"Kejujuran itu memang menyakitkan, hancur, perih, semua menjadi luka yang harus kutelan mentah-mentah .... "
"Aku juga nggak tahu kenapa, aku nggak suka aja melihat kamu jalan dengan laki-laki lain," tutur Mihran.
Netra keduanya pun beradu pandang. Mihran menatap dengan tajam, begitupun Eliza.
"Kalian di sini ternyata ...." teriak Amaliya, membuat keduanya dilanda kepanikan.
Eliza berusaha tersenyum menutupi kepanikannya.
"El, kata Malik tadi kencan kalian sukse dan lancar. Aku nggak sabar deh, kamu jadi ipar aku," tutur Amaliya.
Amaliya pun memeluk erat sahabatnya itu. Eliza pun memeluk erat sahabatnya balik. Sedangkan Mihran, tatapannya semakin tajam. Ia dihinggapi cemburu yang luar biasa.
****
Keesokan hari
Mihran pun sampai dikantornya. Ia dibuat kaget dengan suasana kantor yang tak biasa.
"Loh, apa ini? Kayak ada acara tapi ...." gumam Mihran. Ia pun masuk lebih dalam ke kantornya.
"Siapa yang bikin?" gumamnya lagi.
Ia pun berjalan, di sebuah sudut terlihat Eliza dan Malik sedang berbicara berdua. Tangan keduanya saling mengenggam erat. Sangat mesra, membuat Mihran cemburu. Eliza ternyata sadar, saat Mihran menatap kearahnya dan Malik dengan tajam. Tentu saja, Eliza semakin bersikap mesra pada Mihran, agar ia semakin cemburu.
"Apa maksudnya ini? Ngapain mereka berdua di kantor aku? Apa Eliza sengaja mau manas-manasin aku?" batin Mihran.
"Sayang .... " Kedatangan Amaliya membuat Mihran kaget. Ia tak sadar karena fokus melihat kemesraan Eliza dan Mihran.
"Loh, kamu kok ada di sini? Katanya mau ke butik?" tanya Mihran tersenyum.
"Aku ada buat kejutan buat kamu," jawab Amaliya tersenyum.
"Aku bikin launching brand kamu yang syuting di Anyer. Jadi aku undang semuanya," terang Amaliya. Mihran pun tersenyum bahagia.
"Kolega kamu, keluarga aku. Biar Papa aku bisa melihat kesuksesan kamu,"ujar Amaliya. Mihran pun tersenyum, "Makasih ya."
Amaliya pun menggandeng Mihran ke ruang acara. Ternyata sudah banyak kolega, karyawan Mihran juga keluarga Amaliya dan para tamu undangan yang sudah menyambut dengan tepukan riuh.
"Kamu harus bicara, Sayang," ucap Amaliya. Mihran pun naik ke panggung kecil yang tersedia.
Mihran says
"Selamat pagi. Selamat datang di kantor kami yang sederhana. Jujur, saya juga kaget dengan semua ini karena yang menyiapkan istri saya. Jadi selain baik, cantik, istri saya suka sekali membuat kejutan."
Tepukan riuh tamu undangan membuat Amaliya tersenyum. Wajah Eliza kini berubah. Ada rasa getir dihatinya.
"Mereka tuh serasi banget ya. Aku dulu iri banget. Tapi sekarang sih nggak, ada kamu," puji Malik yang menatap Eliza penuh cinta.
Eliza pun berusaha tersenyum. Ia pun menggandeng mesra Malik dan seolah membisikkan sesuatu saat mengetahui Mihran menatapnya tajam. Tatapan penuh rasa cemburu.
"Dalam setiap langkah hidup saya, ada doa istri saya termasuk ketika saya mengerjakan project ini."
"I love you ...." lirih Amaliya.
"I love you, too, Sayang .... " jawab Mihran yang langsung mendapat tepuk tangan dari tamu undangan.
Eliza pun mulai jengah dengan kemesraan sepasang suami-istri, sahabat baiknya itu. Terlebih saat beberapa karyawan Mihran berbisik mengagumi dua sahabatnya itu.
