Chereads / Sang Jodoh / Chapter 23 - Santunan Anak Yatim

Chapter 23 - Santunan Anak Yatim

Pagi sekali, Daniah sudah terjaga dari tidurnya. Ia meregangkan seluruh tubuhnya yang masih terasa kaku.

Lalu menyibak rambutnya yang terjuntai indah dengan sisir panjang berwarna merah maroon.

Seperti biasa Daniah mengikat rambutnya agar nampak segar. Padahal ia merasakan sakit-sakit itu semakin menggerogoti tubuhnya, tapi Daniah tak mau terlihat lemah.

Ia keluar dari kamar bertingkah seperti tak terjadi apapun juga.

"Selamat pagi!" ucap Daniah mendatangi dapur yang sudah lengkap dengan semua penghuni rumah itu kecuali Igho.

"Ibu? Ibu sudah bangun? Alyn pikir Ibu mau sarapan di kamar aja. Baru saja Alyn mau menyiapkannya untuk Ibu,"

Senyum tipis Daniah terbit sangat menyejukkan pagi itu. Manaf melihat wajah itu nampak damai tanpa beban.

Sepertinya luka kemarin sudah hilang begitu saja dan tidak di bawa ke hari selanjutnya oleh Daniah.

"Mari sini duduk Daniah!" ajak Manaf yang sudah memakai stelan jas untuk pergi ke kantor.

"Kalian gak usah repot-repot. Aku baik-baik saja kok."

"Tapi kamu... ?"

"Aku gak apa-apa Manaf. Aku baik-baik saja. Lihatlah tubuhku segar bugar. Igho mana?" tanya Daniah membuat dua mulut sontak terkunci dan tak bisa berucap apapun lagi karena memang Igho tak kunjung pulang dari semalam.

Manaf mengalihkan pembicaraannya dengan menyajikan makanan ke atas piring Daniah.

"Ayo kita makan saha dulu. Jangan pikirkan itu!"

Dengan kode seperti itu, Daniah sudah sangat peka kalau Igho sama sekali tidak pulang malam tadi.

"Maafkan aku, Manaf. Gara-gara aku, hubungan kamu dengan anakmu jadi renggang seperti ini."

"Tidak apa-apa emang sudah dasarnya Igho sangat keras kepala. Ini bukan karena kedatangan kalian kok."

Daniah hanya tersenyum tipis menahan sesuatu yang terasa mengganjal di hatinya.

"Owh ya Manaf, hari ini kamu sibuk?" tanya Daniah.

Manaf yang sudah memakai stelan ke kantor jelas pasti akan pergi untuk bekerja. Tapi demi Daniah ia segera mengurungkannya.

"Enggak. Aku sedang santai saja," ucap Manaf seperti jadi pria yang siaga untuk Daniah. "Emangnya ada apa? Ada yang bisa saya bantu?"

"Emmh, bagaimana kalau kita pergi ke sebuah tempat," ajak Daniah sedikit canggung. Sengaja sekali ia menghilangkan rasa ragunya demi sesuatu hal.

"Pergi? Boleh juga, emangnya kamu mau kita pergi kemana?"

"Aku mau minta kamu antar aku ke sebuah panti asuhan."

"Panti?" Manaf melirik Daniah dan Alyn nampak saling berkedip. "Baiklah kalau begitu aku akan antar kalian ke sana."

Mereka menikmati hidangan sarapannya dengan lahap dan tertelan dengan sempurna tanpa ada suara-suara gangguan dari Igho.

Terlihat damai sekali Alyn dan Daniah berdandan dengan sangat sopan untuk keberangkatannya pagi itu.

Sedang Manaf turun tangan sendiri mempersiapkan mobilnya untuk memberikan kenyamanan pada Daniah dan Alyn.

"Bagaimana? Kalian sudah siap?" tanya Manaf sudah lebih dahulu mengganti pakaiannya lebih dari sebelumnya.

Daniah dan Alyn datang menuruni anak tangga usai mempersiapkan diri dari kamarnya.

Detik itu, Manaf baru sadar kalau memiliki anak itu adalah anugrah saat melihat sebuah genggaman erat yang terkait dari tangan Daniah pada putrinya.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?"

Manaf yang tertegun langsung membuang wajah malunya.

"Ah, tidak. Ayo kita pergi!" ajak Manaf langsung berjalan lebih dahulu dan kedua wanita itu nampak mengekor dari belakang Manaf.

Manaf mempersilahkan kedua wanita itu untuk masuk kedalam mobil mewahnya. Biasanya Manaf selalu membawa supir agar membuat dia hanya tinggal duduk manis saja. Tapi saat ini Manaf nampak semangat ingin mengendarai mobilnya sendiri dengan kemampuannya mengemudi yang sangat luwes.

