Chereads / BALAS DENDAM ISTRI KEDUA / Chapter 10 - JUJUR ATAU BERDUSTA?

Chapter 10 - JUJUR ATAU BERDUSTA?

"Sepahit apapun, kejujuran jauh lebih baik daripada bahagia dalam kedustaan."

Mihran mengusap air mata sahabatnya itu. Eliza pun mulai menaruh tangannya di wajah Mihran. Dalam keadaan menangis. Mihran, Eliza, di bawah derasnya hujan, melakukan hubungan terlarang itu di dalam mobil ....

Seketika petir mengelegar, hujan semakin deras, diiringi angin semakin kencang.

Beberapa menit kemudian

"Amaliya, maafin aku .... "

Hubungan terlarang itu akhirnya terjadi. Di bawah derasnya hujan, Eliza dan Mihran tidak lagi mampu melawan hasratnya.

Hanya penyesalan yang tersisa. Mihran menyesal telah mengkhianati Amaliya, istri yang sholihah dan sangat patuh padanya. Dan, pasti sangat menyakitkan adalah ia berkhianat dengan sahabat mereka sendiri, Eliza. Sahabat yang sudah dianggap saudara oleh Amaliya.

Eliza pun menyesal. Ia tidak bisa mengontrol dirinya. Mengontrol perasaan cintanya pada Mihran hingga ia mengajak Mihran bercinta di dalam mobil ini. Mobil Mihran bersama Amaliya.

"Maafkan aku, Amaliya. Maaf, jika aku bukan sahabat yang baik untukmu .... "

"Eliza, Eli-za, maafkan aku. I-ni nggak boleh terjadi seharusnya. Hah, aku juga benci sama diriku sendiri." Mihran menarik nafas panjang. Penyesalan itu begitu kuat mendera batinnya.

"Lupain aja semuanya, Mihran. Anggap aja ini semua nggak pernah terjadi. Sebentar lagi aku akan pergi jauh dari hidup kamu. A ... anggap saja ini hanya sekadar kekhilafan kita semata," ungkap Eliza berlinang air mata. Air mata penuh penyesalan.

"Ya, ya, itu memang benar." Mihran menghela nafas, ia juga merasa kasihan pada ElIza.

"Aku udah capek bohong sama kamu. Aku udah capek bohong sama Amaliya, sama semua orang. Jujur, aku emang mencintai kamu. Dari dulu aku mencintai kamu. Bahkan sampai sekarang. Tetapi aku sadar. Aku tidak akan pernah bisa memiliki kamu. Karena kamu adalah suami dari sahabat aku satu-satunya yang paling aku sayang." Eliza pun akhirnya mengungkapkan semua isi hatinya.

"Aku ini sangat mencintai Amaliya, tetapi aku juga nggak ngerti kenapa hari ini aku bisa lepas kontrol sama kamu.Ah,shit!" gerutu Mihran. Seketika ia benci dirinya sendiri.

Benda pipih milik Eliza berbunyi. Nampak Amaliya memanggil.

[Hallo, Liya]

Dengan nada bergetar, Eliza pun mengangkat panggilan Amaliya.

[Eliza, kamu belum dipesawat kan? Papa kamu kena serangan jantung. Eliza, aku mohon sama kamu. Tolong, batalkan kepergian kamu. Kamu ke rumah sakit sekarang. Suami aku mana? Aku mau ngomong sebentar dong sama dia]

Amaliya yang masih ditempat meeting pun panik karena mendapat kabar dari rumah sakit.

Eliza hanya diam, ia menangis tanpa henti dan memberikan ponsel miliknya pada Mihran.

[Hallo, Sayang .... ]

[Sayang, kamu temani Eliza dulu ya. Aku masih meeting, nanti setelah selesai, aku langsung ke rumah sakit]

[Iya, Sayang, aku akan antar Eliza ke rumah sakit]

[Oke, Sayang, Bye]

Amaliya pun langsung mematikan teleponnya.

Mihran pun langsung membawa mobilnya menuju rumah sakit. Mihran dan Eliza hanya diam, tanpa saling bicara. Terlebih, Eliza pikirannya kacau. Penyesalan hebat karena pengkhianatannya pada ditambah memikirkan kondisi sang papa.

****

Rumah sakit

Dengan langkah cepat, Eliza langsung menuju ruangan sang papa saat mobil Mihran terparkir di pelataran rumah sakit mewah itu.

"Papa ...." lirih Eliza saat melihat Papanya yang terbaring lemah tak berdaya. itu belum juga tersadar.

Di dalam ruangan, ada dokter yang sedang memeriksa kondisi pasiennya.

