Chereads / Sang Jodoh / Chapter 18 - Igho VS Alyn

Chapter 18 - Igho VS Alyn

Ketika hari sudah mulai kelam, Alyn sulit sekali melangkahkan kakinya untuk pulang.

Seperti biasa dia terus menjalari semua jalanan trotoar untuk beranjak pulang. Namun entah kenapa kepulangannya saat itu terasa sangat berat sekali.

Kakinya terasa lemas tak bertulang dan hanya bisa menendang bebatuan kecil di jalanan.

"Ibu, aku sudah tidak punya pekerjaan lagi," ucap Alyn pada dirinya sendiri.

Ia berusaha merangkai kata-kata, untuk mencari cara menjelaskan pada orang tuanya bahwa dia sudah di pecat dari pekerjaannya

"Ach tidak. Tidak. Tidak. Aku tidak usah bilang sama Ibu dan Om manaf kalau aku di pecat." Alyn menggelengkan kepalanya sambil terus berbicara sendiri.

Wajahnya sudah terlalu pucat karena menghabiskan hari dengan bersedih.

Dengan Alyn di pecat dari pekerjaannya, itu artinya dia tidak memiliki uang sampingan untuk menyembuhkan penyakit yang di derita ibunya.

Lamunan Alyn sepanjang jalan itu tiba-tiba saja terpecahkan oleh kedatangan motor Igho yang selalu menjadi raja jalanan.

Brummm!

Alyn bergegas merapatkan tubuhnya ke sudut jalanan, karena ia takut dengan kedatangan Igho. Sudah pasti pria itu akan membuat masalah lagi kepadanya.

Ternyata Igho terus membuntuti Alyn kemana pun dia pergi.

Rasanya Alyn sudah penat melihat wajah Igho dan seperangkat motor kebanggaannya itu.

Ia ingin pergi saja menjauh dari pria urakan itu dari pada mendapat sebuah masalah lainnya lagi. Tapi Igho menghadang jala Alyn hingga Alyn berada di sebuah jalanan di bawah jembatan layang.

Di lorong jalan itu, Alyn berusaha menegakkan dirinya agar kesedihannya tidak nampak terlihat oleh Igho.

"Untuk apa kamu kesini lagi, hah?" tegur Alyn memasang wajah angkuh padahal hatinya rapuh.

Igho langsung menyambar tangan Alyn dan menguncinya dengan cengkraman yang sangat kencang.

"Aw, ini sakit sekali, lepaskan!"

Alyn hendak kabur tapi tangan Igho semakin kencang menguncinya.

"Aku akan melakukan hal yang lebih parah dari ini kalau kamu masih ada di dalam lingkungan rumahku, Ini peringatan terakhirku!"

"Kamu pikir dengan kamu mengancam seperti ini, aku takut? Tidak!" tantang Alyn balik.

"Heh, aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah pulang lagi ke rumah itu, atau ...,"

"Atau, apa hah?" tantang Alyn memotong kalimat Igho menanggapi nya seperti sang pemberani.Padahal dia takut sekali melihat manik mata Igho yang sudah seperti bola mata macan yang siap menyergap mangsanya.

Igho jelas kesal karena Alyn masih bisa bicara lancang kepadanya, hingga Igho langsung mendorong tubuh Alyn ke pojok dinding dengan tangan di angkat ke atas untuk menahan Alyn agar tidak kabur.

Igho mengunci tubuh Alyn dan mendekatkan tubuhnya dan wajahnya ke arah Alyn.

Tubuh Igho yang semakin menghimpitnya membuat Alyn benar-benar ketakutan.

Alyn takut kalau Igho melakukan hal yang macam-macam kepadanya.

Mata Igho sudah sangat tajam sekali melirik ke arah bingkai bibir Alyn hingga detak jantung Alyn semakin terpompa sangat kencang sekali.

"Bibir kamu akan jadi taruhannya." ancam Igho pada Alyn kalau dia tak pergi dari rumah itu.

Alyn merasa sangat di rendahkan hingga ia terpaksa melakukan sesuatu.

Ia memberanikan diri untuk melawan Igho dengan membelalakan matanya lebih bulat dari pada Igho dan keduanya saling bertatap penuh getaran.

"Lakukan saja kalau berani!" tantang Alyn dengan hati ketakutan setengah mati.

Pasalnya kalau Igho berani sampai melancarkan aksinya untuk mencium Alyn, maka Alyn akan jadi satu-satunya wanita yang menyesal karena di cium oleh saingannya sendiri.

