"Ariela, bisa kita bicara?" tanya Madam saat melihat Ariela yang sedang bersiap-siap untuk tampil malam ini.
"Ada apa? katakan saja," jawab Ariela sambil melihat wajah Madam dari cermin yang ada di hadapannya.
"Tidak bisa di sini. Usai merias wajah, datang ke ruangan saya," ucap Madam sambil melihat sekeliling ruang rias yang biasa digunakan oleh pegawai club.
Ariela menganggukkan kepalanya. "Saya akan segera ke sana."
Ariela sedang berpikir, apa yang akan dibicarakan oleh Madam. Apa semua ini ada hubungannya dengan hutangnya.
Ariela menaikkan kedua bahunya dengan acuh. Ia langsung membereskan alat riasannya lalu bergegas menuju ruang Madam.
Ariela mengetuk pintu ruangan di mana Madam berada, di saat sudah mendapatkan jawaban. Ariela masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Duduklah."
Ariela mengangguk lalu ia duduk di sebuah sofa tunggu yang ada di ruangan Madam. Ruangannya sangat nyaman sekali. Banyak pernak-pernik yang sengaja ditaruh untuk menghiasi dinding yang kosong. Dan di dekat meja kerja Madam terdapat sebuah rak yang berisi beberapa jenis minuman yang tentu saja yang ia jual di club malam miliknya.
"Ada apa, Madam?"
Madam menatap Ariela, dia tahu wanita yang ada di hadapannya ini cukup keras kepala. Tapi sebisa mungkin, ia akan tetap professional dan tidak akan pernah memaksa.
"Bagaimana tanggapan kamu tentang, Rey?"
DEG!
'Jadi ini tujuannya. Tumben sekali Madam mau bertanya tentang Rey. Biasanya juga acuh jika aku bermalam dengan banyak pria,' pikir Ariela.
Madam masih memerhatikan raut wajah Ariela yang tidak bisa ditebak sama sekali. Wanita ini cukup tertutup dan ia harus bisa sabar menghadapinya.
"Kenapa? Apa dia berbuat kasar padamu?"
Ariela menggelengkan kepalanya. "Dia sangat buas," ucap Ariela yang langsung membuat Madam tertawa.
Akhirnya Ariela bisa memecahkan suasana yang menurutnya tegang.
"Benarkah? Saya jadi penasaran bagaimana dia memperlakukan kamu di atas ranjang."
Ariela tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Tapi, berkat dia. Saya jadi bisa membawa Ibu ke rumah sakit, bisa mengajak beliau jalan-jalan untuk menikmati dunia luar.
Ariela senang akhirnya bisa memenuhi apa yang selama ini ia inginkan. Dan ia lebih bahagia saat ibunya tidak menolak ajakannya.
"Apa saya perlu menjelaskannya?"
Wajah Ariela sudah memerah, degupan jantungnya kembali berdebar. Padahal mereka hanya membicarakan Rey. Tapi kenapa, desiran di dadanya membuatnya jadi terasa aneh.
"Ariela …"
Ariela membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum canggung sambil menatap Madam yang sudah mulai mencurigainya.
"Ada apa sebenarnya?"
Ariela berpikir sejenak. Apa iya harus menceritakan semuanya ke Madam soal Rey yang meminta dirinya?
"Sebenarnya—" Ariela menggigit bibir bawahnya. Ia menatap manik mata Madam yang masih menunggu jawabannya.
Ariela menarik napas lalu membuangnya. "Rey meminta saya untuk stay di rumahnya. Apa yang harus saya lakukan? Saya membutuhkan pekerjaan ini. Dan saya juga masih memiliki hutang dengan Madam."
Madam yang mendengarnya langsung tersenyum. Membuat Ariela mengernyitkan dahinya.
"Jika kamu menginginkannya, kenapa tidak menerimanya? Kamu harus memikirkannya. Ini kesempatan langka."
"Madam tidak mencegah saya?" tanya Ariela bingung. Karena yang ia tahu, dirinya adalah primadona di tempat ini. Kenapa Madam bisa melepaskannya begitu saja?
Madam menggelengkan kepalanya. "Tidak. Karena kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Siapa sih yang menginginkan pekerjaan di tempat seperti ini? Saya yakin di dalam lubuhk hati kamu, kamu juga menginginkan kebebasan bukan? Jika ada yang lebih baik kenapa tidak dicoba?"