"Dokter, gimana keadaan Papa saya?" tanya Eliza panik.

"Pak Bayu kritis karena sudah kesekian kalinya kena serangan jantung. Jadi yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah berdoa. Saya permisi dulu, mau cek pasien lain," ujar sang dokter berpamitan.

Eliza pun mendekat sang papa. Ia menangis.

"Jangan tinggalin aku, Pa .... " lirih Eliza.

Air matanya tak henti mengalir. Ada ketakutan jika papanya itu akan pergi meninggalkannya.

"Aku nggak punya siapa-siapa lagi selain Papa," kata Eliza.

"Kamu yang tabah ya." Mihran menaruh tangannya dipundak Eliza. Ia ingin memberi kekuatan pada sahabatnya itu.

"Aku lagi pengen sendiri .... "

"Aku temanin kamu ya," ujar Mihran.

Eliza tak peduli. Ia menarik tangan Mihran dengan kasar hingga ke luar ruangan.

"Kamu pergi sekarang dari sini, Mihran. Kamu lihat kan apa yang terjadi sama papa aku? I-ini semua tuh salah aku. Ini semua karena dosa-dosa aku. Aku sudah mengkhianati sahabat aku sendiri," ucap Eliza lirih. Eliza pun terisak, mengingat semua kesalahannya pada Amaliya.

"Aku bahkan sudah mencintai suami sahabat aku sendiri. Dan ini semua dosa-dosaku." Tangis Eliza pun pecah.

Mihran pun berusaha menenangkan Eliza.

"Aku minta maaf. Kamu nggak pantas nanggung dosa ini sendiri. Ini aku yang salah. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi, sebelum aku bisa pastikan keadaan kamu baik-baik saja. Kita tanggung semua ini sama-sama," ujar Mihran, ia pun memeluk Eliza erat. Eliza pun menangis dalam dekapan Mihran.

Amaliya sampai di rumah sakit

Amaliya pun langsung bergegas ke ruangan Papa Eliza, sesampainya di rumah sakit. Saat di depan ruangan Pak Bayu, ia mendengar isak tangis. Amaliya pun berjalan pelan, hingga akhirnya di balik pintu, ia melihat Mihran sedang memeluk Eliza sangat erat.

Mihran yang sadar akan kedatangan Amaliya, langsung melepaskan pelukannya. Eliza pun panik. Ia takut Amaliya akan marah saat tahu Mihran memeluknya.

Namun, semua dugaan itu salah. Amaliya justru kini memeluk erat sahabatnya itu. Ia tahu, Eliza sedang butuh kekuatan dari sahabat-sahabatnya.

"Kamu yang kuat ya, Eliza. Aku dan Mihran akan selalu ada buat kamu," ucap Amaliya sambil menangis.

Eliza semakin menangis. Bukan hanya tentang papanya. Tetapi juga karena ia yang semakin merasa bersalah karena telah mengkhianati orang sebaik Amaliya.

"Istriku begitu baik. Dia begitu perhatian pada Eliza. Dia juga begitu percaya padaku. Apa aku kuat, harus jujur pada istriku jika telah mengkhianati dengan sahabat kami sendiri? Aku tidak punya keberanian untuk bicara jujur masalah ini ke Amaliya. Maafin aku, Amaliya .... "

-----

"Saat ketulusan dibalas pengkhianatan, maka bersabarlah. Cukup tengadahkan tangan ke atas langit, lalu berdoalah. Jika kamu beruntung, maka Allah akan memberimu kesempatan melihat mereka mendapat balasannya. Hukum tabur tuai itu nyata .... "

Rumah Amaliya dan Mihran

"Assalamu'alaikum," ucap Mihran saat memasuki rumahnya bersama Amaliya dan Eliza.

"Ayah ...." teriak Alia yang langsung memeluk sang Ayah.

"Wa'alaikumsalam," jawab Oma Sisca ketus. Ia bingung, mengapa Amaliya mengajak Eliza menginap di rumahnya lagi.

"Yah, malam ini Ayah temenin Alia tidur ya. Alia kan udah lama nggak dibacain cerita sama Ayah. Gara-gara syuting. Ayo, Yah," kata Alia yang semangat dan langsung menarik Ayahnya ke dalam kamar.

"El, ayo, aku antar kamu ke kamar kamu," ajak Amaliya.

Tetapi, Oma Siska mencegah cucunya dan ingin berbicara empat mata saja.

"El, kamu duluan ke kamar ya. Aku mau bicara sama Oma dulu sebentar," kata Amaliya. Eliza pun mengangguk.

