Chereads / When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 37 - Heavy Breath 1

Chapter 37 - Heavy Breath 1

Marie memijat-mijat lehernya setelah jam buka restoran berakhir. Restoran D'Amelie sudah tidak lagi menerima pelanggan dan kini Marie bersama Pelayan yang lain mulai merapikan piring-piring yang masih ada di dalam restoran.

Mereka membawa piring-piring tersebut ke dapur lalu membersihkan meja-meja restoran. Setelah membersihkan bagian dalam restoran, Marie menghampiri Esmee yang sedang beristirahat di meja makan yang ada di dapur. Ia menghela nafas panjang lalu duduk di sebelah Esmee.

"Hari ini ada beberapa pelanggan yang protes karena makanan mereka kurang segar," ujar Marie pada Esmee.

"Benarkah?" sahut Esmee.

Marie menganggukkan kepalanya. "Mereka bilang daging yang mereka makan berbau tidak sedap."

Esmee mengerutkan keningnya. "Padahal daging yang aku gunakan baru dibeli tadi pagi. Semua daging itu masih segar ketika aku memeriksanya."

Marie mengangkat bahunya. "Entahlah. Tidak semuanya protes. Yang protes hanya pelanggan yang memesan menu daging."

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menjadikan itu sebagai catatan hari ini. Besok aku akan memeriksa dagingnya dengan lebih teliti lagi," ujar Esmee.

Marie menganggukkan kepalanya. "Apa kau sudah menemukan cara untuk mengurangi kebisingan akibat renovasi bangunan di sebelah kita? Pelanggan juga nampaknya tidak nyaman dengan kondisi itu."

"Pasti mereka merasa tidak nyaman. Aku tidak punya cukup uang untuk membeli peredam suara," sahut Esmee.

"Pasti ada cara lain untuk mengurangi suara bising tersebut," timpal Marie.

"Rasanya tidak banyak yang bisa kita lakukan, Marie. Aku pun tidak punya kekuasaan untuk menghentikan mereka melakukan kegiatan renovasi tersebut."

Marie mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mungkin kau bisa menemui pengawas renovasi itu dan membicarakannya."

"Aku tidak pernah melihat orang tua yang waktu itu aku temui. Dia adalah pengawas para pekerja renovasi," ujar Esmee.

"Pasti ada orang lain. Kalau kau mau, aku bisa menemanimu membicarakan hal tersebut pada mereka. Kita harus mencari jalan keluar," sahut Marie.

Esmee mengangguk setuju. "Kalau begitu, besok kau temani aku mengantar makan siang untuk para pekerja itu. Setelah itu aku akan minta untuk bertemu dengan pengawas mereka."

"Oke, aku siap menemanimu kapan saja," timpal Marie.

Esmee tersenyum simpul pada Marie. "Terima kasih kau mau membantuku."

"Kau bukan sekedar atasanku. Kau juga temanku. Tidak mungkin aku meninggalkanmu setelah bantuan yang kau selalu kau berikan untukku."

"Hei, kalian berdua! Apa yang sedang kalian bicarakan?" sela Sven tiba-tiba.

Sven yang baru saja selesai merapikan sisa-sisa bahan makanan segera bergabung bersama Marie dan Esmee. Ia menatap keduanya dengan tatapan penuh tanya. "Kalian pasti sedang merencanakan sesuatu untuk merayakan hari jadi restoran ini, kan?"

Esmee tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku dan Marie sedang membicarakan soal kebisingan akibat renovasi gedung di sebelah kita."

Sven mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pasti para tamu tidak nyaman dengan keadaan itu."

Marie menganggukkan kepalanya. "Aku dan Esmee akan menemui pengawas mereka untuk membicarakan hal tersebut. Kita harus menemukan jalan keluar agar para tamu bisa kembali nyaman makan di restoran ini."

"Sven, apa kau memeriksa daging sebelum kau potong-potong?" tanya Esme.

"Bukan aku yang memotong-motong daging. Aku membersihkan sayuran dan William yang memotong semua daging. Ada apa?" Sven balik bertanya pada Esmee.

Esmee langsung mengalihkan perhatiannya ke arah William. Ia kemudian segera memanggilnya. "William, bisa ke sini sebentar?"

William yang sedang mencuci piring bekas tamu restoran segera mencuci tangannya lalu berjalan menghampiri Esmee. "Ada apa?"

"Kau yang membersihkan dan memotong daging?" tanya Esmee.

William mengangguk dengan kikuk. "Ada apa? Apa ada masalah pada dagingnya?"

Marie langsung menjawab pertanyaan William. "Beberapa pelanggan mengeluh dagingnya terasa tidak segar."

William mengerutkan dahinya. "Aku membersihkannya seperti biasa. Daging-daging itu juga masih segar ketika aku bersihkan."

