Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 4 - Pandangan Pertama

Chapter 4 - Pandangan Pertama

Hari di mana Rara tunggu sudah tiba. Dia sudah tidak sabar ingin memulai profesinya sebagai guru. Meski hanya guru biasa dan mengajar murid gelandangan di sebuah pondok kecil yang sebelumnya di buat atau di dirikan oleh seorang wanita, namun kini wanita itu katanya sudah berhenti mengajar karena sakit. Dan tidak ada satu orang pun mau menggantikan posisinya untuk menjadi guru. Bagaimana tidak, tak jarang orang yang suka rela mau mengajar gratis di tempat yang kumuh. Namun tidak mengapa untuk Rara, karena dia sudah biasa berhadapan dengan hal seperti itu. Lagi pula, menjadi guru sudah menjadi keinginannya sejak lama. Hanya saja terkendala oleh biaya, makanya tidak bisa melanjutkan belajarnya di universitas tinggi.

"Kira-kira, materi apa yang aku ajarkan nanti ya?" Rara bergumam di sepanjang perjalanan menuju tempat di mana yang anak itu tunjukkan kemarin.

Jalan menuju gang yang sempit di belakang komplek bangunan dan banyaknya jajaran rumah kontrakan, terlihat banyak genangan air di mana-mana karena habis hujan tadi malam. Rara berjalan pelan ketika melewati genangan air, namun tiba-tiba datang motor dari arah belakang melewati Rara. Kebetulan ban motor melintasi jalan yang penuh genangan air. Sehingga air menyiram rok yang di kenakan Rara saat itu.

"Haduh, pelan-pelan dong!" Sergah Rara sedikit kesal karena motor yang tidak berhati-hati. Motor tetap melaju kencang karena tidak tahu apa yang terjadi, sepertinya seorang pria yang berpakaian rapi dan menggunakan celana dasar, kemeja panjang warna biru muda. Namun wajah tidak terlihat karena tertutup oleh helm yang di gunakan pria itu. Rara hanya pasrah dengan rok yang kotor karena cipratan air. Padahal hari itu, hari pertama dia akan tampil di depan semua murid barunya nanti.

"Awas saja nanti kalau ketemu lagi tuh orang." Rara mengelap rok dengan sapu tangan yang dibawa. Dia yakin seakan nanti pasti akan bertemu lagi.

Akhirnya sampailah di rumah kecil yang di gunakan untuk belajar mengajar, dan anak-anak pun terlihat sudah ramai bercanda ria. Namun tampak lagi seorang pria sedang berdiri menghadap papan tulis. Terlihat juga banyak tumpukan buku di meja guru. Rara tidak mengetahui siapa sebenarnya pria itu.

"Loh, katanya tidak ada yang mengajar? Tapi itu sudah ada gurunya," gumam Rara sembari memperhatikan pria itu masih berceloteh menjelaskan sesuatu di papan tulis dan menggoreskan spidolnya. Tampaknya sedang menjelaskan sesuatu.

"Tapi sepertinya aku mengenal pakaian yang di pakai pria itu? Kapan dan di mana ya?" Rara berpikir sejenak. Lalu dia ingat kembali kejadian tadi yang sudah membuat roknya kotor ketika menyadari. Wajah Rara seketika berubah sangat kesal karena ulah pria itu tadi. Rara begitu murka dan ingin memarahi pria itu langsung. Ketika kakinya melangkah ingin masuk, dia menghentikan niatnya. Tidak mungkin saat itu dia buat keributan di depan anak-anak. Rara mundur kembali, namun kehadirannya di ketahui anak kemarin yang memintanya untuk mengajar hari itu.

"Kak, Rara! Masuk!" Teriak anak itu tiba-tiba.

Namun Rara segera membalikkan tubuhnya di balik dinding sehingga tidak terlihat. Pria itu pun menoleh keluar, namun dia tidak melihat siapapun.

"Kak Rara siapa maksud kamu, Dek?" Tanya pria itu.

"Guru baru di kelas ini."

"Di mana? Ya sudah suruh masuk saja!" Perintahnya.

"Baik,"

"Kak, kenapa masih berdiri di sini. Ayo masuk! Hari ini kan hari pertama Kakak mengajar kami."

