Chereads / Rahim Sewaan : Istri Bayaran Sang Bos / Chapter 4 - Kepergian Kenny.

Chapter 4 - Kepergian Kenny.

"Pak, aku mohon. Tolong lepaskan Abi. Aku janji aku akan ikut pulang denganmu. Tolong hentikan penyiksaan yang kamu lakukan ini, aku mohon kepadamu, Pak," pinta Kenny pada akhirnya.

Namun, apa yang dia harapkan tidak mungkin akan menjadi kenyataan. Bukannya luluh, malah penjahat itu malah menertawakan kebodohan Kenny.

"Baiklah, Nona Alfaro. Kami akan membawamu pulang. Namun, kami juga tidak berjanji untuk melepaskan pemuda miskin itu. Perintah itu sudah turun, mana mungkin kami hentikan di tengah jalan? Bisa-bisa, kami yang akan mati di tangan Tuan Alfaro,"

"Tapi …."

Kenny tampak memandang Fabian, matanya terbelalak kaget melihat salah satu penjahat yang ada di sana telah menarik pelatuk pistolnya. Mata Kenny terperangah, bahkan tubuhnya kini bergetar kuat saat melihat jika ujung pistol itu diarahkan kepada Fabian.

Dengan harapan yang sangat tipis, Kenny menggelengkan kepalanya. Dia pun langsung berdiri hendak berlari menyelamatkan Fabian. Namun, salah satu tangan kanan ayahnya memegangi tubuh Kenny, sehingga Kenny tidak bisa pergi ke mana pun.

"Tidak, tidak … tidak! Apa yang akan kalian lakukan kepada Abi! Hentikan, hentikan aku mohon!" teriak Kenny membabi buta.

Dor!!!

Satu letupan peluru itu membuat Kenny lemas, ketika dia mendengar teriakan Fabian. Salah satu kaki Fabian terkoyak oleh timah panas yang menembus kakinya, hingga kakinya berlutut dengan sempurna.

Tertawa, ya … orang-orang tak punya hati itu malah tertawa. Mereka menertawakan bagaimana menderitanya Fabian sekarang ini, mereka menertawakan bagaimana tak berdayanya Fabian sekarang ini, dan hal inilah yang membuat Kenny semakin membenci ayahnya. Dia sangat benci dengan ayahnya.

"Bukankah seharusnya seperti itu, Fabian Wijaya? Kamu harus tahu di mana kamu sekarang ini, jangan tinggi hati, dan berlututlah dengan manis. Agar kami bisa sedikit lebih baik untuk mencabut nyawamu,"

"Kalian biadab! Kalian bukan manusia! Kalian iblis!" teriak Kenny. Suaranya terdengar parau. Namun para penjahat itu seolah tak peduli, bukan hanya sekali, berkali-kali mereka menembak kedua kaki, dan tangan Fabian tanpa memiliki ampun, melakukannya dengan bergantian, seolah-olah Fabian adalah binatang yang pantas untuk mereka lakukan seperti ini.

Sekarang, ada tiga laki-laki yang menodongkan pinstolnya pada Fabian, dan mereka mengarahkan semuanya tepat di dada Fabian. Kenny tahu jika kemungkinan mereka akan membunuh Fabian kali ini, dan Kenny tidak akan pernah membiarkan semua ini terjadi.

"Tidak … jangan!"

Kenny langsung menggigit lengan salah satu orang yang sedari tadi memeganginya, dia berlari sekuat tenaga memeluk erat tubuh Fabian. Dan ….

Dor!! Dor!! Dor!!

Semua orang yang ada di sana kaget bukan main, pun dengan Fabian yang kini matanya terpaku memandang Kenny. Wanitanya itu tampak memandangnya dengan tatapan nanar, kemudian dia tersenyum begitu manis, hingga akhirnya darah itu keluar dengan sempurna dari mulutnya.

Semua orang yang ada di sana langsung mundur, seolah menembak Kenny adalah kesalahan terbesar yang telah mereka lalukan. Mereka kini berkumpul, dan saling menyalahkan satu sama lainnya. Membiarkan dua sejoli yang kini sedang dalam titik paling berat dalam hidup mereka pun meratapi nasib mereka dengan sempurna.

"Tidak … ini tidak mungkin," Fabian langsung memeluk tubuh Kenny, yang tampak terkapar lemas dalam pelukannya. Tangan Kenny terasa begitu dingin, bibirnya tampak begitu pucat di balik darah yang terus keluar dari mulutnya. Bahkan tangan Fabian yang memegang punggung Kenny pun terasa basah, darah segar itu mulai mengalir dengan sempurna di sana. Membuat putihnya salju berubah menjadi begitu merah, dan sangat menakutkan. "Tidak, Kenny. Tidak, kita pasti bisa melewati semua ini. Kita pasti bisa melewati semua ini," kata Fabian dengan suara paraunya.

Kenny mencoba untuk memegang pipi Fabian, air matanya terus mengalir dengan sempurna di pipinya.

