Chereads / Sang Jodoh / Chapter 12 - Penghinaan

Chapter 12 - Penghinaan

Keesokan harinya, Igho sudah di meja makan dengan banyak makanan tersedia namun penghuni yang masih kosong.

Kemarahan yang terlampaui tinggi itu belum juga reda. Mata Igho berapi-api sambil terus mengaduk-aduk makanannya tak terkendali.

Bagaimana bisa ia terima, ia harus memiliki adik yaitu wanita yang baru saja ia cintai. Rasanya kebahagiaan itu baru saja datang, kenapa harus pergi lagi sekilat angin.

Igho mendongak kesegala arah agar ia tidak sampai meneteskan bulir air matanya yang sudah mulai berkaca-kaca di kelopak matanya.

'Bagaimana ini bisa terjadi?' erang hati Igho protes pada kehidupannya yang seperti sedang mempermainkannya.

Igho lekas melempar sendok dan garpu di kedua tangannya saat ia melihat kedatangan Alyn juga Ibu Daniah bersamaan.

Kini tatapan Igho sudah semakin menusuk bersarang di dua wanita itu.

"Untuk apa kalian masih di sini?" sentak Igho dengan ketus.

Keduanya hanya diam melihat perlakuan Igho yang tak pantas. Rasanya sebagai anak laki-laki Igho bertingkah terlalu tidak sopan pada tamu sebaik Daniah.

Seketus apapun Igho, Daniah tetap menerbitkan senyumannya yang sangat sejuk.

"Apa kita bisa makan bersama di sini?" tanya Daniah dengan suara halusnya. Daniah melakukan itu hanya untuk mengambil hati Igho agar tidak segahar itu.

"Gak sudi. Gak selera aku makan sama kalian!" balas Igho membuang muka.

"Igho! jaga tingkahmu!" sahut Manaf di pojok pintu masuk, berjalan menuju ruang makan itu sambil mengancingkan kedua kemeja lengan panjangnya.

"Apa aku salah yah? Aku gak terima kalau mereka ada di sini. Di rumah kita! Apalagi makan satu meja dengan kita,"

"Bagaimanapun juga, kamu harus terima kenyataannya, kalau Ibu Daniah akan tetap tinggal di kediaman Brawijaya!"

"Yah! Makam Mami masih basah, belum lama Mami di kubur di sana, Ayah sudah memilih wanita lain untuk di tikahi? apa ini gak salah?"

Igho yang bangkit dari kursinya seakan ingin melahap mentah-mentah ayahnya yang masih bertindak tenang di depan kedua wanita itu.

Manaf sudah berniat akan ingin menjelaskan semuanya di meja makan pagi itu.

Namun roman sengit sudah tercium tidak sedap dari tatapan putranya itu.

Manaf langsung menurunkan egonya, ia tak ingin nampak sebagai penjahatnya di rumah itu.

"Duduklah sebentar! Ada yang ingin ayah bicarakan denganmu!" pinta Manaf langsung menarik kursi meja makan itu.

Mata Manaf mengedip ke arah Alyn. Dengan cerdik Alyn faham dengan sebuah kedipan yang jadi isyarat bapak muda itu, langsunglah Alyn mengajak Ibu Daniah untuk duduk di kursi yang di tarik oleh Manaf.

Tatapan Igho mengeling, ia bosan melihat ayahnya terlalu baik pada orang asing itu. Hati Igho semakin terbakar saat ia melihat ayahnya begitu lembut mengiringi pergerakan Daniah.

"Makan saja kalian di sini! Aku gak selera!" ungkap Igho hendak pergi.

Manaf heran dengan anaknya yang berkepala batu. Ia pikir dengan dirinya menurunkan egonya, Igho bisa ikut luluh. Tapi Igho malah semakin marah melihat mereka duduk dalam satu meja.

"Tunggu, Gho! Ayah ingin jelaskan sesuatu sama kamu!"

"Gak ada yang harus di bicarakan lagi,Yah!"

"Igho!" sentak Manaf kesal. Amarah Manaf yang sedari tadi ia tahan kini sudah memuncak.

"Apa yah? Ayah marah? Aku lebih marah dari pada ayah! Melihat wanita itu saja, itu artinya ayah sudah berselingkuh dari Mami sejak Mami masih hidup, benar bukan?" urai Igho meluapkan isi hatinya sambil menunjuk-nunjuk mata Alyn.