"Pak Mihran itu sweet banget ya sama istrinya."
"Iya, Pak Mihran sama istrinya emang best couple banget."
Amaliya dan Mihran tersenyum mendengarnya. Namun, Eliza semakin jengah. Ia pun memilih menghindar.
"El, mau ke mana?" cegah Malik saat Eliza beranjak pergi. "Mau ke toilet sebentar," jawab Eliza beralasan.
****
"Berusaha menghadirkan seseorang demi melupakan sosok yang tidak bisa dimiliki, bukanlah sebuah pilihan tepat."
"El, mau ke mana?" cegah Malik saat Eliza beranjak pergi. "Mau ke toilet sebentar," jawab Eliza beralasan.
"Langsung saja,saya perkenalkan brand ambassador terbaru dari klien kami. Ini produk kecantikan terbaik, Yasinda, dan inilah Eliza ...." ucap Mihran di atas panggung.
Namun,saat Mihran melirik ke arah Eliza dan Malik, Eliza sudah tidak terlihat lagi.
"Eliza ke mana?" tanya Amaliya pada adiknya. Amaliya pun mencari keberadaan sahabatnya.
"Eliza ...." panggil Amaliya.
"Kamu mau ke mana?Nama kamu sudah dipanggil. Yuk,kita ke panggung sekarang," ajak Amaliya.
Eliza pun mengangguk. Ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti Amaliya.
Amaliya dan Eliza naik ke atas panggung. Kedua wanita sahabat Mihran itu berdiri mendampinginya.
"Kenapa aku jadi semakin khawatir sekarang? Seperti dejavu. Oma jad ingat saat opa selingkuh dengan sahabat Oma sendiri. Namun, Oma nggak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Oma sudah janji sama Amaliya, nggak akan ikut campur lagi urusan rumah tangga mereka," kata Oma dalam hati.
"Sekarang kita lihat iklan terbaru dari Yasinda. Ini dia ...." tutur Mihran yang tersenyum bangga. Sesekali ia melirik ke arah Eliza.
"Eliza cantik banget ya,Sayang," puji Amaliya.Tangannya tidak luput menggandeng mesra Mihran.
"Iya.Tapi tidak secantik kamu,Sayang. Aku tahu,buat kamu,pasti aku perempuan paling cantik. Makasih ya,Sayang," puji Amaliya pada suaminya.
Eliza pun berusaha tersenyum di atas panggung. Walau hatinya perih,melihat kemesraan Mihran dan Amaliya yang berdiri mesra disampingnya. Malik pun tersenyum ke arah Eliza.
"Makasih ya,Sayang,tanpa doa kamu,semua ini takkan terwujud," puji Mihran.
Sesekali Mihran dan Eliza saling mencuri pandang.
****
"Pa, Papa lihat kan.Mihran berhasil membuktikan kerja kerasnya sendiri. Dia juga sudah membayar semua utang-utangnya untuk modal dulu ke oma. Sekarang Mihran nggak punya utang pada siapapun.Pa, please, jangan remehin suami aku lagi.Udah saatnya Papa menerima Mihran sebagai menantu dan suami aku," ungkap Amaliya yang berbicara berdua di sebuah sudut.
Di sudut lain,Mihran memperhatikan dan mendengar percakapan kedua anak dan orang tua itu.
"Amaliya sudah menjaga kehormatan ku sebagai suami.Bahkan sampai membuat acara seperti ini demi membela harga diriku di depan Papanya."
"Hai ...." panggil Amaliya yang melihat kedatangan beberapa kliennya di butik yang sengaja diundangnya.
Papa Amaliya pun menghampiri Mihran yang berdiri tidak jauh dari ia dan Amaliya mengobrol tadi.
"Kita selfie,Yuk," kata Malik. Keduanya pun selfie.Eliza berusaha tetap tersenyum.
"Kamu tuh bagus banget lo iklannya tadi," puji Malik yang sudah tergila-gila pada Eliza sejak dulu.
"Makasih ya," jawab Eliza datar.
