Chereads / Cinta 80 Kilo / Chapter 10 - Kejutan

Chapter 10 - Kejutan

"Yona, Rey? Kalian sudah pulang? Di mana Rara?"

"Kak Rara tadi lagi jalan sama Kakak Rangga, Bu!" Rey keceplosan. Lalu di senggol Yona, karena sudah salah bicara.

"Apa? Rangga? Siapa?"

"Tidak kok, Bu. Kami pulang duluan ya!"

Keduanya pun berlari menuju rumah masing-masing. Biasanya, mereka selalu pulang beriringan dengan Rara. Sebab itu Ibu menanyakan di mana Rara, dan Rey sudah keceplosan.

"Hei, kalian mau ke mana? Dasar bocah, di tanya orang tua main kabur saja. Tidak sopan!" Ibu menggerutu.

"Ke mana Rara sebenarnya? Jalan dengan Rangga? Siapa Rangga? Oh iya, bukannya nama itu ada di kartu nama yang aku lihat kemarin!"

Ibu tampaknya sudah mengingat dengan nama Rangga sebenarnya.

"Ya, ya. Mungkin saja dengan anak itu. Wah, Rara sepertinya sudah mendapatkan pujaannya. Tapi aku harus selidiki terlebih dahulu nama anak itu sebenarnya."

Ibu segera menuju kamar Rara, dia mencari kartu nama kemarin yang dia lihat. Barangkali kartu nama tersebut tidak Rara bawa.

"Duh, ke mana Rara simpan ya?"

Berulang kali mencari ke sana ke mari hingga sampai ke sudut kamar pun tidak ibu temukan. Mungkin kartu nama itu selalu di bawa oleh Rara.

"Ah, ya sudahlah. Aku akan tunggu Rara pulang saja."

"Bu, aku pulang!"

Tidak lama kemudian, Rara muncul dari balik pintu yang sengaja mengagetkan Ibu yang saat itu sedang mengadon kue.

"Syirooot! Coba deh jangan kebiasaan kagetin Ibu. Kalau ibu lama-lama jantungan bagaimana?"

"Kan aku kagetin bukan buat syok ibu, justru dengan cara begini supaya ibu terlatih tidak gampang sakit nantinya."

"Ha? Apa hubungannya? Dasar, anak tidak tahu diri. Sudah, sana mandi.

Ibu sengaja belum menanyakan soal apa yang membuat Rara telat pulang. Dia hanya ingin segera mengambil kartu nama itu.

"Nah, kebetulan si Rara lagi mandi. Aku akan cari lagi kartu itu."

Byur byur byur. Rara seperti biasa mandi seperti menghabiskan air saja. Suara air yang begitu banyak dia buang untuk mengguyur tubuhnya yang besar.

"Nah, itu dia tasnya."

Ibu mencari di dalam tas. Tidak membutuhkan waktu lama, kartu itu dia temukan. Lalu dia tulis segera alamat perusahaan yang di pegang Rangga.

Baru saja selesai menyalin alamat, Rara tampaknya sudah selesai mandi. Ibu buru-buru segera keluar.

"Hah, untung saja tidak ketahuan Rara."

Ibu mengelus dadanya.

***

"Rangga, kamu dari mana saja? Kamu telat 10 menit loh dari jam meeting?"

Ucap Adel yang saat itu sudah lama menunggu Rangga datang.

"Maaf, tadi di jalanan macet. Makanya aku agak telat. Tidak apa-apa kan? Maaf ya semuanya, sudah buat menunggu!"

Meeting pun di mulai sore itu, meski Rangga sedikit telat dari waktu yang sudah di tentukan. Namun hari itu dia sudah cukup gembira, pertemuan yang tidak di rencanakan Rangga bersama Rara akhirnya berhasil membuat Rangga jadi senyum-senyum sendiri meski dalam keadaan meeting. Setelah selesai meeting, Adel penasaran dengan Rangga yang sejak tadi selalu tersenyum.

"Rangga, sebenarnya kamu dapat apa sih hari ini? Kok kayaknya selalu tersenyum sejak tadi aku lihat."

"Masa sih? Tidak apa-apa kok."

"Ah, jangan bohong kamu."

"Serius Adel."

