Di tengah kesendiriannya, di bawah mentari yang mulai menguning, Igho merasakan getaran hebat di dalam kantung celananya. Ia mendapat sebuah pesan dalam ponselnya sari seseorang.
Dengan malas sekali Igho membaca dan menengadahkan layar ponsel itu tanpa ada niat untuk membalasnya.
"Igho, kamu dimana?" pesan dari Kayla itu benar-benar tidak berarti menurutnya. Malas sekali jika ia harus menjawab pesan wanita itu.
Setelah beberapa detik pesan itu di abaikan, lalu pesan selanjutnya datang seperti sedang menyusul pesan yang sebelumnya.
"Igho, kenapa kamu tidak membalas massage dari aku? Kalau sekiranya kamu lagi santai, aku mau mengajak kamu ke sebuah tempat. Kamu harus mau! Aku tunggu kamu sekarang juga di Cafe Harmony!" pesan singkat tadi di susul dengan pesan yang lumayan panjang dan isinya sangat memaksa.
Memang saat itu mood Igho sedang hancur. Jadi, ketika dia mendapatkan pesan kedua itu, Igho pun bergegas menyambar helem miliknya, lalu ia memakai jaket sefty-nya dan segera melesat pergi dari tempat tak jelas itu.
Sampai di Cafe Harmony, Igho sudah di sambut dengan senyuman Kayla yang sangat lebar. Dengan santai, Igho memasang wajah datar berjalan ke arah dimana Kayla duduk.
"Ada apa kamu memanggilku?" tanya Igho sedikit sombong.
"Apa kamu gak mau duduk dulu, baru bertanya?"
"Ck. Aku gak mau berlama-lama di sini. Aku sibuk," ucap Igho angkuh padahal kalau saja Kayla tahu, bahwa Igho sama sekali tidak memiliki kesibukan apapun detik itu.
"Ayolah duduk! Sebentar saja!" ajak Kayla terus menarik-narik lengan kemeja Igho.
"Janji sebentar ya!"
Kayla mengangguk dan masih menerbitkan senyumannya.
"Iya, aku janji!" ucap Kayla sudah menebar senyum sumringahnya.
Kayla memperlakukan Igho lebih special dari pada biasanya, ia sudah memesan terlebih dahulu semua makanan istimewa dan lengkap dengan minumannya.
Igho menjeda pergerakannya saat melihat hidangan semua itu. Jelas mengherankan kalau biasanya pria yang mentlaktir para wanita, sedangkan ini malah sebaliknya.
"Ini untuk apa?" tanya Igho jelas aneh, karena itu sangat tidak terbiasa.
"Ini aku lakukan buat merayakan hari ulang tahun kamu, Gho,"
"Ulang tahun?" Ighu sedikit terdiam saat ia mulai mencerna keadaan dan barulah ia sadar sebenranya itu adalah hari ulang tahunnya. "Astaga, aku hampir saja lupa, terimakasih!" Igho menyumbingkan senyumannya tidak lepas.
Seperti ada hal yang masih mengganjal di hati Igho saat itu.
"Owh ya, aku punya satu hadiah untuk kamu!" ucap Kayla menyodorkan sebuah kotak persegi kecil berwarna biru padam.
"Apaan ini?" tanya Igho masih selalu bersikap dengan sikap dinginnya.
"Buka saja!"
Igho ragu untuk membawa pemberian dari Kayla, tapi melihat senyuman Kayla penuh dengan harapan, akhirnya Igho menarik kotak itu lalu membuka kotak dengan santai.
Igho menarik nafasnya kecil saat melihat isi kotak itu sebuah arloji. Ia tahu kalau arloji model seperti itu harganya tidak lumayan mencekik dompet. Igho pun menutup kembali dompetnya, lalu ia mendorong kembali kotak itu di dasar meja.
"Kay, terimakasih buat semua ini. Maaf sekali aku tidak bisa menerima hadiah kamu,"
"Kenapa?"
"Maaf, aku gak bisa menerimanya!"
Wajah sayu Kayla benar tak bisa terelakkan lagi. Igho melihat wajah itu dengan seksama. Selintas Igho berpikir, Kenapa harus Kayla yang memberikan kado itu, bukanya orang yang sangat ia harapkan atau orang-orang terdekatnya.