"Mihran,kamu pikir,kamu tuh hebat?! Sudah mendapatkan proyek ini. Saya yang minta kesempatan pada bos perusahaan itu, karena saya kenal sama beliau. Ini saya lakukan karena saya kasihan melihat perusahaan kamu yang tidak berkembang. Jadi kamu jangan ragu untuk berterima kasih pada saya."
Papa Amaliya pun pergi meninggalkan Mihran yang terdiam. Ia tidak menyangka, proyek besar yang dibanggakannya itu ternyata atas bantuan sang mertua. Sungguh memilukan.
Mihran yang merasa harga dirinya semakin jatuh pun memilih pergi dalam keadaan marah. Eliza yang melihat kepergian Mihran pun, bergegas mengejarnya.
"El, gimana kalau caption-nya 'Aku dan kamu melebur jadi satu'. El?" Malik pun baru sadar, Eliza sudah tidak berdiri disampingnya.
Mihran pun kini duduk di bangku taman yang terletak di belakang gedung kantornya.
"Jadi ini hanya proyek kasihan Papa Amaliya saja padaku. Kenapa aku nggak bisa menduga ini sebelumnya?"
Eliza pun menghampiri Mihran. Ia kini duduk disamping Mihran yang pandangannya kosong. Tersirat kebencian,karena ia merasa seperti seorang pecundang. Tidak ada harganya di depan keluarga Amaliya yang sukses menjadi pengusaha.
Mihran, kenapa kamu di sini?Seharusnya kamu hari ini bahagia. Ini adalah hari kesuksesan kamu. Itulah kenapa,Amaliya merayakannya," ujar Eliza yang berusaha menghibur Mihran.
Dari jauh Malik melihat Mihran dan Eliza duduk berdua, sangat dekat.
"Nggak ada yang perlu dirayakan. Ini jadi mempermalukan aku," lirih Mihran.
"Maksud kamu?" tanya Eliza yang bingung dengan keadaan Mihran.
"Nggak akan ada yang tahu kalau jadinya seperti sekarang ini," tutur Mihran.
"Ternyata Eliza sama Mihran di sini," gumam Malik.
"Dulu proyek ini aku anggap sebagai proyek yang bisa membuktikan kepada keluarga Amaliya kalau aku nih bisa jadi laki-laki yang sukses. Namun,apa ... Papanya Amaliya selalu meremehkan aku. Di mata dia,aku ini nggak ada apa-apa. Nggak ada artinya bahkan nggak ada harga dirinya. Apa yang aku lakuin,itu jadi bahan dia untuk mentertawakan aku." Mihran tertunduk lemah.
Mihran mencoba menahan agar bulir bening itu tidak jatuh.
Eliza pun menggenggam tangan Mihran. Ia memberikannya semangat.
"Mihran,semua yang kamu capai ini nggak akan berhasil,kalau kamunya nggak bagus. Nggak mungkin klien menerima proyek ini. Ini semua karena kamu. Kamu tuh hebat," ujar Eliza memberikan semangat.
Malik yang cemburu akhirnya memilih pergi.
****
Setelah acara di kantor Mihran selesai, Malik pun mengantar Eliza yang memilih pulang lebih dulu,tanpa menunggu Mihran dan Amaliya yang masih sibuk menemani beberapa klien.
"El,tunggu. Aku mau nanya sesuatu," ujar Malik saat sudah berada di rumah sang kakak.
"Sebenarnya hubungan kamu sama Mas Mihran itu apa sih? Ya tadi aku nggak sengaja aja lihat kamu tuh pegang tangan Mas Mihran," ungkap Malik yang cemburu.
"Kamu tahu kan, aku dan Amaliya sudah lama bersahabat? Mihran itu sedang dalam masalah. Ia selalu direndahkan sama Papa kamu. Dan tadi mereka bertengkar lagi. Jadi kalau kamu tidak bisa menerima persahabatan aku dan Mihran,lebih baik kamu pikir ulang lagi untuk berhubungan dengan aku. Aku nggak suka cowok yang posesif!" ungkap Eliza tegas.
