Anya berdecih, ia muak pada wajah penuh kepalsuan dan tipu daya milik Shelina. Sudah sangat jelas jika gadis itu hanya berpura-pura minta maaf. Pasti ada maksud tersembunyi di balik sikap gadis di hadapannya.
"Em, apa kau tahu? Gadis bernama Shelina ini telah berani membentak dan mencaci ku tadi pagi. Dia bahkan ingin mencelakakan ku. Uhmm ... apa kau pikir dia pantas dimaafkan semudah ini?" tanya Anya dengan senyuman sinis sekaligus puas. Kapan lagi ia bisa membalas perlakuan tak baik dari orang lain. Sekarang bagaimana pun kedudukan Anya di atas para pelayan itu. Dia bisa memberi pelajaran pada orang-orang yang telah berbuat kurang ajar padanya.
Em terdiam, ia tak berani menjawab, mungkin ia takut kepada Shelina sekaligus Anya.
"Em ... jawablah pertanyaan ku. Apa menurut mu aku harus memaafkan Shelina?"
"T—tentu saja, Nona Anya. Kau harus memaafkannya," Em menjawab dengan suara bergetar.
"Semudah ini?" tanya Anya lagi.
"Angel, apakah menurut mu kelakuan Shelina dapat dimaafkan semudah itu?" Anya beralih pada gadis yang berdiri paling belakang.
Angel mengangkat wajahnya perlahan, menatap langsung kepada Anya.
"T—tidak!" jawabnya tegas, sontak Shelina menoleh dan lemparkan tatapan tajam ke arah Angel. Tunjukkan rasa kesal sekaligus marah.
Melihat hal tersebut Anya pun tersenyum. Ia melanjutkan kata-katanya, " menurutmu apa hukuman yang paling pantas ia dapatkan?" tanyanya pada Angel lagi.
"A—aku tidak tahu."
"Bukankah kalian bertiga adalah teman? Sahabat?"
Em dan Shelina mengangguk, akan tetapi Angel tidak berkutik.
"Baiklah, jadi disini hanya kau dan Em yang berteman. Sedangkan Angel bukan temanmu, begitu?" Anya sengaja mempermainkan mereka, membuat ketiga orang itu membenci satu sama lain.
"Ya, Shelina bukan temanku. Kami tidak pernah benar-benar berteman, dia selalu saja menggosipkan ku bersama teman-temannya. Mungkin dia pikir aku tidak tahu, tapi Bridget mengatakan semuanya padaku," aku Angel.
Shelina memekik, memutus ucapan Angel, "diam kau! Dasar kau jalang!" Shelina menarik rambut Angel dengan kasar, hanya dalam waktu beberapa detik keduanya kini bergumul dan saling pukul. Anya tersenyum puas, karena tujuannya telah tercapai.
"Apa kau menyebutku jalang? Bukannya kau yang jalang? Kau kira aku tak tahu kalau kau tidur dengan Henry, agar kau terpilih menjadi pelayan tuan muda Noah. Kepala pelayan bermulut besar itu mengatakan semuanya kepadaku!" pekik Angel dengan nada tinggi, suaranya menggema hingga terdengar ke seluruh penjuru lantai dua.
Plak!
Shelina menampar mulut Angel sekencangnya. Membuat gadis itu meringis kesakitan, Anya yang pada mulanya ingin pergi meninggalkan mereka pun kontan hentikan langkah, matanya tertuju pada sosok Rimar yang kini berdiri di ujung tangga.
"Hentikan semua ini! Kenapa kalian membuat keributan!" Rimar membentak kedua gadis yang saling menjambak itu. Di belakang Rimar berdiri dua orang petugas keamanan, wanita tua itu menyuruh dua pria tersebut untuk melerai Shelina dan Angel. Keduanya pun akhirnya berhenti, Rimar menarik lengan Shelina, "turun sekarang!" perintahnya. Gadis itu mendengus penuh amarah seraya melihat ke arah Anya dan Angel. Sedangkan Em bermain aman dan tak berani lakukan apapun, hingga Rimar memerintahkan semua pelayan kembali ke dapur.
"Terima kasih, Rimar."
"Sama-sama, beristirahatlah. Aku akan memanggil mu saat makan malam nanti."