"Kalau begitu, besok aku akan mengajukan komplain pada Anne," sela Esmee.

William langsung mengalihkan perhatiannya pada Esmee. "Kau yakin wanita itu akan mendengarkan komplain yang kau ajukan?"

"Dia harus mendengarnya. Aku salah satu pelanggannya," jawab Esmee.

William menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu besok aku akan menemanimu. Karena tadi pagi aku yang berbelanja semua kebutuhan restoran."

Esmee menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau begitu."

"Oke, masalah daging sudah selesai. Sekarang mari kita membahas hal lain," sela Sven.

Marie berdecak pelan. "Apa yang mau kau bicarakan?"

"Kalau kau ingin perayaan hari jadi restoran, kita bisa merayakannya di sini," sahut Esmee.

"Bukan itu, minggu depan anakku ulang tahun. Kalian datanglah ke rumahku. Ibuku akan memasak banyak hidangan," ujar Sven. Ia kemudian menatap William yang berdiri di dekat Esmee.

"Terutama kau, Willy. Kau ingat dengan ucapanmu tempo hari yang mau menemui anakku, kan?"

William tertawa pelan. "Tentu saja. Aku tidak akan melupakannya. Aku akan datang."

"Bagus kalau begitu. Kau bisa datang bersama Esmee. Benar kan, Esmee?" tanya Sven sambil melirik Esmee.

Esmee tertawa pelan sembari menganggukkan kepalanya. "Aku pasti datang."

Esmee lalu menatap William. "Kau tidak keberatan kalau aku datang bersamamu, kan?"

"Tentu tidak." Sven langsung menyela ketika William hendak menjawab pertanyaan Esmee.

William akhirnya tidak jadi menjawab dan mendengus kesal pada Sven. "Aku belum mengatakan apa-apa."

"Sudahlah, kau pasti tidak akan keberatan kalau datang bersama Esmee," ujar Sven sambil terkekeh.

William menghela nafas panjang dan menganggukkan kepalanya. "Ya sudah kalau begitu. Aku mau melanjutkan pekerjaanku mencuci piring. Piring-piring itu tidak akan bersih kalau aku terus disini."

William kembali berjalan meninggalkan meja makan dan menuju bak cuci piring. Selagi ia mencuci piring, William memikirkan cara untuk membuat Anne mau diajak bekerjasama dengannya.

Sementara itu di meja makan, Marie berpamitan pada Esmee. Ia harus segera menjemput adiknya yang ia titipkan di rumah seorang Perawat tua. Tidak lama setelah Marie pergi, Sven berpamitan. Setelah itu, hanya tersisa Esmee dan William di dapur.

William masih sibuk mencuci piring, sedangkan Esmee sibuk memeriksa sisa bahan makanan. Ia ingin memastikan semuanya sudah disimpan dengan baik agar tidak membusuk. Esmee juga melakukan pemeriksaan itu untuk mengumpulkan bukti sebelum ia melayangkan protes pada Anne.

"Kau tidak bersiap-siap untuk bekerja?" tanya William pada Esmee tanpa mengalihkan perhatian dari bak cuci piring.

"Setelah aku memeriksanya aku akan bersiap-siap," sahut Esmee.

"Kau bisa terlambat jika kau masih berdiri di sini," timpal William.

Esmee langsung memasukkan kembali sisa bahan makanan yang sedang ia periksa. Ia kemudian menatap punggung William sambil sedikit memanyunkan bibirnya.

"Aku tahu kau sedang menatap kesal ke arahku," ujar William. Ia kemudian segera berbalik dan menatap Esmee.

Esmee berdecak pelan. "Sebenarnya siapa pemilik tempat ini? Kenapa aku selalu menuruti perintahmu?"

William tertawa pelan dan kembali mengalihkan perhatiannya pada piring-piring yang sedang ia bilas. "Itu karena aku menyimpan rahasiamu dengan baik. Cepat ganti pakaianmu. Sebelum mengantarmu ke klub, aku ingin membawamu untuk makan malam."

Esmee menghela nafas panjang. "Baiklah, Monsieur William. Kau benar-benar seperti wanita tua yang rewel."

William menoleh dan melirik kesal pada Esmee. Seolah tidak peduli William yang melirik kesal padanya, Esmee justru sedikit menjulurkan lidahnya untuk menggoda William.

"Kau–" kalimat William terhenti ketika Esmee berlari meninggalkan dapur sambil tertawa karena berhasil membuatnya kesal.

William berdecak pelan setelah Esmee meninggalkan dapur. Tanpa sadar William tersenyum-senyum sendiri. Perlahan ia akhirnya tertawa mengingat Esmee yang suka sekali mengatakan bahwa ia seperti seorang wanita tua yang rewel.

"Lihat saja, aku akan benar-benar menjadi wanita tua yang rewel untuknya," gumam William sambil membilas piring yang ada di bak cuci piring.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.