"Cepat masuk dan beristirahat," ujar William ketika ia dan Esmee tiba di restoran D'Amelie.
Esmee mengembalikan helm milik William dan menganggukkan kepalanya. "Kalau sedang seperti itu, kau terlihat seperti ibuku."
"Apa aku terlihat seperti wanita tua bagimu?" tanya William.
Esmee langsung menganggukkan kepalanya. "Kau seperti wanita tua yang tidak pernah berhenti untuk meminta anak mereka untuk tidur atau makan."
William berdecak pelan menanggapi ucapan Esmee. Ia tiba-tiba saja memegang wajah Esmee dengan kedua tangannya. "Lihat, pipimu sudah dingin. Sebaiknya kau cepat masuk ke dalam dan segera bersembunyi di balik selimutmu."
Esmee menatap William yang sedang memegangi pipinya. Pria itu tertawa pelan ketika melihat Esmee yang memanyunkan bibirnya karena ia sedang memainkan pipinya.
"Apa kau sudah selesai bermain dengan pipiku?" gumam Esmee.
William terkekeh dan segera melepaskan tangannya dari pipi Esmee. "Cepat masuk. Kau tidak perlu bangun pagi-pagi. Aku yang akan berbelanja bahan makanan untuk besok."
"Memangnya kau tahu apa yang harus kau beli?" sahut Esmee.
William menyeringai. Ia lalu mengeluarkan selembar kertas dari saku mantelnya dan menunjukkannya pada Esmee.
Mata Esmee membulat dan ia hendak merebut kertas di tangan William namun William segera berdiri dari motornya. Hal itu membuat Esmee kesulitan untuk mengambil kertas di tangan William. Esmee melompat-lompat untuk mengambil kertas di tangan William.
"Kau tidak akan bisa mengambilnya dariku," ujar William sambil mengulurkan tangannya ke udara.
Esmee berhenti melompat dan melirik kesal ke arah William. "Kapan kau mengambil catatan itu?"
"Sebelum pulang dari restoran," jawab William. Ia kemudian memasukkan kembali kertas berisi catatan bahan-bahan keperluan restoran yang dibuat Esmee ke dalam saku mantelnya.
Esmee hendak merebutnya kembali akan tetapi tangan William dengan cepat menangkap tangan Esmee. "Jangan coba-coba melawanku. Atau aku akan beritahu Marie dan Sven kalau kau bekerja paruh waktu."
Esmee mendesis kesal. "Sekarang kau mengancamku. Sebentar lagi kau pasti akan menguasai restoranku."
William terkekeh mendengar ucapan Esmee. "Aku akan melakukannya kalau itu perlu. Sudahlah, jangan melawanku terus. Kau sebaiknya beristirahat. Serahkan saja urusan membeli bahan makanan padaku."
Esmee menghela nafas panjang. "Ya sudah kalau begitu. Aku akan beristirahat."
"Cepat masuk," perintah William.
Esmee menganggukkan kepalanya. William tertawa pelan ketika ia melihat Esmee masuk ke dalam restorannya. Ia tetap berada di depan restoran D'Amelie sampai ia melihat lampu di lantai dua restoran tersebut menyala.
"Gadis keras kepala," gumam William. Ia kemudian menyalakan mesin motornya dan segera pergi meninggalkan restoran D'Amelie.
----
Esmee menatap kepergian William dari jendela kamarnya. Ia menghela nafas panjang sambil memegang pipinya.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Esmee," gumam Esmee pada dirinya sendiri. Pandangan mata Esmee terus tertuju pada jalanan yang ada di luar restorannya.
William sudah menghilang dari pandangannya akan tetapi ia masih bisa merasakan kehangatan yang diberikan William padanya. Esmee akhirnya mundur dari jendelanya dan segera menutupnya dengan tirai. Setelah itu Esmee melangkah ke tempat tidurnya dan langsung membaringkan tubuhnya.
Esmee melepaskan sepatunya dan segera mengangkat kedua kakinya ke atas tempat tidur. Setelah itu ia meringkuk dan perlahan memejamkan matanya. Suhu menjelang musim dingin membuatnya enggan untuk menyentuh air dan memilih untuk langsung beristirahat di ranjangnya.
