Chereads / WANITA-MALAM / Chapter 10 - Memikirkan Ariela

Chapter 10 - Memikirkan Ariela

Ariela sedang merapihkan belanjaan yang tadi dibelinya. Tapi sayangnya sang Ibu tetap ingin membantunya. Dengan penglihatan yang tidak terlalu jelas, Elise mencoba untuk jalan sambil mengulurkan tangannya agar tidak menabrak sesuatu.

Elise sangat hati-hati dan ia juga sudah hapal dengan letak barang-barang yang ada di rumah ini.

"Bu, istirahatlah lebih dulu. Satu hari ini aku sudah membawamu pergi, pasti sangat melelahkan," ucap Ariela saat melihat ibunya yang sedang jalan menghampiri dirinya.

"Tidak apa-apa. Ibu tidak terlalu lelah. Dan kenapa kamu sendiri tidak istirahat?"

"Ibu, aku akan pergi istirahat setelah menyiapkan makan malam. Biar sekalian pakaianku kotor, Bu."

"Biar Ibu bantu."

"Tidak, Ibu sudah ganti baju dan sekarang Ibu harus istirahat. Aku tidak ingin nanti Ibu jadi sakit lagi."

"Tidak akan, Ibu kan hanya duduk di sini."

"Ibu selalu saja keras kepala!"

"Tidak, Ibu hanya duduk menemani kamu di sini."

Ariela mendesah. Ia tahu jika bersama dengan ibunya, ia tidak akan bisa berdebat sama sekali. Jadi untuk apa berdebat jika ia sendiri tahu kalau ibunya cukup keras kepala.

"Ok, Ibu duduk di sini. Aku akan membuatkan minuman hangat untuk Ibu."

Elise tidak membantah. Ia duduk dan menunggu putrinya di sana. Walau tidak bisa membantu apa-apa, menurut Elise akan lebih baik jika ia menemani putrinya di sana. Dengan begitu ia bisa menjaga putrinya sepanjang waktu.

Elise tersenyum. Ia masih merasa bahagia walau di dalam hatinya masih tersimpan rasa sedih. Elis senang bisa menikmati waktu satu hari ini. Dan ia sedih tidak bisa melihat dunia yang begitu indah di luar sana dengan jelas.

Elise hanya bisa pasrah. Mendengar ucapan dokter yang memberikan harapan jelas membuatnya sangat sedih. Karena ia yakin jika harapan itu hanya untuk membuatnya bahagia sesaat saja.

Elise tahu dan sadar diri kalau ia tidak boleh berharap pada manusia. Karena ia semakin takut itu akan menyakiti hatinya jika sesuatu yang diinginkannya tidak bisa terwujud.

Elise mendesah. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan keras. Berharap agar ia bisa kuat dengan kondisinya saat ini.

Ariela yang melihat ibunya bersedih, hatinya pun ikut terluka. Ariela meletakkan minuman hangat di depan ibunya.

"Bu, apa kau memikirkan sesuatu?"

Elise tersenyum. "Tidak, jadi kamu ingin membuat apa?"

Elise sengata mengalihkan pembicaraannya. Ia tidak ingin sampai putrinya terus menerus menanyakan apa yang sedang dipikirkannya.

"Mmm, bagaimana kalau kita buat ramen saja? Tadi aku membeli beberapa bungkus ramen, Bu. Sudah lama aku tidak memakannya. Tidak apa-apa kan, Bu?"

Elise tersenyum lagi. "Tidak apa-apa kok. Memangnya kenapa dengan makanan instan? Ibu tahu kamu sangat menyukainya, jadi makanlah di saat kamu menginginkannya. Jangan setiap hari juga karena tidak baik untuk Kesehatan kamu."

"Baik, Bu. Aku janji tidak akan memakannya setiap hari." Ucap Ariela dan Elise menganggukkan kepalanya.

Di sisi lain.

Rey baru saja kembali dari club malam. Tujuannya ia pergi ke sana karena ingin meminta Ariela dari Madam. Biar bagaimana pun, Rey mengenal Madam dengan baik. Jadi ia berusaha meminta Ariela dengan cara yang baik juga.

Rey tidak menyangka jika pemikiran Madam sangat terbuka. Wanita itu mengizinkan Ariela untuk bisa ikut dengannya. Mungkin saja, jika bukan Madam. Mereka bisa menahan sumber uang yang didapatnya itu. Apa lagi Ariela adalah primadona di tempatnya bekerja.

