marion tahu batasan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan baginya.
Benar, seperti itu lebih baik.
"Aku sudah merevisi surat kontrak untukmu. Isinya relatif sama. Hanya saja, aku menambahkan beberapa pasal penting di sana yang harus kau lakukan."
Marion ternganga sebagai reaksi dari apa yang dilakukan bosnya yang aneh itu.
Belum juga ia menanda tangani surat sebelumnya, ia harus membaca dan memahami ulang pasal aneh lainnya. Ia sungguh penat. Dan kelaparan.
Bolehkah jika urusan pekerjaan itu ditangguhkan hingga besok?
"Pak, tidak bisakah kita makan dulu? Aku sungguh tidak bisa berpikir jernih jika kelaparan," rengek Marion, persis anak-anak yang meminta izin agar diperbolehkan makan permen.
William tak merubah ekspresinya sama sekali. "Tenang saja. Aku sudah meminta Leah untuk membawakan makanan bergizi untuk kita."
"Syukurlah."
"Karena itu, sembari menunggu, bacalah kembali pasal yang belum kau baca."
Marion membelalak kala mendengar perintah William. Dengan malas akhirnya ia buka lembar demi lembar di hadapannya, membaca dengan cermat apa saja yang tertulis di sana.
***
Manik Marion melebar kala dirinya tiba pada pasal ketiga poin ke-10. Lagi-lagi ia dibuat terheran dengan jalan pikiran pria ini.
"Berperan tak hanya sebagai asisten pribadi yang melayani hal di luar batas tabu, tetapi juga termasuk di dalamnya segala pemenuhan kebutuhan yang dianggap tidak rasional, jika pihak pertama menghendaki? Apa maksudnya, Pak? Bisakah Anda jelaskan ini?"
Pertanyaan yang kini tengah berputar di benak Marion adalah mengenai apa saja hal yang dianggap tabu dan tidak? Dan apa saja yang harus dilakukan Marion, yang termasuk dalam 'kehendak' William?
"Maksud Anda, aku harus berperan sebagai wanita simpanan? Yang melayani segala hal termasuk—"
"Ya."
"Apa? Kau sudah gila, William Reynz!? Belum pernah ada seorang pun yang berani merendahkanku seperti ini, dan ini—kau memang luar biasa!"
Marion membanting tumpukan kertas itu di atas meja, kemudian meraih tasnya dan melangkah pergi. Namun, jelas, William tak akan membiarkan gadis itu pergi begitu saja.
Dengan langkah cepat yang tidak disadari oleh Marion, William sudah ada di hadapan gadis itu, menyodorkan kertas yang semula ia hempaskan ke atas meja, terbuka di halaman lain yang belum sempat dibaca oleh Marion.
"Kau seharusnya membaca halaman berikutnya. Di pasal yang sama, poin selanjutnya."
Marion menatap iris coklat milik pria itu, ragu-ragu, mencoba membaca apa yang tengah dipikirkan oleh William yang membuat Marion berkali berdecap kesal. Ia kemudian meraih kertas dari tangan pria itu. Tanpa beralih posisi, langsung ia baca dan pahami dengan saksama.
'Pihak pertama tidak diperbolehkan melakukan atau memberi kontak fisik, dalam bentuk apa pun, tanpa seizin pihak kedua atau tanpa kerelaan bersama.'
"Ini sungguh gila! Aku belum pernah tahu ada kontrak kerja semacam ini. Aku diperkerjakan hanya untuk menjadi simpanan, yang meski kau tambah pasal atau poin apa pun untuk membuatnya tampak sopan, tetap saja menjijikkan di mataku, Tuan Reynz! Sudahlah ... sepertinya aku lelah hari ini. Jika besok aku tidak datang, jangan tunggu atau mencariku."
Marion serius dengan apa yang ia katakan kali ini. Semua yang telah diatur oleh William untuknya, sudah di luar batas dan tak bisa diterima akal sehatnya.
Marion, seorang gadis yang bahkan dijuluki gadis gua karena terlalu percaya pada aturan konvensional—yang pada akhirnya melepaskan keperawanannya pada pria misterius yang hingga saat ini tidak ia ketahui apa dan siapa—harus mengikuti keinginan bosnya yang mungkin menyimpan niat kotor di dalamnya.
Ia bisa membaca itu.
Terserah jika William menganggap Marion sebagai gadis yang gegabah, tetapi pria itu harus tahu, Marion bukanlah barang yang bisa disimpan dan dipakai selama jangka waktu tertentu. Terlebih jika itu tidak menjamin dirinya akan baik-baik saja selama menjalani tugas sebagai 'asisten pribadi' William.
Bolehkah jika ia menambahkan tanda kutip pada kata asisten pribadi yang disematkan padanya oleh pria itu? Karena sepengetahuannya, itulah yang tengah ia sandang saat ini. Wanita penghibur yang terselubung.
Namun, jika ia tidak menerima kontrak itu, bagaimana dengan biaya yang dibutuhkan olehnya untuk pengobatan Jeremiah Alsen—ayahnya yang kini tengah dirawat di pusat rehabilitasi atas penyakit langka yang ia derita?
Terlebih, belum ada satu dokter pun yang berhasil mengidentifikasi apa tepatnya penyakit yang diderita ayah Marion hingga membuat seluruh petugas medis terpaksa memasung dan mengasingkannya.