Chereads / WANITA-MALAM / Chapter 23 - Ariela Belum Memberikan Jawabannya!

Chapter 23 - Ariela Belum Memberikan Jawabannya!

"Apa kamu teman satu kantor dengan Ariela?" tanya Elise.

"Mmm, iya Bu. Saya dengar Ibu sedang sakit karena beberapa hari yang lalu Ariela sempat meminta izin. Jadi saya memutuskan untuk menjenguk Ibu," ujar Rey ramah.

Rey seperti menemukan sosok Ibu saat melihat wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu. Rasanya sangat menenangkan, hatinya seolah menghangat. Ada perasaan yang tak bisa ditebak oleh Rey. Tapi ia merasa sangat nyaman berada di samping Elise.

Ariela yang sedang membuatkan minum untuk Rey jelas mendengar semua pembicaraan mereka.

Ariela ingin sekali mengusir Rey karena sudah berbohong pada ibunya. Tapi, tidak mungkin juga kalau Ariela mengatakan yang sebenarnya pada ibunya itu.

"Ini diminum dulu," ucap Ariela.

Rey menganggukkan kepalanya lalu ia mengambil minumannya dan menyesapnya.

'Ah rasanya manis sekali. Apa lagi Ariela yang membuatkannya. Terasa sangat istimewa dan berbeda.'

Ariela duduk di samping ibunya. Ia menatap ibunya yang terlihat sedang tersenyum. Ariela merasa sangat senang bisa melihat senyum yang terbit di wajah wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Bu …," panggil Rey. Membuat kedua wanita yang ada di hadapannya itu langsung menatapnya.

"Ada apa, Nak?" tanya Elise.

'Maafkan aku Ariela. Tapi aku harus mengatakannya.'

"Jika ada pendonor untuk Ibu, apa Ibu bersedia?" tanya Rey lalu menatap Ariela yang sudah membulatkan kedua matanya.

"Memangnya sudah ada? Kenapa Ariela tidak bilang pada Ibu?" tanya Elise.

"Belum Bu, saya hanya bertanya saja. Nanti saya akan membantu mencari pendonornya. Tapi jika Ibu bersedia, kemungkinan kita akan pergi ke New York untuk melakukan operasinya," ucap Rey.

"Jauh sekali, apa tidak ada yang di dekat sini? Bagaimana Ibu bisa ke sana?" tanya Elise.

"Jika Ibu bersedia, Ibu tidak perlu mencemaskan itu semua. Saya dan Ariela akan menyiapkannya," ucap Rey tulus.

Ariela sudah merasa takut. Jika ibunya memiliki pikiran yang negative tentang hubungan mereka berdua. Lantas apa yang bisa aku jawab jika Ibu bertanya soal Rey?

"Nak Rey, boleh Ibu bertanya?" tanya Elise.

"Tentu saja, Bu," jawab Rey.

"Tidak mungkin Nak Rey membantu jika tidak ada hubungannya dengan Ariela. Apa kalian berdua memiliki hubungan khusus?" tanya Elise.

'Sudah ku duga, Ibu akan bertanya seperti itu!'

Rey melihat Ariela sambil tersenyum. Seperti senyuman sebuah kemenangan.

'Jadi ini tujuannya mengajak ke rumah. Licik sekali!'

"Kami hanya teman, Ariela belum memberikan jawaban yang pasti untuk hubungan kita. Saya akui, jika saya memiliki ketertarikan dengan putri Ibu. Jika Ibu mengizinkannya, saya ingin mendekatinya," ucap Rey sopan. Dan hatinya mulai berdegup dengan cepat.

Elise tersenyum. "Kalau itu, saya terserah bagaimana Ariela saja. Dia yang menjalankannya dan dia yang tahu bagaimana nanti ke depannya. Ibu serahkan ke Ariela saja, jika dia memang membalas cinta kamu. Ibu juga tidak bisa menolaknya bukan? Karena kebahagiaan Ariela adalah kebahagiaan Ibu juga," ucap Elise.

Ariela tahu bagaimana baiknya sang Ibu. Tapi yang jadi permasalahan Ariela kali ini adalah pria yang ada di hadapannya itu. Ia sama sekali tidak mengerti, bagaimana cara mengatasi Rey yang selalu saja mengambil tindakan sesuka hatinya itu.

Ariela sudah menatap tajam pria yang ada di hadapannya itu. dan Rey yang melihatnya justru malah memperlihatkan senyumannya. Jarang-jarang Rey tersenyum seperti ini.

