Chereads / When Love Knocks The Billionaire's Heart / Chapter 39 - Heavy Breath 3

Chapter 39 - Heavy Breath 3

Keesokan harinya, William menemani Esmee datang ke toko bahan makanan milik Anne. William berdiri di belakang Esmee, sementara gadis itu melayangkan protesnya pada Anne tentang kualitas daging yang ia dapatkan kemarin.

"Kau seharusnya bersyukur aku masih memberimu daging dengan kualitas yang baik meskipun kau berhutang padaku," ujar Anne setelah Esmee melayangkan protesnya.

"Bukankah aku sudah melunasi hutangku? Kenapa kau masih membahas soal hutangku padamu," sahut Esmee.

"Aku tidak akan berbaik hati lagi padamu jika ini yang aku dapatkan setelah kebaikan yang aku berikan padamu. Kau benar-benar tidak tahu terima kasih," timpal Anne.

Esmee menghela nafas panjang. "Aku pikir selama ini kau wanita yang baik, Anne. Tapi ternyata aku sudah salah mengenalmu."

Anne tidak mau kalah. "Aku juga sudah sangat berbaik hati padamu selama ini. Tapi apa yang aku dapatkan sekarang? Kau menuduhku sudah memberikan bahan makanan yang buruk untukmu."

"Memang seperti itu keadaannya," sahut Esmee. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada William.

"William dan yang lainnya bisa jadi saksi kalau bahan makanan yang kau berikan kemarin berkualitas buruk. Aku juga menerima protes dari pelangganku," lanjut Esmee.

"Sebelum kau menuduhku memberikan bahan makanan dengan kualitas buruk untukmu, apakah kau sudah memeriksa dapurmu sendiri? Bisa saja masalah itu datang dari dapurmu bukan dari bahan-bahan yang aku berikan padamu."

Ucapan Anne tiba-tiba membuat Esmee terdiam. "Aku sudah memeriksa dapurku. Tidak ada masalah di dapurku?"

"Kau yakin?" sahut Anne.

"Aku yakin seratus persen," jawab Esmee.

Anne menghela nafas panjang. Wanita paruh baya itu lalu menatap tajam ke arah Esmee dari balik kacamatanya. "Kalau aku benar-benar menjual bahan dengan kualitas buruk, kau bukan satu-satunya orang yang akan protes padaku. Pembeliku yang lain juga akan protes. Tapi saat ini, hanya kau yang protes. Jadi mungkin masalahnya bukan ada padaku. Tapi padamu."

"Mungkin mereka merasa tidak enak padamu," sahut Esmee.

Anne berdecak pelan. "Kau masih mau membela diri rupanya."

"Aku mau kau mengganti rugi dengan mengganti bahan yang kau berikan kemarin," pinta Esmee.

Anne tiba-tiba menggebrak mesin kasir tua yang ada di hadapannya. Hal itu membuat William yang sedang berdiri di belakang Esmee ikut terkesiap. William akhirnya memperhatikan wajah Anne yang merah padam menahan amarah.

"Baiklah. Aku akan memberikanmu ganti rugi. Akan tetapi aku mau memeriksa keadaan dapurmu. Kalau ternyata bahan makanan itu rusak karena kelalaianmu, kau yang harus membayar ganti rugi karena sudah memfitnahku," ujar Anne.

Esmee balas menatap tajam ke arah Anne. "Aku tidak keberatan kalau kau mau memeriksa dapurku."

Anne segera melepaskan celemeknya dan ia berjalan keluar dari meja kasir. Ia menatap Esmee. "Ayo kita ke restoranmu sekarang juga."

Esmee menganggukkan kepalanya. Ia dan Anne kemudian berjalan bersama keluar dari toko bahan makanan milik Anne. William yang sejak tadi hanya memperhatikan, langsung mengikuti keduanya.

Dari sudut mata William, ia melihat Charles sedang bersembunyi di dekat pintu yang menuju ke bagian belakang toko milik Anne. William menyeringai sambil terus melanjutkan langkahnya keluar dari toko bahan makanan tersebut.

----

Setibanya di restoran D'Amelie, Esmee dan Anne segera masuk ke dalam restoran dan menuju dapur. William sekali lagi hanya mengikuti keduanya tanpa banyak bicara.

