Chereads / I'll Kill You With My Love / Chapter 20 - Bab 20. Sisi Kejam Alice.

Chapter 20 - Bab 20. Sisi Kejam Alice.

Anak buah Julian berjalan mengendap-endap masuk ke dalam mansion Evan, tanpa suara dan membawa misi yang kejam. Mereka tak segan-segan menembak serta membunuh siapa saja yang mereka temui, tanpa ampun, seperti yang bos mereka perintahkan.

Pasukan pembunuh itu sedang mencari target utama mereka yakni Evan dan Peter, akan tetapi sosok yang mereka cari tidak juga ketemu meski mereka sudah mencari keberadaan mereka yang hilang bak ditelan bumi. Satu per satu kamar mereka masuki, setiap sudut ruangan mereka jelajahi, pencahayaan lampu di mansion Evan di malam hari sengaja di redupkan memang, sehingga anak buah Julian terlihat agak kesulitan untuk mencari target mereka.

Hingga pasukan Julian masuk ke kamar Alice, mengepung ranjang Alice dan menodongkan pistol tipe M1911 yang sangat efektif untuk ditembakkan dari jarak 50 meter. Pistol ini dapat memuat hingga 8 selongsong peluru 45 ACP, dan dengan mode semi-otomatisnya, Colt 1911 dapat menembakkan 85 peluru per menit.

Anak buah Julian yang berjumlah 5 orang yang berada di dalam kamar Alice langsung memberondong dan menghujani ranjang Alice dengan tembakan yang membabi buta hingga membuat bulu bantal beterbangan di udara dan kini berserakan di atas lantai serta di atas ranjang, selimut Alice yang tebal kini menjadi berlubang saking banyaknya peluru yang menembus selimut dan ranjang milik Alice– adik kandung Peter.

Sang pemimpin pasukan tampak tersenyum penuh kemenangan karena ia pikir sudah berhasil membunuh salah satu diantara target mereka, akan tetapi pikirannya itu berhasil terpatahkan dan senyum yang tadinya mengembang seketika sirna saat sang pimpinan menyingkap selimut Alice yang ternyata dibaliknya hanya ada guling dan bantal yang dipenuhi lubang bekas tembakan.

Lalu ... kemana perginya Alice? Bukankah tadi saat Evan dan Peter pergi, gadis itu sedang terlelap tidur di kamarnya?

"Apa-apaan ini?! Apakah ini hanya jebakan?!" sang pemimpin mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

Netra sang pemimpin pasukan pembunuh itu bergerak menyapu setiap sudut kamar Alice yang ukurannya tidak terlalu luas seperti kamar lainnya, cahaya di kamar Alice juga terlihat redup karena Alice memang tidak terbiasa tidur dengan cahaya yang terang, saat ini di kamar Alice tidak terdengar suara apa-apa dan tidak terlihat pula adanya pergerakan sekecil apa pun di dalam kamar adik kandung Peter. Yang terlihat hanyalah kain gorden yang terbang karena tertiup angin dari jendela kaca yang sengaja tidak ditutup oleh si empunya kamar.

Dari balik pintu terlihat sesosok bayangan hitam yang kini tengah mengintai pergerakan kelima anak buah Julian yang terkenal sangat kejam dan sadis dalam membunuh target mereka, sosok dengan bayangan hitam itu tampak sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Hingga, waktu yang ditunggunya tiba, sosok itu bergerak perlahan mendekati anak buah Julian dengan menggenggam dua belati bermata pisau yang sangat tajam di kedua tangannya.

Di saat anak buah Julian sedang lengah, sosok itu langsung menyerang seperti angin yang langkah kakinya tidak menimbulkan suara sama sekali, sosok itu mengayunkan kedua belatinya dan menebas satu per satu leher anak buah Julian dan menyebabakan darah anak buah Julian menciprati pipi serta baju perempuan yang gerakannya sangat gesit bagaikan kilat.

Di saat kelima pria itu menyadari kehadiran sosok perempuan bertubuh langsing dengan sorot mata yang tajam bagai pembunuh yang kini sedang berdiri tepat di hadapan mereka dengan pisau yang berlumuran darah, semuanya sudah terlambat.

