Sepasang mata hitam yang memicing itu terus memperhatikan lekat ke arah Ji Soo. Bukan tatapan kebencian yang diberikan oleh wanita yang baru saja tiba, dan memanggil Gim Ho Bin dengan sebutan sayang.
Begitu juga dengan Ji Soo, dia membalas tatapan wanita yang belum ia kenali, tapi dengan mimik wajah yang heran.
"Apa kita pernah bertemu?" tanya wanita itu mencoba mengingat.
"Suzy?" Panggil Ho Bim, membuat wanita itu segera melihat kearahnya.
"Oh… Sayang, aku lupa jika kau ada didekatku," kata Suzy sambil menyeringai lebar.
"Jangan panggil aku sayang. Kau hanya akan membuat kesalahpahaman saja," Ho Bim sesaat melihat ke arah Ji Soo, berharap gadis muda itu tidak salah mengerti antara hubungannya dengan Suzy.
"Ah…" Suzy justru sudah mengaitkan tangannya pada lengan Gim Ho Bin. "Kenapa kau selalu saja bersikap seperti ini. Apa karena wanita yang ada dihadapanku, memangnya dia pacarmu, ya?"
Suzy kembali melirik ke arah Ji Soo, sehingga membuat Ji Soo menjadi salah tingkah.
"Uhm… tidak, aku bukan pacarnya. Kebetulan kami hanya berkenalan saja," kata Ji Soo menjelaskan.
Senyuman Suzy semakin melebar, dan tiba-tiba dia menjulurkan tangannya. "Maaf karena aku telat memperkenalkan diri,"
"Ya?" Ji Soo menatap heran dengan tangan Suzy yang mengarah padanya.
"Aku Suzy, aku adalah kekasih…"
"Dia adalah partner kerjaku," Gim Ho Bin segera memotong perkataan Suzy. Dia tidak peduli jika wanita yang masih mengaitkan tangan pada lengannya, mulai memberikan tatapan sinis.
"Apa? Partner? Sungguh?" Suzy membuat mulutnya mengerucut, dan justru bersikap lebih manja lagi.
"Suzy, sudah kukatakan hentikan sikapmu yang seperti ini. Dan dimana dia?" tanya Gim Ho Bin berusaha untuk melepaskan tangan Suzy.
"Cih, menyebalkan sekali. Kau justru bertanya mengenai sepupuku yang menyebalkan itu. Dia akan terlambat, lebih baik kau segera memulai acaranya, sepertinya para tamu undangan sudah tiba," kata Suzy melihat kearah jam tangan.
"Hh… padahal aku ingin memperkenalkannya segera. Aku yakin mereka akan senang dengan kehadirannya," jelas Gim Ho Bin.
Ji Soo tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan dua orang yang ada dihadapannya. Dia berdeham pelan, tapi berhasil menarik perhatian Suzy dan Gim Ho Bin.
"Maaf jika aku mengganggu kalian berdua. Lebih baik jika aku bergabung dengan yang lainnya," Ji Soo melirik kearah belakang, dia bisa melihat Ara yang baru saja tiba dan asik berbincang dengan teman pedagang lainnya.
"Tunggu, kau belum menjawab pertanyaanku," kata Suzy, masih mencoba menahan Ji Soo yang akan berlalu.
"Mengenai?"
"Apa kita pernah bertemu? Aku merasa jika pernah melihatmu di suatu tempat," kata Suzy dan kembali dia memberikan sorot mata yang aneh itu.
"Mungkin saja orang yang berbeda. Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu," jawab Ji Soo dengan yakin.
Ji Soo tidak ingin berada lama diantara Suzy dan Gim Ho Bin. Dia sudah bergabung dengan Ara, dan para pedagang lainnya. Mereka semua sedang menikmati hidangan yang tersaji sambil berbincang satu sama lain.
"Aku senang kau datang, Ji Soo," ucap Ara dan memberikan segelas minuman untuk Ara.
"Aku tidak minum, Bibi," kata Ji Soo yang hanya menatap gelas yang sudah terisi penuh.
"Hei, ini malam perayaan yang sangat istimewa. Lagi pula kau sudah cukup umur untuk minum. Tenang saja, selama ada aku disini, aku akan memastikan kau tidak mabuk," kata Ara sambil menepuk dadanya sendiri dengan wajah merungut bangga.
"Uhmm… baiklah," kat Ji Soo sambil mengambil gelas minumannya.
Dia menyesapinya perlahan, seketika Ji Soo merasakan rasa getir bercampur dengan manis, membuat wajah Ji Soo meringis sesaat.
Ji Soo lebih banyak diam sambil memperhatikan Ara yang masih asik berbicara. Sesaat dia seringkali meliahat kearah Suzy dan Gim Ho Bin yang sedang berbicara serius.
"Mereka tampak serasi, wajar saja jika dia suka dengan wanita itu," pikir Ji Soo yang terus memperhatikan ke arah Gim Ho Bin.
"Apa yang kau lihat?" Ara sadar dengan Ji Soo yang terus menatap ke arah mereka berdua.
"Tidak… aku tidak melihat apapun," kata Ji Soo sambil mengambil gelas minumannya dan menyesapi minumannya lagi, meskipun wajah Ji Soo harus meringis karena rasa minuman yang belum terbiasa di lidahnya.
