Ariela masih berada di ruang kerja Rey. Pria itu masih terlihat sangat sibuk, sampai-sampai makanan yang ada di hadapan Ariela menjadi dingin.
Ariela yang sejak tadi membaca majalah pun akhirnya mengangkat wajahnya. Kedua matanya langsung menatap kedua bola mata Rey yang ternyata juga sedang memerhatikannya.
"Kamu makan dulu saja."
"Aku masih kenyang, Rey."
"Ok, tunggu aku lima belas menit lagi. Habis ini kita makan bersama, sudah mau jam makan siang juga," ucap Rey sambil melihat arloji di tangannya.
Ariela hanya bisa menganggukkan kepalanya. Tidak mungkin ia menolaknya jika sudah disediakan oleh Rey. Biar bagaimana pun, Ariela masih menghargai pria itu. Walau aslinya ia ingin sekali menghindarinya.
Ariela kembali fokus dengan majalah di tangannya. Lalu ia tidak sadar jika akhirnya Rey sudah berada di sampingnya.
Rey terus menatap wanita cantik yang selalu saja bisa mengalihkan dunianya. Ariela yang tersadar langsung menutup majalahnya.
"Kenapa tidak bilang?"
Rey tersenyum, ia mengambil piring lalu menuangkan makanannya ke atas piring dan memberikannya ke Ariela.
"Kamu terlihat sangat serius, jadi aku tidak ingin mengganggu kamu."
Ariela jadi merasa tidak enak. Bukan hanya tidak enak, sebenarnya ia juga ingin cepat pulang.
"Tidak apa-apa kan kalau sudah dingin? Atau kau mau yang baru?"
"Tidak apa-apa. Aku sudah biasa memakannya."
Rey menganggukkan kepalanya. Mereka berdua pun mulai menikmati santapannya bersama-sama.
Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Ariela sedang mencoba memaksa makanannya agar bisa dihabiskan dengan cepat.
"Apa aku bisa bertemu dengan ibumu?" tanya Rey usai menghabiskan makanan mereka.
Ariela menatap Rey sejenak. Ia merasa ragu dan bingung harus bilang apa pada ibunya nanti.
"Aku tidak akan melakukan hal yang macam-macam kok, hanya ingin melihatnya saja."
Ariela menganggukkan kepalanya. "Soal su—"
"Aku harap kamu segera memikirkannya. Saat ini, mereka hanya tinggal menunggu keputusan kamu. Kamu ingin yang terbaik untuknya bukan?"
Ariela mendesah. Ia memang selalu ingin melakukan yang terbaik untuk ibunya. Maka dari itu, ia tidak ingin mengecewakan ibunya. Tapi, apa tidak ada cara lain? Kenapa juga harus menikah dengannya? batin Ariela yang jadi ingat jika ia sudah membaca surat dari Rey kemarin.
"Aku tahu, aku akan segera memberikan jawabannya."
Rey menganggukkan kepalanya. "Kalau gitu kita pergi sekarang saja. Mmmm, kira-kira Ibu kamu suka apa? Kita mampir beli makanan dulu, bagaimana?" tanya Rey yang jadi bersemangat.
Ariela menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Rey yang terlihat sangat over. Tapi, mau bagaimana lagi. Ariela tidak akan bisa menolaknya karena pria itu pasti akan terus memaksanya.
Ariela dan Rey keluar dari ruangan mereka. "Kau urus sisanya," ucap Rey dingin ke sekretarisnya.
Pria muda itu menganggukkan kepalanya dan menatap kepergian bosnya. Tanpa diminta pun sebenarnya Frans juga sudah biasa melakukan pekerjaannya ini sendirian.
Kedua pasang mata beberapa pegawai yang ada di sana kembali melihat betapa mesranya Rey terhadap wanita yang ada di sampingnya. Setiap gerakan yang dilakukan pria itu menunjukkan jika Rey sangat takut kehilangan Ariela.
Ariela yang menjadi pusat perhatian jadi merasa tidak nyaman. Seharusnya sejak awal ia menolaknya saja bukan? Tapi percuma juga jika menolak pun tidak bisa.
Rey menaruh tangannya di atas kepala Ariela saat wanita itu masuk ke dalam mobil.
Rey masuk ke dalam mobil dan mobil pun mulai melaju.
"Kita mampir supermarket sebentar ya," ucap Rey.
"Sebenarnya tidak usah juga tidak apa-apa kok," ujar Ariela.