Leher kelima pria itu sudah tersayat dan menyebabkan darah mengucur deras dari leher kelima pria itu , luka sayatan itu lumayan dalam dan memotong pembuluh darah besar. Satu per satu anak buah Julian terjatuh ke lantai dengan darah yang mengalir deras sehingga kini mulai membentuk genangan darah yang terlihat sangat menjijikan, dan kini kelima pria yang menyerang ke kamar Alice semuanya sudah tewas.

Sosok itu kini tersenyum menyeringai menatap mayat-mayat pria yang kini berkubang dalam genangan darah. "Ini adalah hukuman untuk kalian semua yang sudah berani mengganggu tidurku."

Sosok itu kembali bergerak, tangan mungilnya langsung menyambar 2 pistol milik anak buah Julian, tangannya bergerak meraba-raba saku jas anak buah Julian yang sudah tewas untuk mencari peluru cadangan. Setelah perempuan itu berhasil menemukan peluru dari saku jas anak buah Julian yang sudah menjadi mayat, Ia segera mengisi kembali kedua pistol itu dengan peluru yang ditemukannya tadi, perempuan itu tampak sedang memasang peredam suara di kedua pistol yang kini berada di genggaman kedua tangannya

Sosok itu kini menyelinap dan bersembunyi di balik sofa yang berada di dekat kamar Peter, Ia terlihat sedang mengintai anak buah Julian yang juga sedang mengintai di depan pintu kamar Peter. Setelah anak buah Julian masuk ke dalam kamar Peter, sosok perempuan yang berjalan mengendap-endap tanpa alas kaki itu kini sedang menuju ke kamar Peter yang pintunya sedang terbuka lebar, tanpa menunggu terlalu lama perempuan itu langsung melepas tembakan ke arah anak buah Julian sampai tewas.

Di sisi lain ...

Peter semakin dalam menginjak pedal gas hingga jarum speedometer mobil terus bergerak ke kanan menuju ke angka 110 hingga ke angka 150, mobil Evan kini melesat secepat kilat membelah jalanan kota Italia yang terlihat sangat lengang di malam hari.

Wajah Peter menegang dengan rahang yang mengeras, netranya saat ini terfokus di jalanan yang menuju ke mansion Evan. Pikiran pria tampan berbibir tipis itu saat ini sedang tertuju ke Alice, Ia memang tidak takut akan apapun. Ketakutan Peter hanyalah jika Alice atau Evan terluka, karena keselamatan mereka berdua lebih penting dari nyawanya sendiri dan Peter tidak akan membiarkan siapa pun melukai orang-orang yang ia cintai.

Evan saat ini duduk di bangku samping Peter, kini tengah sibuk mengisi ulang pistol-pistolnya dengan peluru. Ia juga sedang menyelipkan 2 belati di kakinya untuk berjaga-jaga, beberapa menit kemudian mobil yang dikemudikan Peter telah sampai di depan gerbang mansion Evan dimana terdapat hampir 5 mobil berukuran besar yang bisa menampung banyak orang.

Dari sini Evan dan Peter bisa memperkirakan jumlah anak buah Julian yang saat ini sedang menyerang mansion, mungkin ada puluhan atau bahkan mungkin ada sekitar 50 an orang.

CKIIIIIIITTTTT !!!!

Mobil Evan berhenti tiba-tiba saat Peter menginjak pedal rem kuat-kuat sehingga menimbulkan suara berdecit yang memekakkan telinga, Evan dan Peter bergegas turun dari mobil tanpa menutup pintu terlebih dahulu.

"Shit!!! Jumlah mereka mungkin sekitar 50-60 orang, akan aku pecahkan kepala Julian jika sampai terjadi sesuatu kepada Alice!!" tatapan mata Peter nyalang dengan kedua tangan yang mengepal sangat erat, rahang Peter semakin mengeras, dan Ia bersiap untuk menghabisi semua anak buah Julian.

"Peter," panggil Evan yang membuat Peter berpaling ke arahnya.

Evan kemudian memberikan 2 senjata api pistol buatan Israel bernama Desert Eagle ini memiliki kemampuan daya tembak yang luar biasa. Pistol Desert Eagle yang digunakan oleh Evan dan Peter mampu menembus target sekaligus membuat target hancur seketika, dengan berat pistol yang bisa mencapai 2 kg dengan panjang sekitar 30 cm. Pistol ini memiliki daya tembak 2000 joule yang akan menghasilkan suara tembakan yang amat keras.