"Permisi, Oma," ijin Eliza yang bergegas menuju kamar tamu. Oma Siska hanya menatapnya sinis.

"Ada apa sih, Oma?" tanya Amaliya. Ia pun menaruh tasnya di sebuah meja yang terletak di ruang keluarga. Ia pun bergelayit manja dengan sang oma.

"Kamu kenapa sih bawa Eliza ke rumah ini lagi? tanya Oma Siska ketus.

"Oma, papanya Eliza lagi koma. Itu sebabnya kenapa dia aku ajak tinggal di sini sementara. Dia nggak jadi balik ke Amerika. Kasihan kan Oma kalau dia di rumah sendirian?!" bujuk Amaliya, yang merasa omanya masih ketakutan akibat nonton drakor.

"Kamu itu ngundang bahaya dalam rumah tangga kamu, Amaliya," pekik Oma yang kesal karena sikap Amaliya yang terlalu percaya dengan Eliza.

Amaliya hanya diam, ia menghela nafas panjang.

Kamar Eliza

Eliza pun menaruh tasnya di samping meja rias. Ia pun duduk di tepian ranjang. Air matanya kembali menetes. Hatinya kacau. Memikirkan nasib papanya yang sedang koma.

Eliza says

"Kenapa sih, tinggal selangkah lagi aku meninggalkan Mihran, tetapi takdir selalu menarikku kembali. Seperti lumpur hisap, yang semakin aku berontak, semakin aku tenggelam. Dan aku nggak kuasa melawannya."

Amaliya dan Oma

"Aduh, Oma, aku tuh capek deh kalau Oma ngomongnya itu terus. A-ak—"

"Amaliya, please, sekali ini dengarkan Oma. Prediksi kamu belum tentu semuanya benar. Memangnya selama ini kamu nggak melihat tanda-tanda kedekatan mereka berdua?" tanya Oma Siska.

Amaliya pun mulai berpikir. Sejenak ia mengingat beberapa kali melihat kedekatan Mihran dan Eliza. Yang terakhir, saat ia melihat Mihran memeluk Eliza di rumah sakit.

Amaliya pun mengangguk. Oma menunduk lemah. Hatinya diliputi kecemasan. Ia tidak ingin cucu kesayangannya mengalami nasib yang sama seperti dirinya dulu.

"Oma mau jujur sama kamu. Oma pernah mengalaminya. Opa kamu, dia selingkuh sama sahabat Oma, Amaliya," ujar Oma yang wajahnya tiba-tiba sedih, mengingat kejadian beberapa tahun silam.

Amaliya pun terperanjat. Ia tidak menyangka jika sang Oma mengalami hal yang sangat menyakitkan.

"Drakor yang Oma tonton itu hanya mengingatkan kenapa Oma bawelin kamu, Amaliya. Oma nggak mau kamu menyesal.Sekarang,kamu panggil Mihran. Oma mau bicara!" perintah Oma Siska tegas.

Kamar Alia

Alia dan Mihran pun asyik berbicara layaknya dua orang sahabat.

"Ayah, tau nggak? Waktu itu Alia mimpi, Ayah pergi tinggalin Alia sama Bunda. Tahu nggak sama siapa? Tante Eliza," ungkap Alia.

Mihran pun kaget. Wajahnya seketika memerah.

"Itu mimpi, Sayang.Jangan dipikirin ya." Mihran pun berusaha menenangkan gadis kecilnya itu sambil mengelus pipi lembutnya.

"Emang sedekat apa sih, Ayah sama Tante Eliza?" tanya Alia penasaran.

Mihran pun kini mendekati Alia yang sedang duduk dikursi meja belajarnya. Kini keduanya berhadap-hadapan.

"Ayah, Bunda dan Tante Eliza itu sahabatan dekaaatt banget waktu sekolah dulu. Dalam hidup itu, kita harus punya sahabat. Buat teman ngobrol, buat berbagi cerita senang ataupun sedih. Nah, Ayah itu sama Bunda beruntung banget punya sahabat kayak Tante Eliza," ungkap Mihran.

"Ayah mau nggak jadi sahabat Alia?" tanya Alia penuh semangat.

"Mau dong. Masak Ayah nggak mau sih?!" ujar Mihran tertawa.

"Yes!" ujar Alia tersenyum bahagia.

"Sekarang, Ayah harus janji, sebagai sahabat, Ayah nggak boleh ninggalin Alia sampai kapanpun," ucap Alia.

"Ayah janji dong. Ayah pasti janji."

Ayah dan anak itupun akhirnya berpelukan sangat erat.

