"Hm .... Bagaimana? Capek? Mau nyerah jadi kurus?"
"Hoi hoi hoi ... jangan meremehkanku Rize," jawabku dengan napas terengah-engah.
Rize menghela napas, dan menyuruhku berdiri untuk melanjutkan olahraga.
Aku tidak menanggapi perintah Rize, dan tetap melanjutkan tiduran di tanah.
Rize mulai meninggikan suaranya.
Aku mengangkat tanganku, dan berkata, "Lima menit lagi Rize, dan ... tolong hentikan tendanganmu, itu menyakitkan!"
"Hei, lihat Oura di masih bersemangat, dan bertenaga."
Dia unggul di bagian stamina, dan pertahanan,jadi wajar bila ia tidak kelelahan.
"Baiklah baiklah. Kita mau latihan seperti apa?" Aku berdiri dan meregangkan tubuh.
Rize menyuruhku melakukan pemanggilan, untuk melihat kecocokanku dengan Oura. Ini pasti merepotkan.
"Star–"
"Stop!!!"
Oura menerjang dari belakang, menutup mulutku dengan kedua tangannya.
"Hey, apa maumu?"
"Aku tidak ingin tubuhku tersentuh tanganmu yang kotor, berkeringat dan juga bau," kata Oura
Jadi dia cari masalah ya, akan kuberi masalah.
"Starlet!!" Teriakku
Tubuh Oura menjadi bola cahaya, dan berubah menjadi sarung tangan putih saat menyentuh tanganku.
Rize yang entah pergi kemana saat terjadi keributan, tiba-tiba datang menanyakan kabar.
"Bagaimana?"
"Hm ... aku baik baik saja."
"Itu menurutmu, aku tersiksa disini."
Itu juga menurutmu.
Aku merasa lebih kuat, dan berstamina, cuma sayangnya terasa berat, coba saja dia bisa mengurangi berat badannya.
"Siapa yang kau maksud gendut. Haa!!"
Sial!!! Aku lupa dia bisa membaca pikiranku, saat bergabung. Tapi, mengejeknya sepertinya seru. Hehehe ....
"Tentu kamu, memangnya siapa lagi."
"Aku tidak akan terpancing dalam rencanamu, dan asal kamu tau tubuhku itu ideal seperti gitar Spain."
Rasanya lucu bertengkar dengan sebuah sarung tangan.
"Menurutmu dada sebesar itu isinya apa kalo bukan lemak? Terima fakta kids." Aku mengejeknya sambil menjulurkan lidah.
"Dasar Otto-Trash!! Bukannya kamu juga gendut,ha!!!" Balas ejek Oura.
Hehehe ...si gendut mulai terpancing emosi.
"Sudah ku bilang aku tidak gendut ... !!"
Oura dalam bentuk sarung tangan, bersinar, dan kembali dalam wujud manusia.
Tentu saja dia memasang ekspresi marah.
"Akhirnya, tanganku terasa ringan." Aku menatapnya dengan ekspresi mengejek.
"Ura ...," Oura melompat menerjangku dari depan.
Kau bertengkar dengan orang yang salah. Aku pernah mengalahkan Ayahku saat masih masih kecil.
Saat di tengah pertengkaranku dengan Oura, Rize menghampiri kami dengan sebuah tongkat kayu.
"Mampus kalian!!" Rize melerai kami dengan cara memukul kepala.
Adu du du duh, Rize memang seram.
Tanpa mengucap sepatah kata, Rize berbalik menuju rumah. Sebelum menutup pintu dia berkata, "Kalian dilarang memasuki rumah, selama matahari masih belum terbenam."
Selama matahari belum terbenam ya, berarti seharian ini.
Aku menghela napas, dan mengajak Oura pergi ke tempat kesukaanku.
Anehnya dia mengikutiku tanpa ada rasa jengkel, dan marah. Seperti pertengkaran kami tadi tidak pernah terjadi.