Igho yang semakin emosi terus melihat bingkai itu seakan ingin sekali merusaknya saja, tapi tiba-tiba saja Igho luluh dan malepas genggaman tangannya.

Sama sekali ia menciut ketika Alyn bilang padanya.

"Kalau kamu sampai menyakitiku itu artinya kamu juga sudah menyakiti mendiang Mami kamu, karena kita sesama wanita. Faham?"

Sejenak Igho terdiam dan melihat manik mata Alyn lebih dekat lagi. "Lakukan saja kalau kamu berani!"

Perlahan Igho melorotkan tubuhnya lemas saat mendengar nama Maminya di sebut-sebut.

"Kamu memang laki-laki pengecut yang bisanya hanya menyakiti hati perempuan saja. Apa kamu tidak puas sudah membuat aku di pecat dari pekerjaanku?" cerocos Alyn dengan puas hati.

Igho diam seketika saa itu.

Dengan sosok Mami itu, maka dirinya akan tegar, tapi dengan nama itu pula dirinya seketika lemah tak punya kekuatan untuk melakukan apapun lagi.

Igho pun mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran pada Alyn saat itu. Lalu ia pergi dengan menunggangi motornya lagi, meninggalkan Alyn sendiri di tengah gelap gulita itu dalam keadaan syok berat.

Brummmss.

Motor Igho melesat dan saat ini Alyn yakin kalau pria itu sudah benar-benar pergi dari pandangannya.

Huft!

"Untung saja Igho tidak melakukannya," ucap Alyn dalam hati dengan rasa setengah lega.

Keesokan harinya, Igho sudah lenyap tidak ada di rumah bertingkat itu.

Ia sudah pergi ke tempat basket dimana dia sering bermain dengan teman-temannya.

Mengenakan kaos putih bersih, wajah Igho nampak kontras saat ia sedang marah.

Igho melempar dan memantulkan bola basketnya dengan kencang berulang kali ke arah ring basket.

Wajahnya merah padam di atas sorot mentari pagi itu.

Blug.

blug.

blug.

Bola itu seperti sedang di siksa oleh Igho karena ia membayangkan kalau bola itu adalah Alyn.

Ia membayangkan lagi ketika Alyn dan Ibunya turun dari mobil ayahnya saat itu.

Igho tak mau terima kalau Ayah Manaf menggenggam tangan Ibu Daniah ketika kedatangan mereka ke rumah itu penuh dengan sambutan hangat.

Sedangkan detik yang sama Igho membayangkan bagaimana detik-detik Mamanya saat ia hendak menghembuskan nafas terakhirnya.

Arrrggh!

Teriak Igho lepas di lapangan itu sambil melempar kuat bola itu hingga memantul tinggi ke atas langit.

Igho duduk menyamping sambil menenggak sebotol air mineral hingga tandas dalam satu tenggakkan.

Dalam kesendiriannya di tengah lapangan itu,

Igho mengingat sebuah percekcokan antara Maminya dan Ayah Manaf dimasa dulu.

Mamanya menutup laptop milik Manaf selang ia kerja.

Tap.

"Sudahlah jangan kerja terus ini sudah malam kamu masih saja kerja? Mana waktumu untuk aku dan anakmu?"

"Apa yang kamu lakukan Emily?" sentak Manaf beberapa waktu yang lalu saat Maminya masih segar bugar.

"Aku dan anakmu butuh kamu. Sejak ada perempuan itu kamu jadi seperti ini? Aku tahu kamu tidak perduli sama aku dan anakmu bukan?"

"Aku sangat perduli hingga aku harus bekerja keras seperti ini untuk kalian!"

"Tapi kami gak butuh uang, kami butuh perhatian kamu! Sudahlah bilang saja kalau selama ini kamu hanya memikirkan wanita itu hingga kamu gak mau perduli pada kami bukan?"

"Jangan bawa-bawa dia ke dalam rumah tangga kita!"

"Okai, kalau begitu aku mohon lupakan wanita itu!" sentak Mami Emily dengan kencang dan semua percekcokan itu di saksikan oleh Igho di balik pintu.

Igho tak bisa tahan kalau tahu bahwa dalam hati ayahnya ternyata ada perempuan lain.

Igho juga tak tahan setiap kali melihat Mamanya menangis tersiksa karena melihat Ayah Manaf hanya mengabaikannya saja.