Begitu memasuki mansion, Evan dan Peter langsung disambut tembakan oleh anak buah Julian sehingga adegan saling tembak antara kubu Evan dengan anak buah Julian tak bisa terelakkan. Satu per satu anak buah Julian berjatuhan dan tewas akibat tembakan senjata dari Evan dan Peter.

"Peter!! Aku yang akan menghandle anak buah Julian, cepatlah masuk dan cari Alice. Aku akan menyusulmu setelah aku berhasil membereskan mereka semua," titah Evan kepada Peter.

Peter mengangguk mantap, saat itulah Evan bergerak memasuki mansion miliknya dan mulai menembaki anak buah Julian sehingga Peter bisa menyelinap masuk menuju ke kamar Alice.

"Alice!!! Alice!! Kamu dimana?"

Netra Peter seketika membulat sempurna saat ia berhasil memasuki kamar Alice, kamar adiknya terlihat sangat berantakan dan ranjang Alice dipenuhi lubang bekas tembakan peluru. Tapi sayangnya Peter tidak bisa menemukan keberadaan Alice, pria itu mencoba mencari keberadaan adiknya saat ini yang tengah menghilang.

"Peter!! Apa kau sudah menemukan Alice?" tanya Even kepada Peter yang saat ini terlihat sangat cemas.

"Alice tidak ada, aku sudah mencarinya kemana-mana. Yang ada hanyalah mayat anak buah Julian saja yang sudah tewas," jawab Peter seraya menggeleng.

"Lalu Alice kemana?" tanya Evan.

"Entahlah, aku juga tidak tahu," jawab Peter dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat khawatir.

"Kalau begitu, sebaiknya kita berpencar dan mencari di tempat lain. Aku akan cari di dalam mansion dan kamu cari di luar," titah Evan yang direspon dengan anggukan kepala oleh Peter.

Saat Evan dan Peter hendak berpencar, tiba-tiba saja semua lampu menyala sehingga mansion Evan saat ini menjadi terang. Langkah Evan dan Peter juga seketika terhenti dengan kedua tangan dalam posisi siap menembak, tapi sayangnya saat ini kepala Peter sedang ditodong pistol oleh seorang anak buah Julian yang berhasil lolos dari serangan Evan dan Peter.

Evan kini terdiam sejenak dan sedang mencari celah agar is bisa menyerang anak buah Julian dan menyelamatkan Peter.

"Evan, menyerahlah!! Buang senjatamu, kalau kamu ingin menyelamatkan nyawa Peter. Atau aku akan meledakkan kepala Peter," ancam anak buah Julian.

"Kalau kamu berani melukai Peter, aku bersumpah akan memutilasimu hidup-hidup dan membuang bagian tubuhmu ke jalanan," ancam Evan seraya meletakkan pistolnya ke atas lantai.

Anak buah Julian tertawa lantang, meremehkan Evan dan kembali menekan pistol ke kepala Peter. "Sombong sekali kau, Evan!!! Aku yang akan membunuhmu terlebih dahulu sebelum kau memutilasiku hidup-hidup. Lihat, sekarang nyawa Peter dan nyawamu kini berada di tanganku, dan aku sudah tidak sabar untuk menghabisi nyawa kalian. Aku sendiri tidak menyangka karena sebentar lagi pimpinan Cosa Nostra yang sangat kuat dan hebat sepertimu akan mati di tanganku," ucap anak buah Julian penuh kesombongan.

Suasana kini menjadi sangat tegang. Tapi ... ditengah ketegangan yang tengah terjadi, sosok Alice tiba-tiba muncul dengan pipi, baju, dan juga tangan yang berlumuran darah. Tatapan Alice terlihat sangat kejam bagai pembunuh berdarah dingin, tentu saja kemunculan Alice yang begitu tiba-tiba dengan berlumuran darah sangat mengejutkan Evan dan Peter.

"Lepaskan kakakku atau kau akan mati di tanganku," ancam Alice dengan tangan yang bergerak mengambil pisau berlumuran darah yang ia selipkan di balik bajunya.

To be continued.