Chapter 33 - Curious 5

"Sampai jumpa nanti malam," ujar Pierre setelah ia berpamitan untuk pulang dengan Esmee.

Esmee tersenyum simpul sambil menganggukkan kepalanya. Ia mengantar Pierre sampai ke pintu depan restoran. "Terima kasih kau sudah membantuku lagi."

Pierre merangkul Esmee lalu mengecup pipinya. Setelah itu ia tersenyum dan segera pergi meninggalkan restoran D'Amelie. Esmee terdiam sambil menghela nafas panjang setelah Pierre mengecup pipinya. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam restoran.

Marie yang tadi melihat Pierre mengecup pipi Esmee langsung mengerling jahil pada Esmee. "Lihat, siapa yang semakin gencar mendekatimu sekarang. Kemarin William menemanimu. Sekarang Pierre nampaknya sudah tidak ragu mencium pipimu."

Esmee mendesah pelan. "Apa tidak ada tamu lagi?"

Marie mengangkat bahunya. "Sejak buka untuk sesi kedua, hanya ada beberapa tamu yang datang."

Esmee menghela nafas panjang. "Sepertinya renovasi bangunan akan mempengaruhi kita sebentar lagi."

"Mau bagaimana lagi? Pekerja-pekerja itu juga hanya menjalankan perintah. Kita pun tidak bisa berbuat banyak. Kau tidak bisa melawan mereka sendirian," sahut Marie.

Esmee menganggukkan kepalanya. "Kalau sudah tidak ada tamu, sebaiknya kita tutup saja. Aku akan mencari cara untuk mengurangi kebisingan di dalam restoran agar tamu-tamuku bisa tetap merasa nyaman."

"Oke, kalau begitu," sahut Marie.

Esmee menepuk lengan Marie lalu segera berjalan menuju dapur. Sementara itu, Marie segera memasang tanda restoran tutup di pintu masuk. Setelah itu, ia segera memanggil dua pramusaji lain dan mereka mulai merapikan bagian dalam restoran.

Di dalam dapur, Esmee meminta Sven dan William untuk menghentikan kegiatan mereka. "Kita mulai membersihkan dapur saja. Bahan makanan yang sudah kalian bersihkan bisa dimasukkan ke dalam kulkas dan kita gunakan untuk besok."

"Bukankah ini masih jam buka?" tanya Sven.

Esmee menggelengkan kepalanya. "Kita tutup lebih awal hari ini. Rasanya aku masih perlu istirahat."

"Oh, baiklah kalau begitu," ujar Sven. Ia kemudian segera merapikan bahan-bahan makanan yang sudah ia bersihkan.

William terdiam sebentar sambil menatap Esmee. Gadis itu membalas tatapan William dengan tersenyum simpul dan mengangguk pelan. William mendesah pelan lalu segera melakukan apa yang diperintahkan Esmee.

Sementara Sven sibuk merapikan bahan makanan untuk dimasukkan ke dalam kulkas, William sibuk mencuci piring-piring kotor yang baru saja diangkut oleh Marie dan dua Pramusaji restoran. Sedangkan Esmee, ia duduk di meja makan yang ada di dapur dan sibuk menghitung uang dan memasukkannya ke dalam amplop putih yang sudah ia siapkan.

Sven bersama Marie dan dua orang Pramusaji lain langsung menghampiri Esmee setelah selesai melakukan pekerjaan mereka. Keempatnya tersenyum riang ketika menerima amplop putih yang diberikan Esmee.

"Pergunakan uang ini dengan baik. Maaf, aku tidak bisa membayar kalian lebih dari ini," ujar Esmee setelah ia selesai memberikan amplop-amplop berisi uang gaji kepada para pekerjanya.

"Kami masih memiliki pekerjaan saja sudah sangat membantu," sahut Marie.

Esmee tertawa pelan. "Kau bisa membeli sepatu baru sekarang."

Marie menghela nafas panjang. "Sepertinya aku akan menunda membeli sepatu baru. Adikku membutuhkan uang ini untuk pengobatannya."

Esmee menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau begitu. Kalian boleh pulang lebih awal hari ini. Terima kasih atas kerja keras kalian."

