Sampai di kediaman pribadiManaf.
Senyum Daniah terbit mengembang dan menguatkan sosok Alyn di kamarnya.
Alyn tidur termangu di atas pangkuan Daniah sambil memeluk lembut lutut Ibunya itu. Sedangkan Daniah terus menyibak rambut Alyn hingga rapi.
"Ini adalah hari ulang tahunmu, Nak. Tapi kenapa kamu tidak terlihat senang?Apakah kamu memikirkan sesuatu?" tanya Ibu Daniah masih tetap mengelus puncak keningnya.
Alyn segera mendongak melihat Ibunya dari pangkuan itu.
"Aku gak apa-apa kok bu." Wajahnya datar tidak ada ekspresi namun hatinya tidak demikian.
Alyn sangat terganggu sekali dnegan keputusan Manaf di panti sore itu.
"Sudahlah, jangan pernah berbohong pada Ibu lagi. Ibumu ini bisa melihat batin kamu yang sedang gelisah."
Alyn menahan sesuatu dalam hatinya, lalu ia mengulum angin dalam bibirnya itu. "Iya Bu. Sebenarnya, Alyn gak yakin kalau Igho mau merayakan pesta ulang tahunnya bersamaan denganku."
"Kenapa gak yakin?"
"Ibu tahu sendiri bagaimana tingkah Igho yang tidak bisa menerima aku?"
Ibu Daniah malah semakin tersenyum lebar mendengarnya.
"Ibu kok malah tersenyum gitu sih?" Alyn semakin terganggu dengan gelagat Ibunya yang seperti sedang menertawakannya.
Lalu Alyn nampak terbangun dari pangkuan Ibu Daniah, dan Ibunya itu mulai menjelaskan semuanya.
"Gini sayang. Kamu harus tahu kalau Igho sebenarnya orang baik. Kamu juga harus yakin kalau anak itu akan mau di beri kejutan oleh kita."
"Kenapa aku harus seyakin itu Bu?"
"Karena lambat laun, Igho akan jadi bagian dari keluarga kecil kita," jawab Ibu Daniah sangat mengesankan.
Sejenak Alyn terdiam menimbang-nimbang ucapan Ibunya, namun setelah itu dia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Baiklah kalau begitu! Aku akan coba menerima Igho jadi kakakku."
Memang hati ALyn berat menerimanya, namun apa boleh buat, semua demi kebaikan keluarga itu. Alyn pun setuju dengan kejutan kecil yang akan di gelar oleh Manaf.
Sedangkan di tempat lain, Manaf tidak langsung beristirahat di rumahnya.
Setelah selesai mengantar pulang kedua wanita itu, Manaf bersiap-siap dengan rencana selanjutnya. Ia mengganti pakaiannya lalu lantas dia pergi menggunakan mobilnya tanpa mengajak siapapun.
Sebuah gedung pencakar langit jadi pilihan Manaf untuk mencari susuatu. Ia melangkah masuk ke area mall termegah di kota metropolitan itu. Nampaknya mata Manaf liar sekali mencari sesuatu kado yang pantas ia berikan untuk Igho dan Alyn.
Sampai di kios toko terakhir, Manaf tak gentar melangkahkan kakinya semakin masuk lagi kedalam toko perhiasan. Bola matanya melirik-lirik product di tempat itu.
"Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang karyawan di toko itu.
"Aku ingin membuat sebuah kalung yang unik untuk kedua anakku,"
"Kalung?"
"Apa ada barang yang anda sukai di antara ini?" tanya karyawan itu sambil menyodorkan satu nampan kalung dengan berbagai model.
Manaf menggelengkan kepala sambil mengernyit karena memang semua barang yang ada sama sekali tidak menggodanya.
"Apa saya bisa memesan model sesuai keinginan saya sendiri?"
"Tentu boleh,"
Manaf pun langsung mengsketsa barang yang ingin ia beli sesuai dengan seleranya yang memiliki selera tingkat tinggi.
"Baiklah, pesanannya akan di antar beberapa jamnanti." ucap karyawan itu.
"Okai. Owh ya, jangan lupa kalung itu di buat satu pasang namun dalam dua bagian. Aku juga ingin menyisipkan inisial huruf di dalamnya. Yang satu huruf I dan satunya lagi juruf J!"
