Aksi saling todong senjata api menjadi pemandangan yang sangat menegangkan saat ini, kemungkinan untuk bisa keluar hidup-hidup dari rumah Matteo sangatlah kecil.
Karena Matteo tak akan pernah membiarkan targetnya lepas begitu saja, sudah lama Matteo mengincar Evan untuk dinikahkan dengan adiknya. Dengan begitu, kekuasaannya akan menjadi semakin kuat dan tak terkalahkan.
Namun rencana Matteo selalu gagal mengingat Evan yang sangat sulit untuk ditundukkan, terlebih saat Evan jatuh cinta kepada Rhea dan memutuskan untuk menikahi Rhea. Harapan Matteo pun sirna, akan tetapi harapan Matteo perlahan muncul kembali saat ia mendengar kabar tentang kematian Rhea yang telah dibunuh oleh Julian.
Saat ada kesempatan, Matteo pun tidak menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan yang semesta berikan kepadanya, Matteo pikir dengan menodongkan senjata ke kepala Evan bisa membuat pimpinan Cosa Nostra itu takut atau tunduk. Namun pikiran Matteo salah besar, tidak terlihat sedikit pun ekspresi ketakutan di wajah Evan dan Peter meski mereka saat ini kalah jumlah.
"Pantang bagiku untuk menerima penolakan! Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja," ucap Matteo dengan wajah yang menyeringai dan menunjukkan sisi kelicikannya kepada Evan.
"Kalau kamu sudah tahu akan mendapatkan penolakan dariku, kenapa kamu masih bersikeras untuk membujukku? Kamu pikir bisa mengancamku dengan segerombolan pasukan bersenjatamu?! Kamu salah besar Matteo, aku tidak akan pernah mau mengubah keputusanku meskipun kau todongkan pistol ke kepalaku," ucap Evan dengan santainya sambil meminum wine lalu ia sengaja menjatuhkan gelas wine ke lantai hingga pecah berkeping-keping.
Matteo tertawa lantang lalu kembali menatap Evan. "Inilah alasan kenapa aku sangat menginginkanmu untuk menikah dengan adikku. Kamu kuat, pemberani sekaligus kejam. Bahkan kamu membalas dendam dengan cara yang lebih kejam dariku, aku rasa kita berdua sama saja dan tidak ada bedanya, dan aku akan sangat senang jika kita bisa menjadi saudara."
"Tidak!! Aku tidaklah sama denganmu! Aku membunuh karena kehilangan cintaku, sedangkan kau membunuh hanya demi uang. Jadi ... jangan pernah samakan diriku dengan dirimu," protes Evan yang tidak mau disamakan dengan Matteo.
Matteo hanya tersenyum sinis, baru kali ini ia merasa dipermalukan oleh Evan. Namun, ia tidak gentar dan pantang menyerah sebelum yang ia inginkan bisa tercapai. Matteo kemudian memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menurunkan senjata mereka.
Seharusnya Peter juga melakukan hal yang sama, namun Peter bergeming, naluri untuk melindungi Evan sangatlah kuat. Sehingga ia tidak mau mengambil risiko besar dengan menurunkan pistolnya.
"Sepertinya kau tidak mengajari anak buahmu dengan baik Evan, bukankah sangat tidak sopan kalau menodongkan senjata di rumah orang lain?" Matteo menatap tajam ke arah Peter.
"Peter!" Evan memberi isyarat agar Peter menurunkan pistolnya, awalnya pria itu merasa enggan tapi karena Peter percaya kepada Evan akhirnya pria itu mau menuruti perintah sang pimpinan.
"Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan denganku? Aku harus pergi sekarang karena ada banyak urusan yang harus aku selesaikan, dan satu lagi Matteo. Aku tidak akan pernah mau menikah lagi, jadi jangan repot-repot untuk membujukku lagi." Evan kemudian berdiri dan bersiap untuk pergi.
"Tunggu!"
Langkah Evan dan Peter seketika terhenti, Matteo langsung berdiri dari duduknya dan langsung mengambil pistol yang selalu ia simpan di dalam jasnya. Pria tampan dengan jambang tipis itu mengarahkannya kepada Peter.
"Minggir, Evan. Sasaran Matteo adalah aku, bukan kamu. Dan Matteo tidak akan membiarkan kita pergi dari sini hidup-hidup tanpa luka," ucap Peter seraya mendorong tubuh Evan agar menjauh darinya.
"Dan biarkan aku yang menanggung luka itu, aku yang telah membuatnya marah dan Matteo menginginkanku," ujar Evan.
Evan berdiri tepat di hadapan Peter untuk melindungi anak buahnya, Evan melakukannya sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap anak buahnya sekaligus sahabat yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri.
Akan tetapi Matteo ingin melukai Peter bukan Evan.
