Chereads / Bunga Menikah / Chapter 2 - Prolog

Chapter 2 - Prolog

Bunga, seorang gadis desa berumur 17 tahun. kulitnya putih, wajahnya oval, Sangat cantik dan pintar. Anak tunggal dari pasangan Nanda dan Dinda.

Bunga tinggal di kampung dekat pantai Pasir Putih. Sepulang sekolah dia membantu ibunya bekerja. Yaitu berjualan asesoris keliling pantai.

Hari ini hari Sabtu, karena sekolah libur, Bunga membantu jualan ibunya dari pagi hingga sore. Tepat pukul 7 malam, kedua orangtua bunga mengajaknya makan malam di luar. sederhana, hanya makan nasi goreng di lestoran.

"Tumben Ayah ngajakin makan diluar?" tanya bunga.

"Kamu lupa ya, Bung?" ibuku balik nanya.

Bunga mengerutkan keningnya.

"Lupa apa Buk?"

"Hari ini kan hari ulangtahunmu,"

sahut Ayah.

Bunga menutup mulutnya yang membulat. Matanya mengembun.

ia sama sekali tak ingat jika tepat dihari ini, umurnya genap 17 tahun.

Ayah mencium kening Bunga dengan penuh kasih sayang.

"Selamat ulangtahun ya sayang. Maafin Ayah yang belum bisa membahagiakanmu."

Bunga memeluk Ayah, keluarlah bulir bening yang ia tahan sedari tadi. "Bunga bahagia, Yah. Bunga merasa sangat beruntung mempunyai Ayah dan Ibu."

Mereka bertiga saling berpelukan erat.

"Pak, Buk, pesanannya." Mas pelayan lestoran datang membawakan tiga piring nasi goreng, lengkap dengan nasi dan minumannya.

"Ah, iya, mas. Terima kasih," ucap ibuk.

"sekarang kita makan dulu ya."

Mereka bertiga makan dengan binar bahagia. Memang bukan keluarga yang berkecukupan. Bahkan penghasilan Ayah dan ibu Bunga hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Bunga bisa tetap meneruskan sekolah SMA karena mendapat beasiswa. Ia selalu mendapat peringkat 1 di sekolahnya.

"Sudah selesai, ayo kita pulang."

Ajak ayah setelah membayar tagihan.

Mereka bertiga pulang berjalan kaki, karena memang tidak mempunyai kendaraan pribadi. Bunga menuntun sepedanya agar bisa tetap pulang bareng ayah dan ibu.

"Naiki sepedamu, Bung. kamu nanti capek kalau ikutan jalan kaki, tadi seharian sudah kerja. "kata ayah.

"Bunga kan pengen pulangnya bareng sama ayah dan ibu." tolak bunga.

"Udah naiki aja Bung. kamu pulang duluan, lampu yang menerangi jalan dihidupkan. pasti gelap banget rumah kita." Kata ibu.

"Ya udah, bunga pulang duluan."

Akhirnya nurut.

Bunga menaiki sepeda, mendahului kedua orangtuanya yang jalan bergandengan. terukir senyum bahagia di bibir keduanya. melihat putri semata wayang Sudah tumbuh besar dan sangat cantik, tentu sangat bahagia. apalagi Bunga sangat berprestasi dan disenangi semua guru di sekolahan.

Tin! Tin! Tin!

Braak!

Bunga yang sudah bersepeda sekitar 300 meter itu menoleh. menghentikan sepeda, membuangnya.

"Ayah! ibu!" teriaknya.

Berlari sekuat tenaga ke arah ayah dan ibunya yang sudah tergeletak di jalan raya. sebuah mobil sport warna hitam menabrak kedua orang tua bunga.

Darah memenuhi aspal hitam.

Orang-orang berkerumunan menolong korban. Seketika, jalanan macet total.

Melihat wajah kedua orang tua yang tak lagi terlihat karena tertutup darah, pandangan Bunga kabur. Dia ikut pingsan.

warga setempat menolong Bunga, membopongnya diteras salah satu rumah yang terletak di pinggir jalan. 15 menit, polisi datang mengamankan pengendara mobil. tubuh ayah dan ibu bunga dibawa ke rumah sakit terdekat. ibu bunga sudah meninggal di tempat kejadian, kepalanya terbentur pembatas jalan dan dadanya terkena batu. Ayahnya kritis dan perlu mendapatkan penanganan khusus.

Bunga menangis tanpa di depan ruang ICU. Untung ada jaminan kesehatan dari negara jika tidak diasah tahu lagi harus membayar biaya dengan apa. polisi datang meminta keterangan, tak lama para tetangga juga datang untuk menguatkan Bunga.

seorang laki-laki pengendara mobil avansa itu diamankan di kantor polisi. ada tiga orang lagi, yang juga ikut diamankan. Mereka yang berada didalam mobil itu.