"Ok, kalau gitu saya pamit dulu ya, Bu. Saya akan segera menemukan pendonor untuk Ibu. Ibu jangan cemas, semua penyakit yang ada di dalam tubuh Ibu akan segera sembuh, saya janji akan menemukan dokter yang terbaik untuk Ibu," ucap Rey.

Elise mengambil sebelah tangan Rey. "Terima kasih, Nak. Semoga kebaikan kamu selalu diberkati oleh Yang Kuasa. Ibu tidak akan pernah bisa membalas kebaikan kamu. Tapi Ibu hanya bisa berdoa, semoga kamu selalu berada di jalan dalam lindungan-Nya," ucap Elise.

Hati Rey seolah tertusuk mendengar ucapan Elise. Selama ini, ia selalu menjadi pria yang kejam. Dan semua yang dilakukannya jelas karena ada sebabnya, Rey juga tidak akan jahat jika orang-orang itu tidak memulainya lebih dulu.

Rey menangkup tangan wanita paruh baya yang sudah mulai keriput itu.

"Tentu saja, Bu. Saya pulang dulu ya. Nanti makanannya jangan lupa dimakan," ucap Rey.

"Terima kasih, Nak Rey. Seharusnya kamu tidak usah repot-repot membawa makanan seperti itu," ucap Elise.

"Tidak apa-apa, Bu," ucap Rey lalu ia melepaskan genggaman tangannya dan keluar dari rumah Ariela.

Ariela mengantar Rey. Mereka berdua jalan bersama.

"Kenapa Anda melakukan itu?" tanya Ariela lalu menatap tajam Rey.

"Saya hanya ingin membantu. Apa kamu tidak ingin melihat Ibu kamu sembuh?"

"Tentu saja mau, tapi bukan dengan cara seperti ini!"

"Kamu pikirkan baik-baik, penyakit Ibu bisa kambuh kapan saja. Dan kamu juga tidak ingin terlambat menyelamatkannya bukan?"

Rey tahu jika ibunya Ariela memiliki suatu penyakit selain kedua matanya yang tidak bisa melihat itu. Menurut Rey, jika belum terlalu parah. Penyakit ibunya masih bisa disembuhkan.

"Pikirkan baik-baik, kembali lah. Kasihan Ibu kamu sendirian," ucap Rey.

Ariela hanya diam mematung. Ia sama sekali tidak mengerti harus bagaimana lagi. Ariela ingin mengusahakan semuanya sendiri. Tapi ia sadar diri, uangnya tidak cukup untuk membiayai ibunya.

Ariela menangis, ia mulai menitikan air matanya saat mobil Rey sudah tidak terlihat lagi. Ariela mengusap kedua pipinya lalu ia kembali ke rumahnya.

"Kamu sudah makan?" tanya Elise.

"Sudah, Bu. Ibu ingin makan? Biar aku siapkan dulu ya."

Elise menganggukkan kepalanya. Ia masih duduk di bangku yang tadi. Masih belum beranjak. Di kepalanya ada beberapa pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan pada putrinya. Tapi Elise tahu, Ariela pasti enggan untuk menjawabnya.

"Bu, aku buatkan tumisan mau?"

"Apa saja, terserah kamu saja."

Hening …, tidak ada lagi ucapan yang keluar dari bibir Ariela. Wanita itu seolah membungkam mulutnya sendiri.

"Ibu bisa merasakan kalau niat baik Nak Rey sangat tulus," ucap Elise memecahkan keheningan ini.

Ariela mendesah. Ia tahu pasti ibunya akan menanyakan hal ini padanya.

"Aku akan memikirkannya. Sekarang Ibu makan saja dulu. Jika aku sudah siap dengan semuanya, aku akan memberitahu Ibu, ok!"

"Baiklah, kamu pikirkan baik-baik. Kamu yang akan menjalaninya. Tapi, tidak baik juga menolak niat baik seseorang."

"Aku mengerti, Ibu. Ayo dimakan, aku buatkan sup juga untuk Ibu. Habiskan ya."

"Tentu saja, Ibu akan menghabiskannya jika makan bersama dengan putri kesayangan Ibu."

Ariela langsung memeluk tubuh ibunya. Inilah kebahagiaannya. Surga yang selalu Ariela banggakan.

Elise tahu bagaimana kerasnya watak putrinya, tapi biar bagaimana pun. Ariela sangat pengertian dan juga sayang terhadap ibunya.

Apa pun akan Ariela lakukan demi orang yang dicintainya. Ariela selalu ingin ada di sisi ibunya. Ia sangat mencintai Elise.

Bersambung