Ariela masih dengan setia menemani ibunya. Ia sudah mendaftarkan nama ibunya untuk melakukan pemeriksaan.
Ariela duduk di samping ibunya. Ia mengeluarkan botol minum dari tas yang dibawanya.
"Bu, minumlah dulu. Kita masih harus menunggu."
Elise tidak menolaknya. Ia meminumnya sambil dibantu oleh putrinya dan pemandangan ini tak luput dari pandangan seseorang yang sejak tadi mengikuti mereka berdua.
"Bu, setelah ini aku akan mengajak Ibu untuk memakan makanan yang enak."
"Nak, tidak perlu. Nanti uang kamu habis, kamu sudah banyak mengeluarkan uang untuk Ibu," ucap Elise lirih.
"Tidak masalah, Bu. Aku baru saja menerima gaji. Dan aku mendapatkan bonus. Jadi aku bisa mengajak Ibu jalan-jalan."
Ariela terpaksa berbohong. Jika tidak seperti ini, ia tahu kalau ibunya pasti akan menolaknya. Dan sebagai seorang anak, Ariela ingin melakukan yang terbaik selama ibunya masih ada di sisinya.
"Bu, ayo kita masuk. Sudah dipanggil," ucap Ariela saat nomor yang ada di tangannya sudah dipanggil.
Elise berdiri dibantu oleh putrinya. Mereka berdua masuk ke dalam ruangan dokter. Pertama-tama yang mereka kunjungi adalah dokter mata. Ariela ingin menyembuhkan kedua matai bunya. Ia akan berusaha mencari uang yang banyak agar bisa mendapatkan pendonor untuk matai bunya.
Airela terus memerhatikan ibunya yang sedang melakukan pemeriksaan. Ia tidak ingin melewatinya walau hanya sedetik saja. Banyak hal yang Ariela tanyakan. Bahkan ia juga sudah menanyakan berapa biaya untuk penyembuhan mata ibunya.
Satu persatu akan Ariela lakukan untuk ibunya. Ia ingin wanita yang sudah melahirkannya bisa hidup sehat lagi.
Di sisi lain.
"Jadi ibunya yang sakit? Bisa kau cek apa saja yang diderita oleh ibunya? Dan pastikan kita menemukan rumah sakit yang terbaik untuk menolong wanita paruh baya itu."
"Apa Anda yakin, Tuan?"
Rey menatap tajam ke arah anak buahnya. Ia memang tidak pernah melakukan hal gila seperti ini. Jadi wajar saja kalau anak buahnya dan orang-orang kepercayaannya merasa heran dengan sikapnya yang tiba-tiba menginginkan wanita yang sama.
"Kau tinggal mengerjakannya saja. Jika tidak sanggup, kau bisa pergi dari tempat ini dan jangan pernah kembali lagi!"
"Tidak, Tuan. Saya minta maaf jika terlalu lancang!"
"Kau kerjakan saja!"
Pria itu langsung membalikkan tubuhnya. Jelas ia harus melaksanakannya. Jika tidak maka ia akan kehilangan pekerjaan yang berharga ini. Yang benar saja, memangnya siapa juga yang mau meninggalkan gaji lima kali lipat dari Perusahaan lainnya. Di sini bukan hanya gaji saja yang dimanjakan tapi semua pekerja yang bekerja dengan Rey mendapatkan berbagai fasilitas. Gaji yang mereka dapatkan setara dengan apa yang mereka kerjakan. Jadi tidak akan ada yang berani memutuskan untuk pergi atau pun berhianat.
Rey tersenyum dengan penuh kemenangan. Ia jelas bahagia karena memiliki kelemahan dari wanita yang sudah membuat isi kepalanya kacau.
"Ariela, nama yang cantik dan kamu juga menarik!" ucap Rey lalu ia tertawa, mencoba megingat malam yang panas yang sudah ia lakukan pada wanita itu. Rasanya sungguh seperti mimpi saja. Padahal ia tidak pernah bermimpi tentang seorang wanita.
Rey menatap layar ponselnya yang menunjukkan sebuah foto Ariela bersama dengan ibunya. Rey semakin bangga dengan cara kerja anak buahnya yang benar-benar hebat.
Di rumah sakit.
Ariela dan ibunya keluar dari dalam rumah sakit. Mereka berdua terlihat bahagia saat ini. Apa lagi Elise, ia seperti memiliki harapan saat tahu ada kemungkinan jika matanya bisa sembuh.