Alyn tak terima dirinya di tunjuk-tunjuk seperti itu, ia hanya bisa dia menahan amarah di balik dadanya.

"Owh ya, pantas saja Ayah tidak pernah ada waktu untuk aku dan Mami. Jadi ini jawabannya? Sekarang aku tahu, jadi Si Alyn itu anak ayah dan wanita simpanan ayah ini 'Kan?" cerocos Igho melanjutkan memuntahkan isi dalam benaknya itu.

"Tidak!" Alyn sontak berdiri. Ia tak bisa menahan lagi rasa panas yang terus membakar hatinya. Terlebih hinaan Igho terlalu transparan untuk di cerna.

"Aku bukan anak Ayahmu, kok!" sentak Alyn ikut angkat bicara.

"Igho! Jaga mulutmu! Ayah pikir kamu tidak akan selicin itu berbicara di hadapan tamu?" lanjut Manaf melerai pandangan sengit antara keduanya.

Igho menenggelamkan kedua tangan kedalam saku celananya. Ia sama sekali tidak takut di hadang dua orang sekaligus.

Igho masih berdiri tegak dengan wajah bengis.

"Oeh, kalau kamu bukan anak ayah, aku salut pada Ibumu. Wajahnya saja yang polos, tapi ibumu sangat hebat memilki banyak suami,"

"Jangan menghina ibuku!"

"Baiklah, gini saja, kalau kamu mau marah, marah saja sama ayah. Gak usah bawa-bawa ibu Daniah dan anaknya di sini,"

"Ayah emang pantas aku marahi, sikap ayah sudah di luar batas! Okai kalau begitu, aku tidak akan menghina ibu itu, sebaliknya aku akan menghina wanita itu, gimana?" Igho menusukkan telunjuknya ke arah Alyn.

Seperti menyimpan dendam kesumat pada wanita yang sempat ia cintai itu.

Kini cinta yang berkembang sudah berbuah kemarahan. Kapan saja, Igho bisa berlaku nekat untuk melancarkan dendamnya pada Alyn.

"Heh, wanita culun. Kau mau jadi apa setelah lulus kuliah nanti? Mau jadi seperti ibumu? Jadi pengganggu rumah tangga orang lain, ya? Hah sungguh mudah mendapatkan harta dengan instan ya?" ledek Igho mulai lolos menyayat hati Daniah hingga wanita tua renta itu kini terisak tak tahan lagi.

Plak!

Akhirnya satu tamparan dari Manaf terlancar juga di pipi Igho.

Terpaksa sekali ia melayangkan pukulan itu setelah melihat wanita yang ia putri-putrikan malah menangis karena anaknya.

Igho sontak meraba pipinya yang terasa sakit meradang. Rasanya detik itu terhenti. Semua terkejut dengan mata bersarang ke arah Igho.

Manaf tak bisa lagi mentolelir tingkah Igho yang sudah melewati batasan sopan.

Jika saja Igho bisa mengerti posisinya, mungkin itu tak akan terjadi. Tapi Igho terlalu muda untuk memahami masa lalu yang telah mereka lewati saat itu.

"Manaf! Jangan!" suara Daniah kini terdengar menghentikan pergerakan Manaf.

Hanya suara lembut itu yang mampu meredam amarahnya kali ini.

"Jangan pukul lagi, anakmu! Manaf!"

"Maafkan aku, aku ingin dia mendengarkan dulu penjelasanku!" bela Manaf pada dirinya sendiri.

"Puas, ayah memukulku demi wanita-wanita ini? Puas yah? Pukul saja lagi Igho, Yah! Jangan biarkan Igho hidup, kalau ayah hanya bisa menyakiti Igho saja. Igho ingin ikut Mami saja, Yah!" cerocos Igho terus memegangi pipinya yang sangat perih.

"Ayah mau menjelaskannya, apa kamu mau dengar atau tidak?" sentak Manaf mulai naik darah.

"Tidak! Aku tidak mau!"

"Kalau kau tidak mau dengar penjelasan ayah, maka ayah gak mau perduli bagaimana perasaanmu saat ini!" ujar Manaf begitu tegas sekali.