"Siap kalau begitu,"
Transaksi yang sangat mudah bagi manaf karena berkat uang, semua yang ia inginkan pasti ada di dalam genggamannya.
Sekarang tugasnya hanya tinggal menunggu pesanan itu selesai dan di antar oleh kurir dari toko itu. Manaf merasa lega telah melakukan semua inisiatifnya untuk pesta nanti malam. Ia pun bergegas pulang untuk menemui Daniah dan Alyn di rumahnya.
Di kediamannya itu, Daniah terus menyemangati Alyn untuk menyiapkan semuanya.
"Ayo!"
"Ayo kemana Bu?"
"Kamu ini gimana sih? Kita kan ingin membuat kejutan untuk Igho, jadi harus ada kue untuk pesta nanti,"
"Kue? Kita yang buat, Bu?"
"Bukan kita. Tapi, kamu! Kamu sendiri yang buat kue itu, Ibu dan Bi Tini hanya membantu kamu dari belakang ya?"
Alyn sontak menegang mendengarnya. Meski ia mahir dalam membuat kue, tapi bagaimanapun juga sedikit banyak Alyn gerogi karena kue itu di buat untuk seseorang yang sangat aneh.
"Emangnya Igho bakalan mau kue dariku ya?"
"Pasti mau! Ayo semangat!"
Mendengar kata-kata itu, Alyn tak mampu untuk mengelak. "Baiklah kalau begitu," Alyn menganggukkan kepalanya dengan tegu pendirian. Lalu tangannya mengepal dan matanya begitu penuh dengan keyakinan. "Semangat!" ujarnya terus mengepalkan tangan.
Sesuai dengan niatnya yang baik, Alyn pun nampak siap mengikat tubuhnya dengan apron di dapur. Mereka menyiapkan alat dan bahan, lalu sedikit demi sedikit mengolah semuanya sesuat dengan apa yang ia ketahui.
Bi Tini antusias menyaksikan Alyn yang lihai melajukan mixer di dalam adonan.
"Jadi gak sabar ingin melihat hasilnya, Nona memang hebat. Semuda ini sudah serba bisa," puji Bi Tini semakin menerbitkan senyum sumringahnya.
"Ach, Bi Tini jangan bikin aku gerogi dong!"
"Emang nona sangat hebat non,"
"Dari pada bikin hidung aku melayang, lebih baik Bi Tini bantuin aku juga ya!" ucap Alyn menyajikan tepung terigu yang siap untuk di saring.
"Dengan senang hati, Nona."
Suasana dapur begitu hidup saat rumah megah itu di isi oleh Alyn dan Ibunya itu.
Step bye Step cara membuat kue sudah di lakukan oleh Alyn. Entah kenapa ia melakukan itu dengan rasa ikhlas. Alyn menikmati prosesnya, bahkan hatinya sering terhenyak saat sesekali ia memikirkan Igho.
'Apa Igho akan suka kue buatanku?' pikir Alyn mulai antusias.
Tangan Alyn meliuk-liuk lihat saat ia melakukan plating makanan. Mata, tangan dan wajahnya nampak serius memolesi kue itu dengan chese cream dengan aroma yang sangat lezat.
"Bibi gak sabar ingin mencoba kuenya," ucap Bi Tini menonton Alyn bekerja seperti sedang melihat sebuah pertunjukan.
Detak jantung Alyn semakin terpompa semangat saat semua pergerakannya di saksikan oleh kedua wanita yang sangat ia hormati.
"Wah, ada apaan ini? Sepertinya rame sekali?"
Ketiga pasang mata itu sontak bersarang di depan bibir pintu melihat wajah Manaf yang sedang memajang senyum sumringah.
"Om manaf? Sini gabung! Kita lagi bikin kue untuk kejutan nanti malam!"
"Bukan kita, tuan. Tapi hanya nona Alyn saja," potong Bi Tini menggunakan bibir licinnya.
Manaf malah semakin melebarkan senyumannya bangga dan mereka kompak terkekeh menjadikan keakraban di keluarga kecil itu cukup menggebu.
"Okai, selesai!" ucap Alyn dan mendapat tepukan tangan serempak dari Manaf, Daniah dan Bi Tini.
"Hebat!" ucap Manaf bersenang hati melihat situasi hangat itu.