Sampai di tempat tujuan, pintu mobil itu sengaja di bantu di bukakan oleh Manaf hingga Daniah merasa menjadi permaisurinya.

Alyn senang dengan perlakuan Om tampan itu. Sepertinya dia sudah tidak salah memilih orang. Lagi pula Manaf dan Daniah sudah terlihat kenal lama. Hingga Alyn merasa nyaman bersama pria itu.

Beberapa anak kecil tak beribu terlihat menghampiri mereka dan mencium punggung tangan mereka secara bergantian.

"Apa kamu sering ke sini?" tanya Manaf sambil melihat-lihat senang dengan tempat yang sejuk itu.

"Setiap sebulan sekali kami selalu menjadwalkan ke sini. Dan kami menyisihkan uang bulanan kami untuk membantu para anak yatim piatu di sini."

Manaf tertegun mendengarnya.

Pantas saja anak-anak itu nampak akrab pada kalian.

"Aku sudah menganggap mereka menjadi keluarga besar kedua saya setelah Alyn," ucap Daniah membuat Manaf benar-benar tersanjung.

Daniah mengeluarkan sedikit amplop berwarna putih.

Lalu ia membagi amplop itu pada anak-anak yatim itu meski isinya tidak banyak dan kemampuannya dalam memberi sangat terbatas tapi ia rasa dengan seperti itu, hatinya aman dan tentram.

"Kalian hebat sekali," ucap Manaf terkesima.

"Biasa saja. Ini tidak seberapa dengan apa yang selalu kamu berikan pada semua rakyat di kantor kamu. Aku sering melihat beritanya,"

"Tidak. Itu buka uang pribadiku melainkan dari perusahaan.

"Itu sama saja dengan membahagiakan orang-orang yang membutuhkan," ungkap Daniah membuat mata hati Manaf benar-benar terbuka.

Usai semua amplop itu di sebar, Alyn dan Daniah mengajak Manaf ke sebuah tempat yang tak kalah indahnya dari panti itu. Letaknya ada di belakang area panti.

"Selamat siang," ucap Daniah menyapa seorang ibu paruh baya yang sedang duduk sambil membaca.

"Siang. Eh, kalian?" mari silakan duduk!"

Di hadapan danau kecil, Manaf merasa semua penat di kantor terbayar dengan satu hari duduk di tempat itu.

"Ibu Raya, kenalkan ini Manaf yang pernah aku bicarakan dulu,"

"Owh jadi ini yang namanya Manaf?" tanya Ibu Raya melirik Manaf dari ujung rambut hingga ujung kakinya.

"Manaf, kenalkan ini ibu Raya pemilik yayasan ini. Ia yang menemaniku selama ini berjuang membesarkan Alyn hingga besar seperti ini," urai Daniah membuat Manaf sedikit tersentak.

Deg.

Entah kenapa hatinya bergetar saya mendengar itu. Sepanjang ia meninggalkan Daniah, ternyata ia membesarkan Alyn dengan penuh perjuangan.

"Salam kenal Ibu Raya!"

"Iya, silahkan duduk!"

"Terimakasih!"

Lama berbincang di tempat itu membuat Manaf dan kedua wanita itu lupa akan waktu.

"Aku senang sekali bisa singgah ke tempat ini," ucap Manaf merebahkan senyumannya.

"Syukurlah. Aku sengaja bawa kamu dan Alyn ke tempat ini agar kita bisa merayakan hari ulang tahun Alyn dengan cara berbagi,"

"Apa? Ini haru ulang tahun kamu Lyn?" tanya Manaf mengingatkan sesuatu.

Alyn tersenyum dengan pipi memerah. " Iya Om. Hehe biasanya ini cara kita untuk bersyukur yaitu berbagi,"

"Kamu hebat sekali. Sebenarnya hari ini juga hari ulang tahun Igho. Jadi kamu lahiran di hari yang sama. Jad ketika Daniah melahirkan

kamu, istriku juga melahirkan Igho," urai Om Manaf sedikit membasmi senyuman Alyn.

"Ah, kalau tahu gitu, aku mau protes aja sama tuhan. mau lahir lewat satu hari saja dari Igho." celetuk Alyn polos.

"Hust! Alyn!" Ibu Daniah nampak membelalakan matanya hingga semua orang di tempat itu malah terkekeh melihat Alyn yang percis anak kecil.

"Bagaimana kalau besok kita adakan pesta kecil untuk kamu dan Igho?" tanya Manaf semangat.

Alyn menatap Ibunya, lalu Daniah menimpali dengan anggukkan di sertai senyuman.