Pangeran Agustia victory, lelaki berumur 18 tahun si pengendara sekaligus pemilik kendaraan. bocah kelas 12 SMA dengan posisi mengantuk saat mengendarainya.

Tampan, maco, keren dan berpenampilan menarik. Rambutnya hitam. Tingginya 180 cm

dengan postur tubuh yang atletis. seorang pemain basket terkemuka seantero SMA srikandi Jakarta.

datang untuk berlibur ke Jogja dengan tujuan pantai Pasir Putih. Nggak nyangka, belum juga masuk TPR udah nabrak orang. itupun korban meninggal dan yang satu kritis.

Minggu pagi, kedua orang tua pangeran sudah tiba di Jogja. mama dan papa pangeran mengunjungi rumah sakit terlebih dahulu. merasa sangat IP saat melihat gadis mungil yang duduk sendirian di kursi besi depan ruang ICU.

berbicara sebentar untuk meminta izin menjenguk pasien di dalam. setelah mendapatkan izin, kedua orang tua pangeran dipersilahkan masuk dengan seragam dari rumah sakit.

wajah pucat seperti tanpa aliran darah itu terbaring lemah. banyak alat yang tertancap di tubuh pak Nanda. Risma, Mama pangeran menitikkan air mata melihat keadaan orang tua ini. Dodi ,apa pangeran mengelus lengan istrinya, memberi kekuatan lewat tangan.

"pa, kasihan nasib anaknya. semua karena ulah anak kita." Risma nangis.

"Papa akan menanggung hidup gadis itu, Ma."

tangan pak pak Nanda bergerak pelan, lalu matanya terbuka perlahan. Mengedarkan pandangan ke segala arah. Mungkin mencari keberadaan sang istri, atau anaknya. Melihat pasien sadar, dengan sigap pak Dodi memencet bel yang ada di atas ranjang pesakitan.

"Pak, sudah sadar," sapa Pak Dodi. pak Nanda hanya mengangguk lemah.

"Dimana Bunga? Anakku." Suaranya sangat lirih.

"Dia ada diluar, pak." Nindi yang menjawab, dokter dan 2 orang sukses datang meminta pak Agus dan Nindi keluar ruangan.

"Kalian siapa?"

belum sempat pak Nanda menjawab. Dokter dan dua orang suster datang. Meminta pak Dodi dan Risma keluar ruangan.

Di luar, Bunga tak banyak bicara, ia hanya duduk diam dengan kepala menunduk. Berdoa dalam hati, agar ayahnya selamat. ketakutan itu sudah menjalar didalam hati. ibuknya sudah tak ada, tak akan kuat jika ayahnya pun ikut menyusul pergi. Kembali setetes air menetes dari sudut mata. Bunga mengusapnya dengan kasar. tak menyadari jika pak Agus memperhatikannya sedari tadi.

Ceklek!

Dokter keluar dari ruangan. "saudara Bunga, pasien ingin bertemu dengan anda."

Dengan cepat, Bunga berdiri dan segera masuk ke dalam ruangan. pak Dodi mendekati dokter lelaki itu.

"Bagaimana perkembangan pasien Dok?"

dokter menghembuskan nafas resah. "tidak bisa terlalu banyak berharap pak. Bisa jadi besok atau besoknya." Jelas Dokter.

Risma menutup mulut yang membulat. Menangis, tak kuasa mendengar kenyataan itu.

"kalian coba masuk saja. Mungkin masih ada kesempatan untuk meminta maaf." Lanjut pak Dokter, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Akhirnya, Dodi dan Risma masuk menemui pak Nanda. Terlihat menangis sesenggukan di samping ayahnya.

"pak, maafkan anak kami yang sudah membuat bapak dan istri mengalami kecelakaan." Ungkapan maaf dari pak Agus.

pak Nanda masih bisa tersenyum lebar. "Tak apa pak, saya sudah memaafkan. Mungkin memang jalan hidup saya harus begini."

Nindi hanya diam, tapi matanya sudah basah. Sungguh baik keluarga ini. Batinnya.

"Saya akan membiayai semuanya,

pak. Termasuk kehidupan anak bapak." lanjut pak Dodi.

"saya punya satu permintaan sebelum saya benar-benar pergi, pak." pinta pak Nanda.

"Apa itu pak? pasti akan saya kabulkan. Apapun itu."

"saya ingin menikahkan Bunga sebelum saya pergi. Itu adalah keinginan terbesar dalam hidup saya. sebagai seorang Bapak, saya merasa sangat lega jika saya sendiri yang mau mengucap ijab khobul untuk anak saya." Suara pak Anis tersendak, sangat lirih.

Bunga menangis sesenggukan. "Yah, aku mau nikah sama siapa? Aku masih sekolah."

"Baik, Pak Nanda. Pangeran, anak kedua saya, akan menikahi Bunga esok hari." Jawab pak Dodi dengan mantap.