Sven, Marie dan dua orang pramusaji lainnya menganggukkan kepalanya pada Esmee. Setelah itu, satu per satu dari mereka pergi meninggalkan restoran D'Amelie. Esmee tertawa pelan ketika ia melihat William masih berada di dapur.

"Kenapa kau selalu pulang belakangan?" ujar Esmee.

"Pekerjaanku yang mengharuskanku untuk pulang paling akhir. Aku harus membersihkan dapur ini dan mencuci piring-piring setelah digunakan," jawab William. Ia melepaskan sarung tangan karet yang ia gunakan lalu berjalan menghampiri Esmee.

Esmee langsung memberikan amplop putih yang sudah ia siapkan kepada William. "Ini bayaranmu setelah dua minggu bekerja di sini."

William mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menatap amplop yang disodorkan Esmee padanya. "Bukankah ini terlalu awal untuk membayarku?"

"Tidak apa-apa. Kebetulan hari ini memang tanggal gajian. Aku takut kau memerlukan uang untuk biaya hidupmu di sini. Ya, meskipun aku yakin gajimu selama bekerja di hotel pasti masih cukup untuk membiayai hidupmu di sini," jawab Esmee.

William berdecak pelan sambil menerima amplop yang diberikan Esmee. Ia tidak melihat isi di dalam amplop tersebut dan langsung memasukkannya ke dalam saku celananya.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku masih memiliki tabungan," ujar William.

"Tabunganmu bisa habis kalau kau tidak mengisinya. Setelah menerima gaji, kau bisa langsung membeli barang kebutuhanmu tanpa perlu menggunakan uang dari rekeningmu," sahut Esmee.

"Nanti malam kau kembali bekerja di klub?" tanya William.

Esmee menganggukkan kepalanya. "Aku merasa tidak enak dengan Pierre jika aku kembali tidak masuk."

"Kau yakin tidak apa-apa?"

"Aku sudah tidak apa-apa."

"Aku bisa mengantarmu kalau kau butuh tumpangan." William menawarkan dirinya untuk mengantar Esmee pergi ke klub untuk bekerja.

"Aku bisa naik sepeda. Lagipula klub itu tidak terlalu jauh dari sini," sahut Esmee.

"Tapi itu membuatmu semakin lelah karena masih harus bersepeda setelah pulang dari klub. Aku bisa mengantar jemputmu dengan sepeda motorku. Itu lebih menghemat waktu dan kau bisa cepat beristirahat."

"Apa kau menyukaiku?" tanya Esmee setelah ia mendengar ucapan William.

William terdiam setelah ia mendengar pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh Esmee. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena perhatian yang kau berikan bisa membuatku salah paham. Aku tidak mau itu terjadi," jawab Esmee.

"Apa aku salah jika memberikan sedikit perhatian padamu? Kau pemimpin di tempat ini tapi kau bahkan tidak peduli dengan kesehatanmu sendiri. Apa kau tidak berpikir apa yang akan terjadi pada Marie, Sven dan yang lainnya jika kau mendadak sakit dalam waktu yang lama?"

Esmee menatap mata William sambil memikirkan apa yang baru saja dikatakan William. "Jadi kau melakukannya sebagai rekan kerja?"

William langsung menganggukkan kepalanya. "Aku melakukannya sebagai rekan kerja sekaligus bawahanmu."

"Baiklah kalau begitu. Kau bisa menjemputku tiga puluh menit lagi. Aku selesai bekerja pukul dua. Semoga kau masih terjaga dan sanggup menjemputku. Karena kalau tidak, aku pasti berjalan kaki untuk kembali ke sini," ujar Esmee.

"Oke. Aku akan menjemputmu tiga puluh menit lagi." William kemudian segera pergi meninggalkan dapur.

Esmee menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan setelah William pergi meninggalkan dapur. Ia kemudian segera beranjak dari dapur dan menuju kamarnya untuk beristirahat sebentar sebelum ia pergi ke klub untuk bekerja.

Sementara itu di luar restoran, William tiba-tiba merutuki dirinya sendiri. "Kenapa belakangan ini mulutku selalu saja mengatakan hal-hal yang tidak perlu? Kenapa tubuhku seperti melawan pikirannku?"

William mendengus pelan sambil menatap pintu restoran D'Amelie. "Lama-lama aku bisa jadi gila."

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.