Ariela yang melihat senyum itu terbit di wajah ibunya. Ia merasa jauh lebih tenang. Dengan begini, sang Ibu tidak akan bersedih lagi. Ia bisa terus memberikan kekuatan untuk sang Ibu. Karena Ariela tahu, bukan hanya satu penyakit yang diderita oleh ibunya. Jadi ia harus lebih kuat dan lebih giat lagi dalam mencari uang.
"Bu, apa kamu ingin memakan sup dan ayam panggang yang enak?"
Elise nampak ragu. Ia sedang berpikir, biaya berobat saja pasti sudah sangat mahal. Jika mereka harus memakan makanan mahal bagaimana untuk hari esok.
Ariela sepertinya mengerti apa yang diucapkan ibunya. Tapi wanita itu tetap berusaha mengajak ibunya agar mau menerima tawarannya.
"Bu, Ibu tidak perlu mencemaskan soal uang. Kebetulan aku kemarin mendapatkan voucher discount dari teman kerjaku. Jadi aku ingin sekali mengajak Ibu untuk pergi ke sana."
'Maafkan aku Ibu, aku terpaksa berbohong. Tapi aku benar-benar ingin mengajak Ibu untuk makan enak.'
Elise tersenyum. "Benarkah? Kalau memang seperti itu ya sudah tidak apa-apa. Ibu hanya tidak ingin kalau uang kamu habis. Kamu juga pasti memiliki kebutuhan, jangan karena Ibu. Semua hasil kerja keras kamu hanya habis untuk Ibu. Kalau seperti ini, Ibu akan merasa sangat sedih."
"Ibu tidak perlu cemas, harganya tidak terlalu mahal. Nanti di sana aku akan foto Ibu. Jika kedua mata Ibu sudah sembuh, Ibu bisa melihatnya nanti."
Elise kembali tersenyum. Betapa beruntungnya ia memiliki putri yang sangat perhatian dan juga pintar. Rasanya memang masih seperti mimpi. Elise merasa baru saja kemarin melahirkannya dan kini gadis kecil kesayangannya sudah tumbuh jadi wanita dewasa. Elise semakin bangga memiliki Ariela sebagai putrinya.
Ariela mengajak ibunya pergi menggunakan taksi. Sudah lama sekali ia ingin mengajak ibunya untuk makan di sebuah restoran mewah. Tapi ibunya selalu saja menolaknya karena takut uang yang ia miliki akan habis dengan cepat. Ariela tidak bisa membantah karena saat itu keuangannya memang benar-benar sangat menipis.
Akhirnya mobil yang ditumpangi Ariela tiba di salah satu restoran mewah. Untung saja tadi Ariela memberikan pakaian yang bagus untuk ibunya. Jadi semua orang yang datang ke restoran ini tidak akan meremehkannya.
"Bu, kita sudah sampai. Hati-hati jalannya, ada beberapa anak tangga di depan. Aku akan membantu Ibu," ucap Ariela lembut.
Elise tersenyum, wanita paruh baya itu terlihat sangat hati-hati. Ia juga tidak ingin mempermalukan putrinya.
Ariela membantu ibunya duduk saat sudah mendapati mejanya. Ariela memesan beberapa menu yang enak. Tentu saja sup dan ayam panggangnya juga ia pesan.
"Nak, apa kamu bisa menghabiskan semua itu?"
Ariela menyentuh tangan ibunya yang ada di atas meja.
"Bu, tenang saja. Aku yakin Ibu akan makan banyak hari ini. Semuanya discount, jadi Ibu tidak perlu cemas."
Elise hanya bisa mengangguk. Ia harus percaya pada putrinya. Dan Elise juga tidak ingin mengecewakan putrinya. Walau di dalam hatinya sedikit tidak rela, Elise tetap mengikuti apa yang putrinya inginkan.
Sedangkan di sudut restoran terdapat seorang pria yang berbeda dari sebelumnya. Ia terus memerhatikan apa yang dilakukan oleh Ariela di sana. Dan sepertinya pria itu sedang melaporkan kondisi Ariela dan ibunya.
"Mereka sedang makan di restoran x, Bos."
"Kau tahu apa yang harus dilakukan bukan?"
"Baik, Bos. Saya mengerti."
Pria itu langsung berdiri dan menuju meja kasir untuk membayar pesanannya. Ia akan menunggunya di tempat lain agar kedua wanita beda usia itu tidak mencurigainya nanti.
Bersambung