Areila menundukkan wajahnya. Memang benar apa yang diucapkan Madam. Sebenarnya, ia sendiri terpaksa melakukan pekerjaan ini. Karena membutuhkan banyak uang saat ini. Semua yang dilakukannya hanya untuk ibunya seorang.
"Tapi saya masih memiliki hutang dengan Madam. Dan saya harus melunasinya baru bisa pergi dari tempat ini."
Madam menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak perlu melunasinya lagi. Rey sudah membayar semuanya. Dia juga sudah meminta kamu dari saya. Tapi saya tidak bisa memberikan jawaban apa-apa. Karena semua keputusan ada di tangan kamu. Kamu yang akan menjalaninya dan saya hanya bisa bilang, kesempatan tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. Ariela, cobalah. Siapa tahu di sana kamu memiliki kehidupan yang lebih baik. Padahal Rey tidak pernah seperti ini pada wanita. Tapi dia berani meminta kamu. Itu artinya dia benar-benar menyukai kamu dan sudah menemukan tambatan hatinya."
Rey menemukan tambatan hati? Mana ada orang jatuh cinta pada saat baru saja bertemu, batin Ariela.
"Pikirkanlah, dia sebenarnya pria yang cukup baik dan bertanggung jawab. Dan dia juga seorang pria yang disegani oleh banyak orang. Kamu pasti tahu kan bagaimana kehidupannya. Jadi saya sudah menyampaikan apa yang perlu saya sampaikan. Kamu hanya tinggal memikirkannya saja. Jangan sampai kamu menyesal nantinya."
Ariela menganggukkan kepalanya. Ia sama sekali tidak bisa mengerti kenapa pria itu sangat menginginkannya.
Ariela keluar dari ruangan Madam. Ia masih memikirkan bagaimana kehidupannya nanti. Dan seniat itu kah Rey? Sampai-sampai semua hutang-hutang aku di Madam di bayar semuanya.
"Ah, kalau seperti ini, bisa menjadi beban aku sendiri!" gumam Ariela yang masih memikirkannya.
"Ariela …"
Ariela membuyarkan lamunannya saat mendengar suara pria. Wanita itu mengangkat wajahnya dan menatap pria yang ada di hadapanya.
"Kamu, kenapa ada di sini?" tanya Ariela kaget.
Pria yang ada di hadapan Ariela adalah pria yang bertemu saat ia berada di supermarket bersama dengan ibunya kamarin.
"Ini tempat umum, dan saya datang ke sini memang sengaja ingin mengajak kamu minum bersama," ucap pria itu sambil tersenyum.
"Tapi maaf, Ariela sudah ada janji dengan saya. Dan saya rasa kamu tidak akan pernah bisa mendekatinya lagi," ucap seseorang yang baru saja datang.
Dia adalah Rey. Pria yang sudah membuat Ariela sakit kepala. Karena pria itu, ia harus memutar otak untuk menerima tawarannya atau tidak.
Pria itu mengernyitkan dahinya. "Apa benar yang dia katakan Ariela?" tanya pria itu.
Rey mendekati Ariela. Ia langsung merangkulkan sebelah tangannya ke belakang pinggang Ariela dengan possessive.
Ariela sebenarnya risih, tapi ia juga tidak bisa menolak karena tidak ingin membuat kekacauan di club Madam.
Lagi pula Ariela juga sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Ia biasa disentuh oleh banyak pria hidung belang. Jadi ia mencoba untuk tetap tenang.
"Ariela, katakan padanya jika kau sudah membuat janji padaku. Apa kau melupakannya?" tanya Rey lembut.
Ariela sama sekali tidak bisa memahami Rey. Pria itu sangat misterius dan sepertinya Ariela harus berbicara dengan Rey. Ia akan mempertanyakan semuanya pada Rey.
"Maaf, tapi yang Rey katakan benar. Saya sudah memiliki janji sebelumnya. Mungkin kita bisa minum bersama di lain waktu," ucap Ariela sambil memasang wajah memelas.
Sebenarnya Ariela tidak enak menolak seperti ini. Tapi karena ia memiliki banyak pertanyaan untuk Rey. Jadi Ariela terpaksa menolaknya.
Pria itu mengepalkan kedua tangannya lalu mencoba untuk tersenyum.
"Ok, tidak masalah. Lain waktu saya akan membuat janji lebih dulu agar tidak ada yang mengganggu," ucap pria itu yang langsung memilih pergi dengan wajah kecewanya.
Bersambung