Chereads / Sang Jodoh / Chapter 11 - Pertemuan Mengejutkan

Chapter 11 - Pertemuan Mengejutkan

Mata kecil Alyn liar menilik seisi mobil itu yang begitu sempurna.

Jok mobil yang di balut dengan leather black memberi kesan gagah di tengah area mobil. Tak bisa di percaya, Alyn bisa menduduki mobil semewah itu.

Ketika mata Alyn bersarang di samping wajah ibunya, wanita polos itu sontak terdiam. Tatapannya mengundang banyak keragu-raguan. Pikirannya di banjiri dengan pertanyaan yang tidak masuk logika.

"Mmmh, Bu? Maaf, sebenarnya kita mau pergi kemana semalam ini? Ibu kan belum pulih betul?" tanya Alyn saat melihat Ibunya hanya diam terkaku saja.

Daniah menoleh ke arah Alyn, lalu di sentuhnya pipi Alyn dengan begitu lembut. "Nanti juga kamu tahu. Jangan khawatir, ibu sudah baikkan kok." ujar Daniah dengan suara sejuknya.

Di balik kaca spion, Pak Wanto sebagai suruhan dari Tuan Manaf sontak menilai betapa baiknya keluarga itu. Ia melihat ada sesuatu kedamaian dari tatapan kedua wanita di belakangnya.

Nampaknya akan ada kehidupan baru di kediaman Manaf Brawijaya itu.

"Tapi, Bu?"

"Tidak usah banyak tapi. Ibu sudah bilang kalau kita akan pindah rumah. Ini sudah waktunya!" balas Daniah meyakinkan putri lugunya itu.

"Bagaimana dengan barang-barang kita?" Alyn masih saja melontarkan pertanyaan karena rasa penasarannya itu semakin meronta.

"Tenang saja, nona. Semua barang di kontrakan anda sudah kami kondisikan. Tidak akan ada satu barang pun yang tertinggal di sana. Percayakan pada kami!" balas Pak Wanto memotong pembicaraan keduanya.

Daniah rasa jawaban dari Pak Wanto sudah mewakili semua jawaban dari pertanyaan anaknya itu. Hingga Daniah yang menahan lelahnya terus merapatkan bibirnya dengan sedikit memasang senyuman palsu.

Suara lelaki di balik setir itu sungguh membuat Alyn penasaran. Sayang hanya suara tak asing itu yang ia dengar. Karena malam itu membutakan tatapan Alyn dan Ibunya yang hanya bisa duduk manis di jok bagian tengah mobil mewah itu.

Kini Alyn pasrah kemanapun ia di bawa pergi, asal ia tetap berada di samping ibunya.

Di tempat lain, Igho yang masih belum bisa bangkit dari rasa bahagia yang kini menyelimuti hatinya, terus tersenyum sumringah.

Igho mengisi kebahagiaannya itu dengan memainkan bola basketnya di ring halaman depan rumahnya.

Plak!

Plak!

Plak!

Bola terus terpantul.

"Yes!" Igho mengepal tangannya bahagia lalu mengangkat tangannya itu seperti ingin meraih bintang. Kebahagian itu bukan hanya sekedar keberhasilannya memasukan bola beberapa kali dalam hitungan menit.

Namun di dominasi dengan pikirannya terhadap wanita sederhana tadi siang.

'Alyn memang wanita sederhana, tapi dia lebih baik dari wanita-wanita lain yang aku kenal,' hati Igho terus menggumamkan nama Alyn.

Igho mengistirahatkan tubuhnya yang sudah bercucuran keringat.

Pipinya merebah lebar, tersenyum menatap langit hitam dan berharap hari esok cepat datang.

Seketika senyuman itu terhenti saat Manaf keluar dari kediamannya dengan memakai pakaian yang sangat rapi.

"Mau kemana Ayah?" tanya Igho masih bersikap sangat dingin pada Manaf.

"Ayah gak kemana-mana. Hanya cari angin. Lalu menunggu seseorang di sini,"

"Seseorang?"

Igho tidak memperpanjang ingatannya. Ia pikir pasti seseorang itu hanya Pak Wanto saja. Atau bisa jadi dia menunggu Bi'Tini untuk membuatkannya kopi.

Igho melanjutkan olah raga malamnya hingga ketika bola itu kembali masuk kedalam ringnya, pandangan Igho bersarang di sebuah mobil yang baru saja datang.