Rey semakin melebarkan senyumannya. Ia benar-benar tidak sabar ingin mengajak Ariela pulang ke rumahnya.

Dan anak buah Rey yang melihat bosnya senyum-senyum sendiri merasa sangat ngeri. Tidak biasanya bos mereka seperti ini.

'Apa jangan-jangan si boss akan ngamuk habis ini? Ini sungguh mengerikan sekali.'

Begitu tiba di rumah. Rey turun dari mobil dan masuk ke dalam. Rey melihat beberapa pekerja di rumahnya yang menyapa. Ia langsung menganggukan kepalanya lalu berlalu dengan meninggalkan banyak pertanyaan pada mereka yang ada di sana.

"What? si bos senyum?" ucap salah satu pekerja.

"Habis ini akan ada badai apa ya? Kenapa si boss senyum-senyum sendiri?" ucap salah satu pengawal yang jadi ngeri sendiri melihat sikap bosnya yang mengerikan itu. Rasanya sebentar lagi dunia akan runtuh.

Rey masuk ke dalam kamarnya. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa berwarna hitam yang ada di kamarnya.

Rey membentangkan kedua tangannya sambil memikirkan apa rencana selanjutnya.

"Mmm, apa aku siapkan dulu saja ya kamarnya? Tapi …, aku tidak tahu seleranya."

Rey mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi salah satu orang kepercayaannya.

"Kau cari apa yang disukainya dan apa yang tidak disukainya. Hubungi saya tiga puluh menit lagi," ucap Rey dengan nada yang cukup dingin.

Rey menatap ponselnya yang sudah menggelap. Kali ini ia benar-benar gila. Tidak biasanya Rey melakukan hal ini. Dan ia sendiri juga tidak paham ada apa sebenarnya dengan semua ini.

Rey merasa sangat aneh dengan hatinya yang tiba-tiba berdebar. Ia memegang dadanya sambil memejamkan kedua matanya. Merasakan debaran yang begitu mengguncang.

"Shiittt," umpat Rey.

Rey meraih kunci mobilnya. Ia melajukannya seorang diri. Biasanya ia akan menggunakan sopir tapi kali ini ia memilih sendiri. Dan anak buahnya yang melihatnya langsung mengikutinya. Biar tidak disuruh mengikutinya. Demi keselamatan bosnya, mereka memutuskan untuk tetap mengikutinya saja.

Rey merasa sangat frustasi, bukan karena suatu masalah atau kesal. Tapi ia frustasi karena jantungnya tidak berhenti berdebar. Ini akan sangat menyebalkan karena ia sama sekali tidak bisa mengontrolnya.

Rey menuju sebuah club malam. Ia bertemu dengan Madam di sana.

"Balik lagi? Mau yang seperti apa?" tanya Madam yang sudah paham tentang Rey.

Rey menggelengkan kepalanya. "Tidak. Saya hanya ingin minum saja," ujar Rey.

Madam menganggukkan kepalanya. Tumben sekali dia tidak mencari wanita dan satu hari ini sudah lebih dari satu kali Rey datang ke tempatnya. Sebenarnya Madam senang karena pengunjung vip bisa datang ke tempat ini. Hanya saja, ia merasa Rey sedikit berbeda setelah bertemu dengan Ariela.

Selama ini memang Rey tidak pernah tahu sosok Ariela karena wanita itu selalu diburu para pria hidung belang. Rey juga tidak memikirkannya karena menurutnya ia tidak akan pernah tidur dengan wanita yang sama.

Rey duduk di depan meja bartender. Ia memesan minuman favoritnya.

Rey mulai menikmati suara dentuman music yang mulai memenuhi telinganya. Ia memilih diam di bangku, menatap minuman yang baru saja datang.

"Hei sayang, butuh teman minum?" sapa salah satu wanita yang langsung menunjukkan gelas yang ada di tangannya.

Rey mengabaikannya lalu wanita itu mulai melingkarkan tangannya di lengan Rey.

Rey meliriknya lalu ia melepaskannya, menepiskannya hingga membuat wanita itu sedikit kesal. Tapi dengan cepat wanita itu menetralkan ekspresi wajahnya.

"Ayolah, kita hanya minum saja. Jadi untuk apa kau menolaknya?" ucap wanita itu dengan menggoda. Bahkan bagian depan tubuhnya yang mumbul itu mulai ditempelkan di lengan Rey.

"Menyingkirlah sebelum saya bertindak kasar dengan kamu!" pinta Rey lalu ia menatap tajam wanita yang sejak tadi menggodanya.

Bersambung