"Em, iya. Nanti saja, Dek. Tidak enak sama pria itu. Memangnya dia siapa?" Tanya Rara ingin tahu. Dan dia pun belum melihat sedikitpun wajahnya.

"Namanya," ucap anak itu namun terhenti karena Rara terus mengungkapkan rasa kesalnya.

"Dia guru baru juga di sini ya? Rasanya pingin banget aku pukul orang itu, lihat ini! Gara-gara dia rok Kakak kotor kayak begini kena cipratan genangan air di jalan tadi. Semua itu karena pria itu. Awas saja nanti kalau sudah keluar dari kelas. Biarkan, Kakak tunggu di sini saja."

"Tapi, Kak. Dia bukan guru kok. Dia Cuma bawa buku-buku itu untuk di sumbangkan." Jelasnya.

"Yona! Kenapa lama sekali?" Tanya pria itu memanggil anak itu masih berbincang dengan Rara.

"Sudah, biarkan saja! Memangnya siapa dia seenaknya begitu!" Rara terus berceloteh mengungkapkan rasa kesalnya dan memegang tangan Yona agar tidak masuk kelas.

"Aku Rangga!" Ucap pria itu tiba-tiba sudah berdiri di samping pintu tepat Rara berdiri di balik dinding.

Rara semakin panas mendengar suara itu kian dekat.

"Siapa juga yang tanya nama ka," ucapan Rara tergantung ketika melihat seorang pria tampan. Ternyata pria itu begitu mempesona. Wajah yang tampan membuat hati Rara luluh kembali untuk mengurungkan niat marahnya. Rara terbungkam dan diam kaku di tempat ketika melihat sorot mata sedang memperhatikan dirinya.

"Kamu guru baru di sini ya?" Tanya pria itu kembali memecahkan suasana tegang. Yona yang sejak tadi berdiri di samping Rara bingung melihat kejadian itu.

'Sadar Rara, jangan sampai kamu terkecoh dengan tampangnya. Dia memang tampan sih, tapi dia tadi sudah mengotori rok kamu. Jadi jangan mudah untuk tergoda. Please jangan begok deh!' Rara bicara dengan pikirannya sendiri dan memejamkan matanya.

"Hallo! Mbak?" Tanya Rangga lagi.

"Kamu harus tanggung jawab!" Tiba-tiba Rara spontan bicara lantang dengan rona wajah memerah.

"Maksud kamu apa?" Rangga semakin bingung dengan perilaku Rara yang aneh. Yona pun semakin terkejut dengan ucapan Rara.

"Kakak hamil?" Tanya Yona dengan polosnya.

"Hamil?" Wajah Rangga semakin bingung dan tentunya kaget mendengar pernyataan anak itu. Sejak kapan dia hamili wanita yang baru dia jumpai itu?

"Gila apa? Hamil dari mana? Aku wanita baik-baik kali. Aku Cuma minta kamu tanggung jawab, nih rok aku kotor kamu buat." Rara meninggikan suaranya.

"Sejak kapan aku kotorin rok kamu?"

"Hem, begitu ya? Mentang-mentang orang kaya, hal kayak begini saja sampai tidak tahu."

"Aku benar-benar tidak tahu," Rangga tetap membela diri. Karena memang dia tidak menyadari sudah berbuat kesalahan sebelumnya.

"Coba ingat lagi deh? Tadi kamu lewat di jalan jelek, terus ada seseorang sedang jalan kaki. Kamu lewat begitu saja, motor kamu sudah membuat air genangan mengenai rok aku. Kan jadi kotor!"

"Oh, iya iya." Rangga baru mengerti.

"Baiklah, maaf ya? Kalau begitu apa yang harus aku lakukan sekarang?" Sambungnya.

"Maaf maaf? Memangnya cukup dengan kata maaf. Aku tidak ingin apa-apa, aku hanya ingin kamu kasih uang untuk semua murid itu." Rara benar-benar membuat Rangga kerepotan kali ini. Namun hal itu di setujui oleh Rangga langsung.

"Baik, aku akan berikan uang untuk mereka semua." Rangga menyanggupi permintaan Rara. Anak-anak yang mendengar pun ikut girang karena akan di berikan uang.