"Sekali lagi, aku minta maaf Kay!" Igho pun bergerak cepat bangkit dari kursi itu tanpa sedikitpun mecolek makanan yang di hidangkan oleh Kayla itu.
Kayla menekuk tengkuk kepalanya tanpa menoleh ke arah Igho pergi.
***
Setelah sekian penantian lama mereka menunggu kedatangan Igho, Manaf sedikit berharap-harap cemas saat melihat Igho tak kunjung pulang juga.
'Igho Sbastian. Kamu dimana sih?' bisik hatinya terus bergemuruh sambil berjalan ke sana dan kemari. Hanya ada ruangan kosong berisi dua perempuan yang cantik duduk ikut menunggu.
"Om, tunggu saja dulu di sini! Nanti juga Igho bakalan pulang kok." ucap Alyn menenangkan.
Seolah-olah Alyn bisa mendengar suara-suara hati Manaf yang risau. Alyn menunjukkan lahan kosong di sofa panjang itu untuk di duduki oleh Manaf.
Manaf menyisihkan senyumannya, sebagai tanda terimakasih. "Om, berdiri saja! Om gak bisa tenang kalau Igho belum juga pulang." ucap Manaf sedikit menegang.
Alyn tak bisa berkata apapun lagi selain mengiyakan ucapan Manaf untuk tetap berdiri dan membiarkan pria bertubuh tegak itu hilir mudik berjalan di hadapannya seperti setrika pakaian.
Tak beberapa detik kemudian, tiba-tiba gemuruh yang khas terdengar menggema di halaman rumah besar itu.
Brummmms.
"Om, pasti itu Igho?" Alyn terperanjat bangkit dari tempat duduknya. Terlihat sekali wajah ALyn bersinar seperti bahagia medengar suara dari terpaan motor itu.
Manaf langsung mengintip di balik jendela yang membentang tinggi di depan rumahnya. Ia menyibak tirai yang sudah di tutup tadi sore.
"Benar sekali. Itu Igho, Ayo siap-siap!" ucap Manaf menggiring semua penghuni rumah ke area dapur.
Sedangkan Manaf mengekor dari balik punggung Daniah setelah ia memijit saklar lampu ruangan inti rumah itu agar pencahayaan di tempat itu mulai redup.
Serentak mereka bersembunyi di balik tembok besar yang membatasi ruangan tengah dengan dapur rumahnya.
Seperti yang sedang melakukan persembunyian di tengah labirin, Alyn ikut menegang. Dan ia sangat menyadari bahwa detak jantungnya berbunyi kencang seperti hendak mengetuk-ngetuk dadanya.
Krieek!
Suara pintu rumah itu di buka oleh Igho. Matanya berkeliling liar melihat sekitar yang sama sekali tidak ada pencerahan.
"Kenapa lampunya mati?"
Mendengar suara Igho berteriak, semua kompak mendorong tubuh untuk mundur dari tempat mereka berdiri karena mereka tak mau persembunyiannya ketahuan.
Bi Tini yang tidak bisa diam, tak sengaja menghisap setitik debu udara yang cukup menyesakkannya. Perempuan paruh baya itu hampir saja meluapkan seluruh debu itu dengan hempasan bersin.
Alyn hampir menahan bersin yang akan di muntahkan oleh Bi Tini. Tapi sayang tangannya sudah penuh memegangi kue yang ia persiapkan untuk Igho. Hingga Bi Tini tetap memecah suasana hening dengan bersinnya.
Haatciw!
Semua memejamkan mata sambil mengernyit kompak karena keget dengan suara bersin yang di luapkan oleh Bi Tini.
"Bi Tini! Kamu dimana? Apa ini mati lampu? Kenapa semua padam?" teriak Igho kembali membuat getarah hati Bi Tini semakin ketakutan.
Dengan terpaksa persembunyian itu di sudahi oleh Alyn dan seisi keluarga kecil itu.
Bersamaan dengan menyalanya lampu seluruh ruangan, Alyn menyajikan kue itu sembil berjalan menghadap ke arah Igho berada. Igho terhenyak kaget melihat semua orang sudah berkumpul.
Apa lagi ia melihat kue itu sudah di lengkapi dengan lilin yang menyala di atasnya.
"Happy Brithday to you ... Happy Brithday to you ...," semua kompak menyanyikan lagu itu membuat Igho benar-benar terharu.