DORR
Peluru melesat tepat di samping wajah Evan, lebih tepatnya menyerempet dan menggores pipi Evan hingga berdarah. Tapi bagi Evan itu hanyalah luka kecil yang tak berarti, Evan menatap dingin ke arah Matteo yang terlihat sedang tersenyum menyeringai.
Evan lantas mengusap pipinya yang berdarah kemudian ia masuk ke dalam mobil dan pergi dari rumah Matteo.
"Evan, kamu harus berhati-hati dengan Matteo. Karena tidak menutup kemungkinan dia akan berbalik dan menyerangmu di kemudian hari," ucap Peter memperingatkan Evan.
"Aku tahu, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan membereskan Matteo setelah menyelesaikan urusanku dengan Julian," ujar Evan seraya menatap pemandangan dari jendela.
****
Setiap pagi dan sore hari, Evan tidak pernah melewatkan waktunya untuk berolah raga. Saat ini Evan sedang mengangkat besi untuk melatih otot -otot tubuhnya. Perut sixpack, otot lengan yang kencang dan kuat, didukung dengan wajah yang tampan Evan selalu sukses membuat para wanita tergila-gila
Maka dari itulah, Evan tidak suka pergi ke gym. Evan membuat ruang gym pribadi di dalam mansionnya, dengan peralatan olah raga yang canggih dan sangat lengkap. Dengan begitu ia tidak perlu pergi jauh-jauh pergi ke gym kalau ingin berolah raga.
"Evan, Apa kamu tahu kalau hari ini Julian akan melakukan penyelundupan senjata lagi ke Amerika?" tanya Peter.
Evan tidak menjawab pertanyaan Peter, ia hanya sibuk mengangkat beban sambil mengatur napasnya. Garis-garis otot di lengannya terlihat jelas saat ia menahan berat beban yang diangkatnya, urat di wajahnya pun tampak jelas serta keringat di dahinya pun mengucur deras.
"Evan," panggil Peter karena ia merasa tidak dianggap oleh Evan.
"Aku sudah tahu! Jangan cerewet lagi seperti nenek-nenek, lebih baik kamu berolah raga dan berlatih agar tubuhmu bisa lebih sehat dan bugar," ucap Evan memaksa untuk berbicara dengan napas yang terengah-engah karena sedang mengangkat beban.
"Aku sedang menunggu perintahmu, apa kita harus menggagalkan lagi penyelundupan senjata yang akan Julian lakukan hari ini? Atau kamu punya rencana lain?"
"Bukankah sudah aku bilang tentang rencanaku?" Evan lantas berhenti berolah raga, kemudian ia mengelap dahi dan juga tubuhnya yang sedang berkeringat dengan handuk kecil.
"Menghabisi Fellix?" tanya Peter yang diangguki oleh Evan.
"Julian pasti akan seperti anak ayam yang kehilangan induknya saat ia kehilangan Fellix, tanpa pamannya, Julian akan kehilangan tumpuan. Karena selama ini Fellix yang mengontrol Julian, tapi Julian juga sangat bodoh karena diam-diam Fellix mengkhianatinya dengan diam-diam mencuri barang selundupan keponakannya sendiri," ujar Evan sambil berjalan keluar dari ruangan gym lalu menyambar sebotol air mineral dan meneguknya sampai ludes tak tersisa.
"Lalu ... apa kamu masih mau menghabisi Fellix? Itu sama saja kamu secara tidak langsung membantu Julian," timpal Peter sambil mengikuti langkah Evan dari belakang.
"Tidak!! Rencanaku berubah! Aku tidak akan menghabisi Fellix, tapi aku punya rencana yang lebih bagus," jawab Evan yang membuat dahi Peter mengernyit.
Evan sedang berjalan menuju ke ruang kerjanya, kemudian lelaki bertubuh kekar itu duduk di singgasananya dan mengambil sebuah amplop cokelat dari laci.
"Baca itu," perintah Evan seraya menyodorkan amplop cokelat itu kepada Peter.
Tanpa bertanya lagi, Peter segera meraih amplop cokelat dari tangan Evan lalu membacanya. Netra Peter seketika membulat dan seakan tidak percaya saat ia membaca dokumen yang Evan serahkan kepadanya.
"Hebat! Dari mana kamu bisa tahu tentang hal ini? Jadi ... malam ini Fellix akan memindahkan semua emas hasil jarahannya itu dari gudang rahasianya ke rumah pribadinya? Di waktu yang bersamaan dengan Julian menyelundupkan senjata ke US?" Peter memekik tidak percaya dengan mata yang membulat.
"Iya! Fellix bermain cantik dengan memanfaatkan situasi keponakannya, Julian pasti akan lebih memperketat penjagaan serta lebih fokus mengawal barang-barang yang akan ia selundupkan malam ini. Karena ia takut kita akan menggagalkan penyelundupan yang akan dia lakukan malam ini, tapi malam ini kita tidak akan menyerang Julian melainkan Fellix. Kita harus bisa merampas semua emas yang Fellix miliki," jelas Evan sambil tersenyum licik.