"Kau … tahu, Bi. Hal yang paling membahagiakan dalam hidupku adalah, ketika aku bisa membuktikan cintaku padamu dengan pengorbanan ini,"

"Tidak, Kenny, tidak. Aku tidak mau, aku tidak mau kamu berkorban apa pun untukku, aku mohon bertahanlah. Aku akan memanggil taksi, aku akan membawamu ke Rumah Sakit segera," kata Fabian. Dia berusaha merengkuh tubuh Kenny, dia berusaha berdiri. Namun, kedua tangan dan kakinya yang terluka karena tembakan itu pun tak mampu untuk membawa Kenny pergi. Fabian semakin frustasi, dia tampak menangis sambil berteriak histeris. Hatinya kini mulai diselimut rasa takut, rasa takut yang luar biasa kepada Kenny.

"Abi, kamu ingat. Kenangan kita saat pertama kali bertemu dulu? Aku datang ke desamu, dengan keluargaku. Kamu mengenaliku, dan mengatakan jika aku telah berkali-kali datang ke desamu, itu adalah hal yang menyenangkan. Aku … aku …."

"Aku mohon, Kenny, jangan mengatakan apa pun. Diamlah, jangan gunakan tenagamu, simpanlah, Kenny," kata Fabian lagi.

Tapi, Kenny kini sudah mulai lemas, napasnya kini berangsur lemah. Fabian memegangi tangan Kenny yang kini sudah tidak bisa membalas genggamannya.

"Kenny, bertahanlah, aku akan menelepon ambulan. Bertahanlah demi aku,"

Fabian hendak menelepon ambulan, tapi ponselnya langsung terjatuh seketika melihat Kenny bernapas dengan tersengal. Dengan terus menangis, Fabian memeluk tubuh Kenny dengan begitu erat.

"Abi … aku … mencintaimu,"

Mata Kenny perlahan terlelap dengan air mata terakhirnya yang menetes di pipi, sekilas kenangan bersama dengan Fabian melintas semua di kepalanya. Tidak pernah dia bayangkan sebelumnya jika sepahit ini kisah cintanya dengan Fabian akan berakhir. Bak Romeo, dan Juliet akhirnya mereka tetap tidak akan pernah bersatu selamanya.

Sementara Fabian, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Saat tangan Kenny benar-benar terjatuh dengan sempurna di pangkuannya. Dia hancur, dia sakit, dia tidak bisa melihat semua hal ini terjadi. Bagaimana bisa, wanita yang begitu dicintainya harus dibunuh dengan cara mengerikan seperti ini, bagaimana bisa wanita yang dia cintai harus mati dengan cara seperti ini. Hingga akhirnya, kini bukan hanya manusia yang mencoba memisahkan mereka, tapi Tuhan pun tak merestui cinta mereka.

"Kenny, bangunlah aku mohon. Bangunlah aku mohon, Kenny! Bangun, jangan tinggalkan aku, Kenny! Jangan tinggalkan aku!" teriak Fabian.

Semua tangan kanan Alfaro langsung menoleh, saat mendengar teriakan histeris dari Fabian. Melihat Kenny yang sudah terkapar tak berdaya, adalah jawaban dari semuanya.

Lagi, Fabian memeluk tubuh Kenny, dia terus menggoyangkan tubuh Kenny, memberi napas buatan untuk Kenny, agar Kenny kembali nidup. Namun nihil, apa yang dia harapkan tidak pernah terjadi. Detak jantung Kenny, nadi Kenny, bahkan napas Kenny telah berhenti dengan sempurna.

Fabian kini berusaha keras menggendong Kenny di balik punggungnya, meski berkali-kali jatuh dia tetap berusaha membawa Kenny. Dia harus ke Rumah Sakit segera, dia harus membawa Kenny agar mendapatkan pertolongan segera, karena Fabian yakin kalau Kenny mungkin bisa diselamatkan.

"Kamu jangan cemas, ya, aku akan membawamu ke rumah sakit," kata Fabian yang kini sudah kehilangan kendali dirinya. Perlahan, sambil menahan rasa sakit, dia berjalan terseok menjauhi tempat itu. Namun tiba-tiba ….

Dor!!

Fabian langsung terkapar dengan sempurna, saat sebuah peluru menembus perutnya. Dia dan Kenny langsung terjatuh, dan Fabian hanya bisa melihat Kenny yang terkapar di sampingnya. Tak lama dari itu, para penjahat tadi pun akhirnya mendekati tubuhnya dan juga Kenny. Mereka tampak memeriksa keadaan Kenny, dan salah satu di antaranya menelepon seseorang.

Kesadaran Fabian mulai hilang, tapi dia berusaha keras untuk tetap bertahan, dengan mata nanarnya Fabian memandang Kenny yang sudah tidak bisa tertolong lagi.

"Maafkan aku, Tuan Alfaro. Ada kecelakaan saat eksekusi pemuda miskin itu. Nona Alfaro, tertembak karena berusaha melindungi pemuda miskin itu, dan sekarang dia sudah mati,"

Samar, Fabian mendengar hal itu, sebuah nama disebut dan cukup membuat Fabian tahu siapa dalang di balik semua ini. Rahang Fabian mengeras, hingga kesadarannya kini perlahan menghilang. Kemudian dia pun bergumam, "Doni Alfaro, aku akan … membunuhmu."