"Kamu tahu kan, aku masih trauma berhubungan dengan laki-laki. Aku takut dia akan bersikap sama dengan calon suamiku," sambung Eliza. Ia pun memilih langsung masuk ke dalam rumah Amaliya dan Mihran.
"El, Eliza maksud aku tuh ta—"
Belum usai Malik berkata,pintu pun sudah dibanting Eliza sangat keras.
------
Eliza mual, ia muntah-muntah di kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
"Seharian ini aku capek banget, mual-mual. Apa jangan-jangan aku ...."
Eliza menduga jika dirinya hamil.
Mungkinkah Eliza hamil anak Mihran?
Pintu kamar mandi pun diketuk sangat keras.
"Eliza, Eliza ...."
Eliza pun membasuh wajahnya. Sesaat kemudian ia membuka pintu kamar mandi. Ternyata ada Amaliya yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Kamu kenapa? Sini yuk!" ujar Amaliya.
Amaliya pun memapah sahabatnya itu untuk duduk di kursi yang ada di dalam kamar. Wajah Eliza pucat. Badannya pun lemah, karena mual yang hebat tadi.
"Aku buatin kamu teh hangat ya sama kuambilkan obat gosok. Sebentar," ucap Amaliya. Ia pun pergi menuju dapur.
Eliza masih merasakan pusing dan mual yang sangat hebat.
Tidak lama, Amaliya kembali membawa segelas teh hangat dan minyak gosok.
"Makasih ya, Amaliya ...." tutur Eliza berterima kasih pada sahabatnya.
Amaliya pun memijit Eliza dengan minyak gosok yang dibawanya tadi.
"Biasanya Mihran kalau aku pijitin gini pas masuk angin, dia langsung enakan. Besok pagi, kamu pasti bakal segar deh."
"Makasih ya, Amaliya," kata Eliza yang gelisah.
Ada kegelisahan dihati Eliza. Mungkinkah ia saat ini mengandung anak Mihran?Jika itu benar,apa yang harus dilakukannya? Bagaimana reaksi Amaliya jika tahu aku dan Mihran sudah berselingkuh?" gumam Eliza dalam hati.
****
Pintu kamar Amaliya terbuka. Mihran baru balik bekerja. Amaliya yang sedang termenung pun langsung mengajak Mihran bicara soal kondisi sahabat mereka, Eliza.
"Sayang, Eliza kasihan deh. Dia muntah-muntah. Kayaknya dia masuk angin karena syuting kemarin deh tetapi baru kerasa sekarang," terang Amaliya yang berdiri membelakangi Mihran.
Mihran seketika terperanjat. Ia syok mendengar kata Amaliya yang menyebut Eliza muntah-muntah. Kekhawatiran akan kehamilan Eliza kini membayangi Mihran.
"Jangan-jangan ...."
Di dalam kamarnya, Eliza pun sudah memegang sebuah testpack yang sudah dibelinya tadi.
"Sebaiknya aku test saja. Daripada kepikiran terus," gumam Eliza. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi.
Mihran kini sudah berdiri di depan kamar Eliza.
"Gimana ya, aku tanya langsung Eliza atau nggak?" lirih Mihran.
"Tapi nggak mungkin juga ada apa-apa. Kejadiannya kan cuma sekali dan kemungkinannya sengat tipis," gumam Mihran.
Eliza ke luar kamar mandi dengan wajah ketakutan. Ia pun menangis ....
Mihran mengetuk pintu dan mengajak Eliza bicara berdua di taman belakang.
"Eliza, kamu jujur sama aku. Kamu serius hamil?" tanya Mihran panik.
Eliza menatap Mihran tajam. Sorot matanya penuh makna.
"Aku harus ngomong apa sama Amaliya?" gumam Mihran.
"Kamu tuh ya. Kamu itu cuma mikirin Amaliya. Tapi kamu nggak mikirin aku."
Mihran yang duduk di kursi jati itu pun melirik ke arah Eliza yang sedang marah.
"Aku tuh nggak ada artinya ya buat kamu!" pekik Eliza.