"Hem, ya sudah deh. Oh iya, hari ini aku ulang tahun loh. Kok kamu tidak ucapin? Biasanya tidak telat ngucapin." Ucap Adel dengan cemberut.

"Ya ampun, hari ini hari ulang tahun kamu ya? Aku benar-benar lupa, Del. Tidak apa-apa kan? Ya sudah, selamat ulang tahun ya! Kamu mau minta kado apa dari aku?"

"Kita kan sudah lama kenal, hampir 5tahun aku di kantor ini bantuin kamu sebagai sekretaris. Apa kamu tidak ada niat untuk lamar aku?"

Adel dan Rangga memang sangat dekat, pertemanan mereka terbilang sudah seperti pacaran saja. Namun Rangga tetap bersi keras untuk sendiri dulu. Karena banyak proyek yang harus dia selesaikan belakangan ini.

"Adel, maaf ya. Belum untuk saat ini. Lagi pula kita kan hanya berteman. Jadi tidak menuntut harus cepat menikah bukan?"

"Tapi kamu pernah bilang waktu aku minta perjelas hubungan ini. Kamu tidak ingin pacaran, kamu ingin menikah langsung dan aku sudah sabar menunggu. Bayangkan lima tahun lamanya kamu masih tidak jelas seperti ini? Apa jangan-jangan ada wanita lain selain aku?"

"Adel, please! Kita kan hanya berteman. Jika aku sudah siap nanti, pasti aku akan nikahi kamu. Tapi tidak untuk sekarang."

"Tapi, Rangga!"

"Sudah deh, mending kita rayakan ulang tahun kamu seperti biasanya. Kamu mau kan?"

"Pesta? Tidak, aku tidak ingin itu lagi. Aku ingin kita rayakan hanya berdua saja."

"Berdua? Di mana?"

"Besok malam aku hubungi kamu, biar aku atur sendiri. Yang penting kamu datang tepat waktu ya. Jam 7 malam aku tunggu."

"Baik lah, aku akan datang jam 7 malam.

***

"Haduh, aku tidak sangka kalau hari ini bisa ketemu dan dekat dengan dia. Duh, tampan banget sih. Tapi kok dia mau ya jalan sama aku tadi."

"Ra, kamu belum tidur. Kok lampu kamar belum mati?" Tanya ibu dari luar pintu yang tertutup.

Rara sengaja tidak menyahut, karena Ibu pasti ada maunya.

"Ra, tolong Ibu. Badan Ibu sakit, tolong pijitin sebentar." Benar saja, mendengar permintaan ibunya, Rara langsung buru-buru memejamkan matanya seolah sudah tidur.

"Hem, dasar nih anak. Ternyata sudah ngorok!"

Ibu membuka pintu mendapatkan Rara yang sudah tidur mengorok. Padahal baru saja Rara memejamkan matanya. Setelah ibu keluar, Rara membuka matanya sebentar dengan senyum liciknya.

"Hihi, maaf ya ibuku sayang."

Lalu setelah itu, Rara pun tidur nyenyak hingga pagi.

Seperti biasa, pagi itu Rara bersiap-siap untuk mengajar. Namun dia lupa kalau hari itu hari Minggu. Sampai di sekolah, Rara tidak mendapatkan muridnya satu pun.

"Heh, kenapa mereka tidak ada yang datang. Jam pelajaran kan sebentar lagi akan di mulai."

Rara melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Rara menunggu hingga satu jam lamanya, namun tidak ada satupun yang terlihat.

Rara mainkan handphone miliknya, tidak sengaja dia melihat kalender. Bahwa hati itu adalah hari Minggu.

"Astaga! Jadi hari ini tuh hari Minggu? Bodoh banget sih aku!"

Rara menepuk jidatnya, dan bersungut-sungut malu. Padahal tidak ada satu pun orang. Lalu dia bermaksud untuk pulang dengan rasa malu sendiri.

Sementara itu, Yona dan Rey seperti biasa bermain bersama. Lalu, tidak sengaja mereka melihat Rangga di sebuah toko boneka dengan memegang boneka juga setangkai mawar di tangannya.

"Eh, itu Kak Rangga. Ngapain dia bawa boneka dan bunga. Wah, jangan-jangan mau ketemu Kak Rara nih." Ucap Rey cekikikan.