Peter terlihat sangat terkejut sekaligus kagum terhadap Evan, ternyata informannya tidak secanggih informan Evan.
"Kenapa kamu melihatku dengan tatapan seperti itu? Apa kamu kagum kepadaku?" tanya Evan seakan tahu yang Peter pikirkan saat ini.
"Sepertinya aku harus menyuap informanmu agar mau bekerja untukku, agar aku tidak kehilangan muka muka lagi karena kurang up to date," seloroh Peter yang ditanggapi senyum simpul Evan.
"Peter, suruh anak buahmu untuk menyiapkan sebuah kontainer yang akan kita gunakan untuk mengangkut semua emas milik Fellix. Setelah itu cepatlah pergi tidur! Aku tidak mau besok kamu mengomel karena kantung matamu menghitam seperti panda karena kurang tidur," canda Evan dan membuat keduanya langsung tergelak.
Malam harinya ...
Dengan berpakaian serba hitam, Evan dan Peter yang berpakaian serba hitam itu sedang fokus mengawasi pergerakan anak buah Feliix yang sedang mengangkut peti-peti berisi emas dari gudang ke dalam kontainer melalui teropong.
Evan dan Peter mengawasi dari semak-semak dan menunggu sampai saat yang tepat untuk menyerang anak buah Fellix.
"Evan! Kenapa kamu memilih tempat yang banyak nyamuk seperti ini untuk bersembunyi?! Habis sudah darahku dihisap oleh nyamuk," ucap Peter sambil menggaruk wajahnya yang gatal karena gigitan nyamuk.
"Bagaimana kalau pengintaian selanjutnya akan aku bangunkan sebuah ruangan ber AC yang nyaman dan bebas nyamuk di sebelah gudang Julian dan gudang Fellix agar kamu bisa merasa nyaman saat mengintai," balas Evan yang membuat Peter hanya melirik ke arah Evan lalu tersenyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Hehehee .... Ayo kita lanjutkan mengintai, di sini juga nyaman kok," ucap Peter lalu kembali fokus ke teropongnya.
Evan hanya memutar bola matanya, hancur sudah image seorang mafia kejam yang disandangnya sekian lama karena seloroh-selorohan Peter. Tampang Peter memang tampang seorang mafia yang tampan, kejam dan dingin.
Tapi terkadang Peter sering asal bicara dan jatuhnya melawak, sehingga membuat Evan terkadang harus mengelus dadanya. Tapi berkat Peter juga, hidup Evan tidak terlalu membosankan.
beberapa saat kemudian, anak buah Fellix selesai mengangkut emas. Evan pun memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk bersiap-siap menyerang, Evan dan Peter mulai bergerak maju dengan memegang pistol dan mulai menembaki anak buah Fellix.
Adegan saling tembak menembak antara kubu Evan dan Fellix pun dimulai. Fellix sontak mengambil pistol dan mulai menembaki Peter dan Evan yang sedang bersembunyi di balik mobil untuk menghindari tembakan.
Evan bergerak merayap mendekati kemudi kontainer yang diikuti Peter dari dari belakangnya untuk melindungi Evan. Peter langsung menundukkan kepalanya saat sebuah peluru melesat ke arahnya dan hampir menembus kepalanya.
Peter pun membalas dengan tembakan yang tepat menembus dada anak buah Fellix hingga tewas, Fellix terlihat sangat marah. Ia kemudian menodongkan pistolnya ke arah Peter dan melepaskan tembakan.
"Peter, ayo cepat naik," perintah Evan saat sudah berhasil menguasai kemudi.
Namun Peter hanya terdiam dan membuat Evan merasa gemas karena Peter tidak merespon perintahnya.
"PETER!! Cepat naik! Apa yang kamu tunggu?" perintah Evan sekali lagi.
Dan Peter akhirnya naik dan duduk di sebelah Evan, dan kontainer berisi emas milik Fellix berhasil dibawa kabur oleh Evan. Fellix dan semua anak buahnya berlari masuk ke dalam mobil untuk mengejar kontainer yang dikendarai oleh Evan sambil terus menghujani tembakan ke arah kontainer.
Peter sebenarnya ingin membalas tembakan Fellix, tapi tangannya sibuk memegangi perutnya dan terlihat menahan rasa sakit.
"Peter! Apa yang terjadi?" tanya Evan sambil terus mengemudi.
Peter hanya terdiam tidak menjawab, saat ia melihat telapak tangannya ternyata sudah berlumuran darah. Evan lantas menoleh ke arah Peter dan alangkah kagetnya Evan saat melihat baju Peter ternyata sudah basah karena darah.
Tenyata peluru Fellix telah berhasil menembus perut Peter.
"PETEER!!"
To be continued.