Begitu memasuki dapur, Anne berhenti di tengah-tengah dapur. Eskpresinya seperti seseorang yang sedang mencium bau tidak sedap. Anne lalu menatap Esmee dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Bau apa ini? Kau seperti sedang menyimpan bangkai," ujar Anne pada Esmee.

Esmee ikut mengernyitkan keningnya. Hidungnya juga menangkap aroma tidak sedap dari dapurnya. Anne berdecak pelan melihat ekspresi wajah Esmee yang nampak terkejut.

"Coba buka lemari pendinginmu," pinta Anne.

Esmee menuruti Anne dan segera berjalan menuju lemari pendinginnya. Tanda sadar Esmee seperti ingin muntah ketika ia berdiri di depan kulkasnya. Bau tidak sedap yang ia cium ketika memasuki dapur sepertinya bersumber dari lemari pendingin tersebut.

Sambil menahan nafasnya, Esmee membuka pintu lemari pendinginnya. Anne serta merta langsung berlari keluar dari dapur ketika Esmee membuka pintu lemari pendinginnya. William yang semula ada di dapur juga ikut keluar dari dapur karena tidak tahan dengan aroma yang menguar dari lemari pendingin yang ada di dapur.

Sementara itu, Esmee yang masih berdiri di depan lemari pendingin terpaku ketika melihat isi kulkasnya. Bau tidak sedap yang mengganggunya seolah bukan masalah lagi baginya. Karena masalah yang sesungguhnya kini ada di depan matanya.

Esmee menatap nanar bahan-bahan makanan yang rusak dan mengeluarkan bau tidak sedap. Ia menelan ludahnya karena masalah yang harus ia hadapi kini adalah kulkasnya yang rusak dan ucapan Anne yang akan meminta ganti rugi jika kerusakan bahan makanan bersumber dari dapur D'Amelie.

"Rasanya aku mau menghilang," gumam Esmee. Ia akhirnya buru-buru menutup pintu kulkasnya dan segera berjalan keluar dari dapur.

Dengan langkah gontai, Esmee mendekati Anne. "Maafkan aku. Aku sudah salah sangka padamu."

Anne melirik sinis pada Esmee. "Sudah aku bilang, kalau aku menjual bahan makanan yang tidak bagus, pelangganku yang lain juga akan protes. Kau keras kepala. Sekarang kau harus membayar ganti rugi karena sudah memfitnahku."

Esmee menghela nafas panjang. "Berapa ganti rugi yang harus aku bayar?"

"Sepuluh ribu Euro," jawab Anne singkat.

Mata Esmee membulat setelah mendengar nominal yang disebutkan oleh Anne. "Kau tidak sedang memerasku, kan? Sepuluh ribu Euro bukan nominal yang sedikit. Aku juga perlu uang untuk memperbaiki kulkasku."

Anne memelotot pada Esmee. "Sepuluh ribu Euro atau aku akan melaporkanmu. Terserah bagaimana caramu membayarnya."

Tanpa mempedulikan Esmee yang masih tidak setuju permintaan uang ganti rugi yang ia minta, Anne langsung berjalan pergi meninggalkan restoran D'Amelie. Anne terus bersungut-sungut kesal selama ia melangkah keluar restoran.

Sementara itu, Esmee hanya bisa berdiri terpaku di tempatnya. Ia mengepalkan tangannya sambil menahan amarah yang muncul di hatinya. William memperhatikan hal tersebut, namun ia memilih untuk tidak mengganggu Esmee. Ia ingin melihat sejauh mana Esmee bisa mengendalikan dirinya di situasi yang serba sulit seperti sekarang.

Esmee mendengus kesal lalu mengalihkan perhatiannya pada William. "Katakan pada yang lain. Hari ini restoran tutup."

William menanggapi ucapan Esmee dengan sebuah anggukan pelan. Esmee kemudian segera berjalan menuju tangga untuk naik ke atas kamarnya. William terus memperhatikan Esmee sampai gadis itu menghilang dari pandangannya.

"Ternyata dia bisa mengendalikan dirinya dengan baik," gumam William. Ia kemudian segera mengeluarkan ponselnya untuk memberitahukan pada pegawai D'Amelie yang lain bahwa hari ini restoran tutup.

Setelah mengirim pesan pada pegawai yang lain, William mengendap-endap menaiki tangga ke lantai atas. Ia ingin mengintip Esmee karena penasaran apa yang sedang dilakukan Esmee di kamarnya setelah rentetan masalah yang menimpanya pagi ini.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.