Anya mengangguk lalu masuk ke dalam kamar barunya dengan hati puas karena telah dapat membalaskan sakit hatinya pada Shelina.
***
Hari yang Anya nantikan pun tiba, hari dimana ia akan pergi ke sebuah kampung di pegunungan Inggris. Tempat tinggal sang nenek. Perjalanan panjang ini tidak akan mereka tempuh menggunakan jalur darat seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Atas perintah sang nenek, Xav dan Anya menggunakan helikopter untuk sampai di tempat itu. Kebetulan rekan bisnis Roseanne— Mr Barrymore. tinggal tak jauh dari kampung nenek Anya. Sehingga selama berada di sana, mereka akan menginap di pondok Mr. Barry.
"Apa kalian yakin tak mau meminta pengawalan Hans?" tanya Roseanne sebelum keduanya pergi. Anya dan Xav saling menatap.
"Aku rasa tidak perlu, Nek. Kampung nenek Anya adalah kampung yang aman, aku rasa Hans tidak diperlukan disana," jawab Xav sambil memeluk sang nenek, berpamitan.
"Anya," panggil Roseanne.
"Cepatlah kembali, pernikahan kalian hanya tinggal menghitung hari. Selesaikan urusanmu dengan keluarga mu, dan satu lagi ... jangan melibatkan cucuku dalam kegiatan berbahaya."
Xav terkekeh, " Nenek, keluarga Anya bukan pengedar narkoba. Tak perlu ada hal yang harus dikhawatirkan."
Roseanne tertawa, " aku sudah tahu tentang seluk beluk gadismu. Paman dan ayahnya adalah mantan narapidana, memang hanya kasus ringan tapi ... tetap saja ada bibit penjahat dalam keluarga Anya. Jika bukan karena kalian saling mencintai, mungkin aku akan—"
"Nek, kami hampir terlambat. Bye ..." Xav mencium pipi Roseanne dan segera menyelamatkan Anya dari ocehan sang nenek.
"Nyonya Roseanne, aku pergi. Sampai berjumpa lagi ... " Anya, meskipun ia sakit hati dengan ucapan Roseanne namun, ia masih berusaha bersikap manis.
Roseanne pun melepas kepergian keduanya dengan berat hati.
***
"Selamat pagi Xavier ... " sapa Ronnie, pilot helikopter sekaligus sepupunya. Pria tampan bertubuh tinggi itu melihat Anya sekilas lalu mengedipkan mata kepada Xav.
"Hai Nona Smith, kau calon istri dari Xavier 'kan? Perkenalkan namaku Ronnie, aku adalah pilot helikopter pribadi mu sekaligus sepupu dari calon suamimu. Aku akan memberitahumu sesuatu ... " katanya seraya tersenyum jahil.
"Ron ... hentikan!" Tapi lelaki itu tentu saja tak peduli dengan teriakan Xav.
"Tentu saja, apakah itu?"
"Anya jangan dengarkan dia, dia hanya akan mengarang cerita saja."
Anya tak pedulikan ocehan Xav, gadis itu justru berjalan cepat sejajarkan langkah dengan Ronnie. Seperti dua orang yang sedang bergosip, mereka mengobrol dengan suara lirih.
"Dengarkan aku ... Xavier sebenarnya belum pernah jatuh cinta kepada siapapun dalam hidupnya. Maksudku cinta yang benar-benar serius. Jadi, jika kau adalah wanita yang ia pilih sebagai istrinya. Maka kau adalah wanita paling beruntung di muka bumi ini. Percayalah padaku, dia tak seperti yang orang-orang itu sangkakan. Dia adalah pria yang ba—" Mendengar penuturan Ronnie, Anya hanya menanggapinya dengan senyum. Meski sempat timbul rasa penasaran akan kebenaran pernyataan Ron. Pada akhirnya Anya sadar jika mereka berdua hanyalah partner bisnis, bukan pasangan yang sebenarnya. Jadi hal itu bukanlah hal yang penting untuk dia ketahui.
"Ron! Ayo kita berangkat sekarang!" Pekik Xav lalu naik ke atas helikopter, mereka pun memakai sabuk pengaman. Perlahan mesin pun menyala dan mulai lepas landas. Meninggalkan pangkalan helipad yang terletak di belakang Twinnies Palace.