Chereads / Bunga Menikah / Chapter 6 - Bunga Tinggal Di Jakarta

Chapter 6 - Bunga Tinggal Di Jakarta

Bunga Pindah Di Jakarta

Pukul 10.00 Malam

Bunga, pangeran, Pak Agus dan Bu Nindi turun dari mobil jemputan. Dengan lembut Bu Nindi mengulurkan tangan, membantu Bunga turun dari mobil.

"sekarang, ini juga rumah kamu." Merangkul bunga, sedikit mengelus lengannya.

Bunga terkagum melihat rumah berlantai dua yang begitu megah.

Menoleh ke kiri kanan. Ada garasi yang ukurannya lebih besar dari rumahnya. Sekitar tiga mobil dan dua motor ada di samping mobil itu. Taman depan begitu luas. Ada gazebo di depan rumah , disampingnya rumah ada kolam renangnya lengkap sama ayunan berkursi panjang disana.

nggak nungguin yang lain, Pangeran udah melangkah masuk lebih dulu. Nindi menarik tubuh Bunga untuk berjalan memasuki teras, kemudian masuk ke dalam rumah.

Lagi-lagi bunga terkejut melihat seisi rumah yang sangat mewah. lampu gantung yang sangat besar dan bagus banget, belum lagi banyak pernak-pernik di lemari kaca samping ruang tamu. Di Jogja, Bunga belum pernah menjumpai rumah yang sebesar dan sebagus ini.

Bu Nindi membawa bunga menaiki tangga. Tepat di samping tangga, ada dua pintu bercat putih buang berjajar.

"Ini kamar kamu. Yang sebelahnya, kamar pangeran. Kalau butuh apapun, kamu bisa panggil pangeran.

"Iya nanti kalau kamu butuh apa bisa panggil aku atau bukan Siti, Pangeran muncul dari bawah, menaiki anak tangga. Tanpa ngomong lagi, segera bukan pintu kamar, masuk lalu menutupnya kembali.

Bu Dina membukakan kamar untuk Bunga. Wajah bunga kelihatan sangat terkejut. Nuansa biru langit di kamar ini sangat tepat sama warna kesukaannya. luasnya tiga kali dari kamar bunga yang ada di Desa.

"Mama tinggal ya. Kamu istirahat,Mama juga mau istirahat." Bu Nindi melangkah keluar kamar.

"Ma, kamar Mama di mana?"

pertanyaan Bunga mengehentikan langkah Mama.

Kembali menoleh. "Itu dibawah."

"Oh," ngangguk, lalu Bu Nindi berjalan menuruni tangga.

Bunga menutup pintu kamar. Duduk di atas tempat tidur, menghentakkan bokongnya lagi. Lalu tersenyum." Empuk banget. Jauh beda sama kasur yang ada di rumah Ayah." Bicara sendiri.

Beranjak, mencoba duduk di kursi samping tempat tidur. "Meja belajarnya bagus. " Menyalakan lampu yang ada di meja itu.

Selesai kagum sama meja belajar, Bunga membuka lemari pakaian. Masih kosong. Lalu teringat sama tas ransel yang tadi dibawa dari desa. Memasukkan baju itu ke dalam lemari. Mematut wajah didepan cermin yang nempel di pintu lemari. Langkahnya tertuju pada pintu kaca sebelah kanan kamar. Membuka gorden biru itu, lalu gorden tipis yang ada di lapisan belakang. Membuka pintu kaca itu.

Whhuss!

Semilir angin malam menerpa wajah bunga, membelai rambut panjang yang dibiarkan terurai. Melangkahkan kaki keluar, lalu lengannya bertumpu pada pagar balkon. Menatap langit yang dipenuhi dengan bintang.

"Halo, Ayah. Bunga disini. bunga beneran pergi dari Jogja, Yah. Ayah sama ibuku tenang disana ya. Bunga pasti akan bikin kalian bangga. "Tersenyum menatap beberapa bintang yang ada di langit.

"Kamu tidak tidur? Ini udah tengah malam."

Bunga menoleh ke samping, ternyata Pangeran udah berdiri di sana.

Bunga tidak menjawab omongan itu, hanya memutar bola mata jengah, lalu kembali tersenyum menatap bintang di langit. "Bunga bobok dulu ya, Yah."

Melambaikan tangan kearah langit.

Tanpa melirik aliran atau bicara apapun, Bunga kembali masuk ke kamar.