"Kau tidak bisa membohongiku, huh! Ah… wanita itu ya?" Ara pun melihat ke arah Suzy.
"Bibi kenal dengan wanita itu?" Ji Soo pun mulai penasaran.
"Tentu saja!" ucap Ara sambil dia menenggak isi gelasnya yang langsung habis seketika.
"Dia berasal dari keluarga kaya raya, mereka tinggal di ibukota. Aku dengar Pimpinan Gim adalah salah satu kerabat jauh mereka. Mereka ingin memperluas usaha mereka, dengan banyak memberikan bantuan dana pinjaman dengan bunga yang sangat rendah," kata Ara sambil mengambil botol minuman dan menuangkan isinya ke gelasnya sendiri.
"Itu sebabnya, aku dan semua pedagang yang ada disini sangat senang mendengar kabar baik itu. Aku bahkan berencana untuk mengambil sebuah toko. Ide bagus, kan. Kau juga harus melakukan hal sama, Ji Soo," kata Ara menyeringai lebar.
"Aku belum memikirkan sejauh itu, sepertinya berada di tenda dan berjualan diluar lebih baik," jawab Ji Soo bersungguh-sungguh.
"Ahh.. kau ini payah sekali," cibir Ara.
"Ahh… jadi seperti itu. Pantas saja dia terlihat berbeda, dari awal aku tahu jika wanita itu bukanlah sembarangan wanita," pikir Ji Soo.
Acara malam hari pun dimulai. Gim Ho Bin memulai pidato singkatnya, mengatakan bahwa Desa Yang adalah salah satu desa yang akan menjadi Desa termaju, beberapa program yang ia sampaikan membuat para tamu undangan menatap dengan takjub.
Bahkan wanita bernama Suzy mendapatkan sambutan meriah. Bukan karena dia terlihat cantik, tapi karena perkataannya yang membuat orang takjub.
"Tenang saja. Aku pastikan tidak ada penyitaan seperti yang dilakukan oleh para penyedia jasa keuangan. Yang kami lakukan adalah proses penangguhan dalam kurun waktu tertentu, dan disaat itu bunga tidak berjalan sama sekali," kata Suzy yang berdiri disamping Gim Ho Bin.
"Aku tahu jika kalian belum mengenaliku dengan bai. Tapi…" Tatapan Suzy mengarah pada Gim Ho Bin.
"Tapi aku yakin jika kalian percaya dengan Pimpinan Gim. Tujuan kami adalah membuat kemakmuran dan kemajuan untuk kita semua," kata Suzy dengan suara lantang.
Tepuk tangan yang meriah segera membahana, seketika semua orang terlihat senang, membayangkan apa yang akan mereka lakukan untuk memperluas usaha masing-masing.
Tapi hanya Ji Soo yang terlihat diam, "Aku… aku hanya ingin bisa bersekolah lagi," kata Ji Soo dengan wajah menunduk sedih.
Setelah pidato yang diberikan oleh Gim Ho Bin dan Suzy berakhir, malam perayaan masih berlanjut. Dan semakin banyak makanan dan minuman yang disajijkan. Bahkan Ara sudah terlalu banyak minum, sedangkan Ji Soo sudah cukup dengan tiga gelas minuman yang sudah membuat kepalanya terasa penat.
"Rasanya aku akan muntah," kata Ji Soo dan beranjak dari duduknya.
"Bibi? Aku harus pergi ke kamar kecil sebentar," kata Ji Soo memberitahu, tapi Ara hanya mengangguk-angguk saja dengan wajah yang sudah memerah.
"Ya… ya… pergi saja anak muda," kata Ara sambil cekikikan.
Ji Soo berjalan ditengah kerumunan dan para pelayan yang masih sibuk mengantarkan lebih banyak makanan dan minuman.
"Hah? Terlalu banyak makanan dan minuman, apa mereka sengaja membuang-buang makanan dan minuman?" Ji Soo memperhatikan heran.
Seorang pelayan baru saja lewat dan segera ia menghadang jalan pelayan pria tersebut yang sedang mendorong troli makanan.
"Ada apa?" tanya pelayan pria itu bingung.
"Dimana kamar kecilnya?" kata Ji Soo sambil dia mendekap mulutnya, mencoba untuk menahan rasa mualnya.
"Jangan muntah dilantai! Aku mohon… jangan menambah pekerjaanku yang sudah terlalu banyak! Kamar kecil sudah penuh dengan orang-orang yang muntah. Kalau mereka tidak sanggup minum, kenapa masih saja memaksa," kata pelayan pria itu jengkel.
Ji Soo terus saja mendekap mulutnya, rasanya dia bisa saja muntah ditempatnya berdiri. Pelayan pria itu segera panik, dan dia menunjuk ke arah lantai atas.
"HEY! Gunakan kamar kecil yang ada dilantai dua, berada di sudut kanan. Sebenarnya itu kamar kecil khusus, tapi aku tidak ingin membersihkan muntahan di lantai," kata pria itu menerangkan dengan cepat.
"Te… terimakasih," kata Ji Soo dan buru-buru menaiki anak tangga.