Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 5 - Ternyata Dia Pria Dermawan

Chapter 5 - Ternyata Dia Pria Dermawan

Rangga kembali ke dalam kelas dan mengeluarkan isi yang ada di dalam tasnya. Rara pun ikut menyaksikan apakah Rangga benar akan melakukan hal tersebut.

'Baru tahu rasa kamu sekarang. Memangnya enak aku kerjain!' gumam Rara.

Rangga memanggil satu persatu murid dan memberikan sebuah amplop berisikan uang.

"Ah paling kertas doang!" Sindir Rara.

"Yeay! Terima kasih, Kak. Semoga Kakak selalu lancar rejekinya ya!" Ucap salah satu anak.

"Iya, terima kasih doanya." Balas Rangga sembari mengelus rambut anak itu.

Rara hanya bengong dengan kejadian itu.

"Apa sebenarnya ini?" Rara mengangkat kedua telapak tangan mengarah ke atas. Dan dia pun melihat salah seorang anak membuka isi amplop. Terdapat uang dua lembar warna merah, artinya uang tersebut berjumlah Rp 200.000.

"Sekarang sudah lunas kan, jadi aku di maafkan tidak?"

"Em, baiklah!"

Rangga kembali mengulurkan tangan dengan masih wajah tersenyumnya. Kemudian Rara pun mau tidak mau juga mengulurkan tangannya. Tersipu malu dan rasa tidak enak sudah marah dengan Rangga, Rara hanya menundukkan kepalanya.

"Cie," sontak teriakan anak-anak semakin membuat suasana kelas menjadi ribut.

Hal itu semakin membuat rona pipi Rara memerah.

"Maafkan atas perilaku aku ya? Aku kira tadi kamu orang," Rara menghentikan bicara karena Rangga langsung menyahut ucapan Rara.

"Orang tidak benar? Orang jahat?"

"Oh tidak tidak. Bukan itu maksud aku. Ah! Sudahlah, lupakan saja. Ngomong-ngomong untuk masalah rok aku tidak apa-apa kok."

"Em, maaf juga ya. Aku memang benar-benar tidak tahu. Soalnya tadi buru-buru langsung kemari."

"Tidak apa-apa. Kamu sering ke sini ya?" Tanya Rara yang semakin penasaran dengan Rangga.

"Tidak juga, aku kemari terkadang pas Cuma mau bagikan buku ini saja." Rangga menunjukkan tumpukan buku di atas meja.

"Wah! Kamu baik juga ya. Aku sudah salah sangka sama kamu tadi. Ternyata semua yang kamu lakukan itu sifat yang dermawan."

"Oh tidak terlalu begitu kok, ini semua hanya amanah saja dari," Rangga menghentikan bicaranya kembali ketika ponsel miliknya berdering.

"Maksudnya?" Tanya Rara, namun Rangga langsung mengangkat telpon dan keluar dari kelas. Sementara Rara melanjutkan perkenalan pertamanya dengan murid barunya. Tak lama kemudian, Rangga masuk kembali lalu berpamitan pulang. Tampaknya ada urusan mendadak yang harus dia kerjakan.

"Maaf ya semua. Aku harus pulang dulu. Karena masih banyak pekerjaan yang belum selesai." Ucap Rangga berpamitan.

"Iya, Kak. Terima kasih untuk semuanya." Sahut salah satu anak mewakili semua murid. Pandangan Rara tak lepas tertuju ke mata Rangga yang begitu mempesona. Niat sebelumnya tak ingin tergoda, namun karena kebaikan yang di tunjukkan Rangga tadi membuat Rara semakin kagum dengan sikap sebenarnya.

"Hei, aku duluan ya? Semangat mengajar. Oh iya, ini kartu nama aku. Kapan-kapan kalau kamu butuh aku telpon saja. Aku pasti siap membantu." Tawar Rangga sembari memberikan sebuah kartu nama miliknya.

"Ha!" Rara terkejut, karena sejak tadi yang dia lakukan hanya melamun. "Oh, maaf. Oke, Terima kasih ya?"

Rangga pun melangkah keluar untuk pulang setelah berpamitan. Bahkan hingga Rangga tak terlihat lagi di pintu pun Rara masih terus memandangi.

"Duh, sepertinya sejak tadi ada yang lagi curi-curi pandang. Padahal awalnya tadi marah-marah. Eh! Sekarang malah curi-curi pandang. Dia memang keren ya, Kak!" Ucap Yona menghentikan lamunan Rara lagi. Murid lain pun ikut bersorak mengejek Rara saat itu.