"Tidak, aku ingin membelikan sesuatu untuknya. Kau harus memberitahuku beliau suka apa," ucap Rey.
Ariela menganggukkan kepalanya lalu pandangannya langsung tertuju keluar jendela.
***
Ariela dan Rey sudah berada di supermarket. Rey mengambil beberapa jenis buah. Ariela yang ingin menolaknya pun tidak bisa karena pria itu tidak mau mendengarkan ucapannya.
Ya, Rey memang sengaja mengacuhkan Ariela. Ia akan mengajaknya bicara di saat ingin bertanya saja. Dan Rey juga mengambil beberapa snack dan minuman yang menurutnya Ariela akan menyukainya.
Apa saja diambil oleh Rey hingga membuat satu trolly itu penuh.
"Ini banyak sekali, Rey."
"Ini untuk Ibu kamu."
"Tetap saja, aku ja—"
"Kamu minta dicium ya?" potong Rey hingga membuat Ariela membelalakkan kedua matanya.
"Tidak."
Ariela langsung menciut. Bukan ini yang ia inginkan, kenapa pria ini sungguh menyebalkan sekali? Padahal ya, tidak usah membeli sebanyak ini. Dua jenis buah saja sudah cukup. Tidak harus sampai membuat trolly-nya penuh.
Rey membayar semua belanjannya. Dan anak buahnya langsung datang menghampirinya untuk membawa belanjaannya.
Ariela yang melihatnya tidak habis pikir dengan cara kerja bodyguard Rey. Padahal tadi Rey tidak menghubunginya. Tapi tiba-tiba mereka muncul begitu saja.
'Apa jangan-jangan mereka selalu mengawasi dari tempat tersembunyi. Jadi tidak ada yang tahu kalau ada yang menjaga Rey? Apa jangan-jangan Rey juga menyuruh anak buahnya untuk mengawasiku? Buktinya dia tahu soal Ibu.'
Ariela membuyarkan lamunannya lalu mengikuti Rey yang sudah merangkul belakang pinggangnya dengan possessive.
"Kamu suka ice cream?" tanya Rey saat melihat stand ice cream.
"Suka."
Rey langsung mengajak Ariela ke toko ice cream. Ariela sendiri tidak menyadarinya jika Rey akan bergerak dengan cepat.
"Kamu mau rasa apa?" tanya Rey sambil melihat wajah Ariela yang terlihat bingung.
"Cokelat saja," ucap Ariela.
Sepertinya Ariela harus mulai terbiasa dengan tindakan Rey yang suka datang secara tiba-tiba. Pria ini sungguh tidak bisa ditebak sama sekali. Entah kenapa aku jadi merasa takut ya? batin Ariela.
Rey memberikan ice cream cokelatnya dan Ariela menerimanya. Pria itu membayarnya lalu kembali merangkul belakang pinggan Ariela dengan possessive.
"Kamu tidak beli?"
"Tidak. Untuk kamu saja."
Ariela hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Lalu ia kembali menikmati ice creamnya.
Rey dan Ariela masuk ke dalam mobil. Dan mobil pun langsung melaju ke kediaman Ariela.
Sesampainya di ujung jalan. Rey dan Ariela turun. Mereka berdua harus berjalan kaki karena memang mobil tidak bisa masuk ke dalam. Anak buah Rey mengikuti mereka. Membantu membawakan belanjaannya.
Ariela merasa tenang karena tempat ini tidak terlalu ramai. Jadi tidak akan ada yang menanyakan tentang dirinya.
Rey yang melihatnya merasa tersentuh. Tempat tinggal yang cukup sederhana namun nampak menenangkan sekali. Walau tidak terlalu luas, tapi saat masuk ke dalam ia bisa merasakan kehangatan di dalam sana.
"Ariela, kau sudah pulang?" tanya Elise.
"Sudah, Bu. Ibu, ini ada Rey. Dia temanku, dia datang ingin melihat Ibu," ucap Ariela.
"Nak Rey, maaf tempatnya berantakkan," ucap Elise ramah.
"Tidak apa-apa Bu, senang bisa bertemu dengan Anda," ucap Rey tulus.
Elise bisa merasakan aura hangat dari diri Rey. Ia bisa menilai jika pria yang ada di hadapannya ini sangat baik. Walau penglihatannya tidak jelas. Elise masih bisa merasakannya. Hanya ia sendiri yang tahu bagaimana caranya.
Bersambung