"Gini, mak-sud aku,a-ku ...." Mihran terbata.
Mihran panik. Ia bingung, takut dan harus berkata apa pada Amaliya kalau Eliza, sahabat mereka tengah mengandung anaknya. Bagiamana jika ... Mihran tak siap jika harus kehilangan Amaliya dan Alia, putri tunggal kesayangan Mihran.
"Nggak. Aku nggak hamil," jawab Eliza ketus.
"Aku cuma mau lihat reaksi kamu."
Mihran menarik menghela nafas.
"Selamat ya,Mihran. Hidup kamu aman kok."
Eliza pun beranjak pergi meninggalkan Mihran yang masih dihantui akan kehilangan Amaliya.
****
Di rumah sakit
Eliza kini berada di dalam kamar sang papa yang masih terbaring koma, tidak sadarkan diri.
"Dari hasil tes,aku nggak hamil, Pa. Harusnya aku lega. Tetapi , entah kenapa aku merasa sedih banget. Aku merasa ada yang hilang dalam hidup aku. Karena jauh dilubuk hatiku, benih dari Mihran tumbuh di dalam hidupku. Maafin aku ya,aku bukan anak yang bisa papa banggakan. Aku hanya seorang wanita yang mengharapkan cinta dari suami orang," lirih Eliza dalam tangisnya. Tangannya memegang erat tangan papanya.
Eliza kembali mual. Ia pun kembali ke muntah di dalam kamar mandi.
Sesaat kemudian,Eliza pun keluar dari kamar mandi.
"Kalau aku nggak hamil, kok nggak reda-reda ya mualku. Sebaiknya aku ke dokter. Mumpung aku lagi di rumah sakit," gumam Eliza.
Eliza kini berada di ruangan dokter. Ia telah menjalani pemeriksaan laboratorium.
"Jadi kenapa dok, pusing dan mual saya tidak hilang juga?" tanya Eliza pada dokter yang memeriksanya.
"Dari hasil laboratorium, ibu positif hamil."
Degh!
Seketika bak langit runtuh. Eliza syok. Ia. panik saat menghadapi kenyataan jika kini ia sedang hamil. Mengandung anak Mihran. Suami sahabatnya sendiri.
Eliza menggeleng.Ia tak percaya jika kini dirinya tengah mengandung benih yang ditanam Mihran.
"Nggak mungkin,dok. Saya udah cek sendiri di rumah dengan menggunakan tespack dan hasilnya negatif," terang Eliza.
"Terkadang tes seperti itu tidak akurat. Tetapi, kalau hasil laboratorium , itu hasilnya sudah tepat."
"Ibu benar-benar hamil."
Eliza pun keluar dari ruangan sang dokter dengan langkah gontai. Tubuhnya lemas. Kakinya berat untuk melangkah.
"Apa yang harus kulakukan?"
"Entah apakah aku harus bersedih atau bahagia, karena aku mengandung anak Mihran? Gimana kalau Mihran nanti tahu kalau aku benaran hamil? Gimana kalau Amaliya tahu?Apa inikah titik lwhancuranku ....
Dari arah belakang, Amaliya memanggilnya.
"Eliza ...."
Eliza pun berbalik arah.
"Amaliya , kamu ngapain ke sini?" tanya Eliza sekadar berbqsa-basi.
"Aku habis jenguk teman aku yang lagi sakit. Jadi aku berangkat pagi dan habis makan siang ke sini deh,"jelas Amaliya tersenyum.
"Kamu pasti mau jenguk papa ya?" tanya Amaliya.
"Iya ...." jawab Eliza datar.
"Aku duluan ya," pamit Eliza yang jalan terburu-buru hingga tidak sadar jika hasil lab dalam amplop berwarna putih dengan logo rumah sakit itu jatuh di depan Amaliya berdiri.
Amaliya yang sadar akan amplop milik Eliza itu jatuh langsung bergegas memanggilnya dan mengambil amplop itu
Akankah Amaliya membuka hingga mengetahui jika Eliza kini tengah hamil?.
bersambung ....