"Cie..!" Ucap semua murid serentak.

"Sudah ah! Kalian ini bisa saja. Ya sudah ayo kita lanjutkan pelajaran hari ini. Sebelumnya Kakak minta maaf nanti jika tidak maximal untuk ajarin kalian ya? Karena Kakak juga baru, jadi harus banyak-banyak menyesuaikan diri."

"Baik, Kak."

Mereka memang baru kenal, namun terasa sudah seperti lama mengenal satu sama lain. Hari itu, proses belajar mengajar sudah berjalan lancar hingga selesai. Rara pun pulang dengan langkah seperti melayang tidak seperti biasanya. Aroma hari itu dia rasa bagaikan di taman surga. Entah mimpi apa dia tadi malam, sekolah itu sudah berhasil menemukan Rara dengan pria yang baik. Rara terus tersenyum dengan memandangi kartu nama yang di tangannya. Tertulis nama Rangga Fariz Bramanjaya dan identitas lainnya.

"What? Kenapa nama dia ada fariz juga?"

Nama itu seperti di dalam mimpi aku waktu itu. Sepertinya, dia memang orang kaya. Dan mungkin ini nama perusahaan miliknya." Rara membaca semua kartu tersebut yang ternyata terselip nama Fariz seperti di dalam mimpinya. Hanya saja, Rara tidak bisa mengingat wajah pria dalam mimpi itu lagi. Hingga sampailah di rumah dengan masih memandangi kartu. Sampai di depan pintu, Rara hampir saja terjatuh karena tersandung pintu.

"Auuu!!!" Teriaknya.

"Makanya hati-hati kalau jalan." Sahut Ibu yang sejak tadi sudah duduk sembari buat adonan kue. "Apa itu?" Sambungnya ketika melihat Rara sedang memegang kartu nama.

"Bukan apa-apa kok, Bu!" Jawabnya langsung masuk ke dalam kamar.

"Em, bagaimana kegiatan kamu hari ini di sekolah?"

"Ya begitulah, Bu. Aku senang bisa mengajar anak-anak kurang mampu."

"Baguslah."

Byur byur!!

Tidak lama terdengar suara air di kamar mandi. Rara mandi, ibu pun mulai penasaran dengan apa yang di pegang Rara tadi sampai membuatnya hampir terjatuh. Ibu langsung bergegas masuk ke kamar Rara.

"Ah, mumpung dia mandi. Sebenarnya apa yang buat dia senyum-senyum dan hampir jatuh tadi."

Terlihat sebuah kartu nama di atas meja rias yang bertumpukan alat make up milik Rara yang sudah kusam. Ibu dengan teliti dan mengerutkan kening ketika membaca nama di kartu nama itu.

"Rangga Fariz Bramanjaya?" Dengan cepat ibu pun mengambil ponselnya dan menyalin nomor di ponsel. Entah apa tujuannya dengan menyimpan nomor Rangga. Tidak lama pun Rara hampir selesai mandi, ibu langsung dengan cepat pula keluar kamar setelah mengambil nomor tersebut.

"Aku seperti mengenal nama itu! Bramanjaya? Tapi dimana ya? Kenapa Rara bisa mendapatkan kartu nama itu? Ah, biarkan saja. Yang penting aku senang, sekarang anakku akan berhubungan dengan orang kaya. Ya, pasti dia anak orang kaya. Kapan-kapan aku akan datang ke alamat itu untuk memastikan," gumam ibu lirih. Ibu tampak mengingat sesuatu dengan nama belakang itu, namun dia tidak bisa mengingat semua.

"Bu, Ibu sudah makan belum? Aku lapar nih!"

"Kamu makan saja dulu, Ibu nanti saja. Mau selesaikan bikin kuenya."

'Tumben Ibu tidak ngomel-ngomel waktu aku tanya makan. Biasanya langsung marah kalau aku sudah tanya soal makanan. Huh!' gerutu Rara. Tidak peduli lagi dengan makanan yang ada, meski hanya kerupuk dan nasi pun tetap Rara makan dengan lahapnya. Yang penting bagi Rara bisa makan, makan dan makan. Bahkan ketika malam, Rara selalu sembunyikan makanan di dalam kamar untuk mengganjal perutnya ketika lapar di tengah malam. Karena jika hal itu sampai di ketahui ibunya Rara suka makan malam, pasti akan di marahi habis-habisan. Itu lah alasan kenapa Rara bertubuh gendut karena tidak bisa mengontrol kebiasaan makannya.