Igho tahu, kalau mobil mewah silver itu milik ayahnya.

Namun ketika pintu itu kembali terbuka otomatis, tiba-tiba Igho terkesiap melihat dua wanita yang tak asing baginya turun dari mobil itu.

"Akhirnya kalian sampai juga?" sambut Manaf langsung melaju cepat menghampiri pintu mobil itu.

Senyum yang terbit di wajah Manaf benar-benar senyuman yang sangat berbeda. Terlebih, Manaf membantu ibu paruh baya itu untuk keluar dari mobilnya.

'Siapa dia?' Kening Igho mengernyit. Lalu ia menangkap bola itu da ia peluk menyamping sambil menatap ke arah Alyn.

"Alyn? Kamu kenapa ada di sini? Kamu?"

Igho benar-benar terkejut dengan kedatangan dua wanita itu.

Begitu pula Alyn yang merasa hatinya seperti lenyap tak terhingga saat melihat adanya Igho di ruma besar itu.

"Igho?" Bibir Alyn sedikit terperangah.

Melihat kedua anak muda itu saling terkejut, Manaf langsung menggenggam tangan Ibu Daniah.

Manaf menggenggam tangan itu begitu erat.

"Apa maksudnya ini, Yah?"

Semua orang yang ada di tempat itu hanya terkaku di tempat mereka berdiri di bawah langit hitam sebagai saksinya.

"Mulai saat ini, Jesslyn dan Ibunya akan tinggal di tempat kita."

"Hah?"

"Iya, Ini ibu Daniah. Ia akan tinggal di tempat ini sebagai pengganti ibu kamu. Nanti dia akan jadi istri ayah."

"Apa? Y--yah? Tapi,"

"Ini Jesslyn Kato anak dari Ibu Daniah, dia akan jadi adik kamu. Perlakukan dia dengan baik layaknya kakak pada adik!" pinta Manaf dengan lolos mengurai niatnya.

"Apa-apaan ini? Tidak yah. Tidak! Igho gak terima!"

Blugh!

Igho melempar bola sembarangan hingga bola itu memantul tinggi sekali.

Sedangkan Alyn yang sudah yakin bahwa ia sedang jatuh cinta pada pria itu merasa dirinya tersambar petir.

'Tidak mungkin aku mencintai kakakku sendiri?' batin Alyn menjerit namun tak bisa berbuat apapun.

"Ibu?" Alyn lirih menatap wajah Ibunya yang sangat bersih.

Ada senyuman tak biasa di wajah ibunya itu. Meski ibunya belum yakin sepenuhnya akan hubungannya dengan pria itu, tapi Ibu Daniah tahu kalau langkah yang ia ambil demi kelangsungan anaknya.

Ia melakukan itu bukan tanpa sebab.

Ibu Daniah mengingat saat-saat dimana ia mendapatkan kabar bahwa dirinya di Pinus mengidap kangker tulang belakang.

Rasanya ia tak mampu memberikan kebahagiaan lagi pada Alyn, selain mendekatkan wanita kecil itu pada ayah kandungnya.

Meski masa lalu begitu sangat menyesakan hati Ibu Daniah, ia rela menghapus masa lalu kelamnya bersama Manaf, dan mendekatkan diri pada pria itu hanya demi Alyn.

Ibu Daniah mengendikkan tatapannya sambil tersenyum hambar.

"Kita akan memulai hidup baru di sini, nak!" ucapnya perlahan.

"Tapi, kenapa Ibu tidak bilang sebelumnya?"

"Sudahlah, nanti kita bicarakan di dalam! Ini sudah sudah malam. Kalian perlu istirahat. Lagi pula, Ibu kamu terlihat masih sangat pucat. Ayo mari masuk!" sanggah Manaf begitu ramah pada Alyn.

Pria tinggi besar itu memang memberi kesan baik pada Alyn.

Ia tak keberatan sekali jika ibunya harus berjodoh dengan pria sebaik Pak Manaf.

Tapi, bagaimana status hatinya yang baru saja mengenal cinta pada Igho? Rasanya Alyn sudah terpuruk sebelum bangkit.

Ia mengekor berjalan membuntuti dua orangtua itu dengan tatapan kosong.

Di ikuti olah Pak Wanto yang melihat Alyn seperti tidak lepas melangkah masuk ke dalam rumah itu.