----
Charles langsung berdiri dari sofa yang ia tiduri begitu ia mendengar William masuk ke dalam rumah mereka. Ia lantas berjalan menghampiri William.
"Kau baru saja menjemput Esmee?" tanya Charles dengan tatapan tidak percaya.
William menanggukkan kepalanya seraya melepaskan mantelnya. "Udara di luar ternyata sangat dingin."
Charles mengerutkan keningnya. "Kau benar-benar menjemput Esmee?"
William menatap Charles. "Ada yang salah kalau aku menjemputnya? Kau kelihatannya sangat terkejut."
"Jelas saja aku terkejut. Sepertinya kau semakin memperhatikannya setelah dia jatuh sakit," sahut Charles.
William berdecak pelan. Ia lalu merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan catatan milik Esmee yang ia ambil dari laci yang ada di dapur. William menunjukkan catatan tersebut pada Charles. "Kau lihat ini?"
Charles menganggukkan kepalanya. "Apa itu milik Esmee?"
William mengangguk pelan. Ia kemudian memberikan catatan tersebut pada Charles. "Besok pagi, kau harus membeli semua bahan yang ada di dalam catatan ini. Kita kembali ke rencana awal. Aku ingin cepat-cepat meninggalkan tempat ini sebelum musim dingin."
Charles mengerutkan keningnya.
"Lakukan seperti pertama kali kita menukar bahan-bahan itu. Tapi kali ini kau harus membeli keduanya," ujar William.
"Lalu bagaimana kau akan menukarnya?"
"Kau lupa kalau aku bekerja di dapur? Kau juga ada di gedung yang ada di sebelah restoran, kan?" sahut William.
Charles menganggukkan kepalanya.
William menepuk lengan Charles. "Kalau begitu tidak ada masalah. Kau hanya perlu menunggu aba-aba dariku. Dan kita akan menukarnya ketika Esmee lengah."
"Hmm, baiklah." Charles kemudian menatap William dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya William.
"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab Charles.
William mengerutkan keningnya. "Tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sedang kau pikirkan."
Charles menghela nafas panjang. "Tidak. Hanya saja aku tadi sempat berpikir kalau kau sudah tidak memikirkan rencana untuk merebut restoran itu. Mungkin Esmee sudah menarik perhatianmu dan kemudian—"
"Kemudian apa? Kemudian aku melupakan rencanaku untuk membuatnya menjual restoran itu?" sela William.
"Ya, begitulah," sahut Charles.
William tertawa pelan. Ia lalu menepuk bahu Charles dan berjalan pergi meninggalkannya. Charles menatap William sambil mengerutkan keningnya.
"Jadi kau menyukainya atau tidak?" tanya Charles.
William menghentikan langkah di depan pintu kamarnya. Ia kembali menoleh pada Charles. "Tolong siapkan mobil untukku. Jangan yang menarik perhatian. Aku tidak bisa terus menjemputnya dengan sepeda motor di tengah udara yang semakin dingin."
William kemudian segera masuk ke dalam kamarnya setelah ia selesai memberikan instruksi pada Charles. Sementara itu, Charles yang masih berdiri di ruang tengah menatap pintu kamar William dengan tatapan penuh tanya.
"Jadi sebenarnya dia menyukai Esmee atau tidak? Kenapa ia bersikap tidak jelas seperti itu? Aku juga tidak akan memberitahu siapapun kalau dia memang menyukai Esmee," gumam Charles.
Charles menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berjalan ke kamarnya. Ia mendesah pelan begitu membuka pintu kamarnya. "Jadi, mobil apa yang harus aku siapkan? Semua mobil miliknya terlihat mencolok jika aku membawanya ke sini. Kecuali—"
Charles terkekeh. Ia lalu berteriak pada William dari luar pintu kamarnya. "Kau bilang kau mau mobil yang tidak menarik perhatian, kan? Aku akan menyiapkan mobil yang tidak akan menarik perhatian sama sekali."
Charles kembali terkekeh dan segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, William yang mendengar suara cekikan Charles dari dalam kamarnya mengerutkan keningnya.
"Sepertinya dia merencanakan sesuatu," gumam William.
****
Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^
Original stories are only available at Webnovel.