****

Mihran says

"Aku sudah melakukan kesalahan. Aku harus memperbaiki keadaan. Sebelum aku menyesal kehilangan orang-orang yang teramat aku cintai. Alia dan Amaliya."

"Ada apa ini?" tanya Amaliya yang heran melihat suami dan anaknya berpelukan erat.

"Bunda tahu nggak? Sekarang Alia sama Ayah sahabatan. Kayak Ayah sahabatan sama Tante Eliza," terang Alia semangat.

Amaliya pun tersenyum

"Bunda boleh nggak, pinjam sahabatnya Alia sebentar."

"Boleh," jawab Alia tersenyum.

"Ayo, Sayang," ajak Amaliya menemui Omanya yang sudah menunggu di ruang keluarga.

Kamar Eliza

"Sebaiknya aku pergi dari sini. Aku nggak bisa serumah dengan Mihran."

Eliza langsung membawa kopernya berjalan ke lantai bawah untuk kembali ke rumahnya.

"Hei, Sayang, ada apa sih?" tanya Mihran keheranan.

"Oma mau bicara sama kamu," jawab Amaliya. Kini ketiganya pun berhadap-hadapan.

"Mihran, Oma mau bicara sama kalian berdua," ungkap Oma Siska tegas.

"Oma kepingin kamu bersumpah dihadapan Oma," ujar Oma ketus.

"Sumpah? Sumpah apa, Oma?!" tanya Mihran yang keheranan.

"Bersumpah kalau kamu tidak akan meninggalkan dan mengkhianati Amaliya!" ujar Oma yang menatap tajam ke arah Mihran.

"Pasti kamu ya yang nyuruh Oma ngelakuin ini?" tanya Mihran yang menatap kesal Amaliya.

Amaliya menggeleng

"Maaf, Oma, kenapa tiba-tiba saya disuruh bersumpah?" tanya Mihran.

"Oma hanya ingin meyakinkan. Kalau cucu Oma tidak akan kamu khianati, tidak kamu tinggalkan. Kalau kamu tidak berniat menyakiti dan mengkhianati Amaliya, lakukan di depan Oma. Ayo!" bentak Oma dengan kasar.

Mihran pun kembali mengingat kejadian saat ia dan Eliza berciuman dipantai Anyer dan saat ia bercinta dengan Eliza di dalam mobil.

"Maaf, Oma, gini, ini kan rumah tangga saya dan Amaliya ja-di saya nggak mau ada orang lain ikut campur disitu," ungkap Mihran tegas.

"Kamu pikir, Oma selama ini nggak ikut campur dalam rumah tangga kamu?" pekik Oma Siska.

Eliza pun yang sudah berada ditangga, mendengar pertikaian keluarga sahabat baiknya itu.

""Kamu pikir siapa yang kasih modal bisnis kamu itu?" kata Oma Siska, membuat Mihran kebingungan.

"Maksud Oma?" selidik Mihran.

"Amaliya punya uang sebesar itu buat bisnis kamu, itu darimana? Dari Oma!" terang Oma dengan kasar.

Mihran pun syok. Eliza pun terperanjat mendengarnya.

"Oma!" bentak Amaliya yang tak menyangka jika sang oma yang sangat dipercaya kini membongkar rahasia itu.

"Oohh, jadi bisnis yang kamu bangga-banggakan hasil kerja keras kamu, ternyata modalnya dari Oma?!" hardik Pak Taher, Papa Amaliya yang sudah datang dan mendengar pertikaian mereka.

"Mana?Mana katanya kamu bisa sukses dan mencukupi kebutuhan Amaliya dari usaha keras kamu itu? Ternyata ...." ejek Pak Taher.

Mihran yang merasa harga dirinya diinjak-injak akhirnya memutuskan pergi.

"Mihran, Sayang ...." panggil Amaliya.

Papa Amaliya yang sejak awal tidak menyetujui pernikahan putrinya pun langsung menahan Amaliya agar tidak mengejar suaminya.

"Pa, udah, Pa, cukup!" bentak Amaliya.

"Jangan kamu kejar dia. Nanti dia makin keras kepala karena kamu belain dia terus!" pinta Pak Taher dengan nada tinggi.

"Pa, udah dong, cukup!" pekik Amaliya.

"Mihran itu suami aku, menantu Papa. Mau sampai kapan sih Papa nggak bisa nerima Mihran? Dan Oma, kupikir Oma beda sama Papa, makanya aku terima bantuan Oma. Tapi ternyata, Oma sama Papa sama aja." Amaliya pun berusaha mengejar Mihran hingga keluar rumah.

"Amaliya .... " teriak Oma dan Papa Amaliya berbarengan.

bersambung ....