Seminggu tidak sekolah, Bunga menghabiskan hari-harinya belajar di rumah. Mama mengajaknya belanja setiap hari. Termasuk pergi ke salon. Siang tadi, Mama merubah semua penampilan bunga. Mengenalkan Bunga sebagai saudara sepupu pangeran dari Jogja, tentu tidak mungkin biarkan penampilan Bunga biasa aja.

Seragam baru, walau dengan warna yang masih sama seperti dulu. Putih abu-abu. Berkali-kali bunga mungkin senyum di depan cermin. Bahagia menatap pantulan wajahnya di depan.

"Pa, lihat deh. Sekarang bunga lebih cantik." Rambut hitam lurus yang dulunya biasa saja sekarang berponi miring. Bahkan rambutnya dibuat curly dengan warna sedikit pirang. sangat cocok dengan wajah Bunga. meraih tas selempang warna biru yang dibeli sama mama dua hari lalu.

Keluar kamar, menuruni tangga dengan senyum melebar.

"Iya! pokoknya aku berangkat bareng dia!" pangeran bicara dengan suara lemah lembut.

"Bung papa nitip pangeran ya."

Bunga mengerutkan kening. Beneran nggak ngerti maksud papa.

"Dia sering bikin onar disekolah. Sering pulang terlambat. Kamu bisa merubahnya kan?" pinta papa dengan serius.

Bunga merasa kesusahan menelan roti yang sebenarnya udah lembut dimulut. "Bunga akan berusaha pa."

Bunga segera meminum segelas susu didepannya. "Bunga berangkat ya pa,ma." Mengulurkan tangan untuk menyalami kedua orangtuanya.

Papa dan Mama sama-sama bengong. pasalnya, mereka lupa hari terakhir anaknya melakukan hal kecil seperti yang dilakukan Bunga saat ini.

"Assalamualaikum pa, ma ucapnya sambil tersenyum. Lalu berjalan setengah berlari keluar rumah.

"Walaikumsalam," balas Bu Nindi lirih. Menyentuh dadanya yang tiba terasa sesak Lalu menatap suami.suami yang duduk di sebelahnya. "Pa sopan sekali Bunga. Sepertinya dia adalah anugerah yang dikirim Allah untuk keluarga kita.

Papa mengembuskan nafas pelan." Papa juga merasa begitu ma." Meminum segelas susunya. Lalu mengulurkan tangan pada istrinya. Pamit kerja ya, ma.

Bu Nindi tersenyum, matanya mulai berkaca-kaca. Menyambut uluran tangan papa dan menciumnya dengan takzim." Assalamualaikum, ma."

"Walaikumsalam, pa." papa mencium kening Mama dan keluar rumah dengan menenteng tas kerjanya.

Mama masih duduk di meja makan, sibuk mengusap mata yang mengembun. "Ya Allah, semoga pangeran bisa menerima keadaan Bunga dengan ikhlas."

Ninja warna merah itu berhenti di parkiran sekolah. Seorang cewek cantik dan modis itu turun dari boncengan. Sibuk merapikan rambut yang berantakan. si cowok yang membonceng ikutan turun, merapikan rambutnya sekilas di depan kaca spion. Lalu berbalik ikut ngerapin baju si cewek.

Tersenyum manis pada cewek cantik di depannya. "Cantik bener cewekku. pujinya.

Yang dipuji ikutan tersenyum manis. "Udah lama aku cantiknya."

Teng! Teng! Teng!.

dan Bel tanda masuk sudah berbunyi. Pangeran dan teman-temannya masih duduk di kantin. Mereka menghabiskan jus nanas yang tadi sudah dipesan.

"Woi, masuk! kalau punya telinga pasti dah dengar ada bel bunyi!" Nanda si ketua kelas mereka memperingatkan.

"Eh, jam pertama jamnya Bu Fatma. mending kita masuk deh. Dia bakalan nyariin kita sampai ketemu. Ya udah ayok cabut." Pangeran beranjak , berjalan membayar pesanan. Lalu berjalan dengan cepatnya masuk ke dalam kelas.

Mereka berempat duduk di deretan paling belakang. awan ngambil satu buku paket, lalu berdiri menghampiri Reno yang duduk di depannya.

Bhukk!

Memukul kepala Reno dengan buku paketnya. "pindah belakang."

Reno hanya diam, berdiri dan duduk di samping pangeran, teman sebangku Awan. Menduduki kursi yang Reno pakai. Tanpa aba-aba menarik rambut Selly yang duduk di depannya.