Chereads / BALAS DENDAM ISTRI KEDUA / Chapter 9 - SUARA HATI PELAKOR

Chapter 9 - SUARA HATI PELAKOR

Amaliya dan Mihran pun menjauh dari tempat Eliza yang masih saja tidak beranjak dari tempatnya duduk saat ia berbicara dengan Amaliya.

"Tadi kamu mau ngomong apa ya?" tanya Amaliya yang bergelayut mesra pada Mihran.

"Tadi aku .... "

Mihran melirik ke arah Eliza duduk

"Kayaknya Eliza nggak cerita apapun ke Amaliya. Buktinya dia nggak nanya ke aku dan sifatnya juga nggak ada yang aneh," gumam Mihran.

Mihran pun mencoba mengalihkan pembicaraan.

"E-ee, nggak sebenarnya kalian ngomongin apa sih?!" tanya Mihran penasaran.

"Kayaknya Mihran nggak perlu tahu deh soal Dygta. Lagian aku percaya sama Mihran. Eliza juga nggak mungkin kan mencintai Mihran. Dia kan sahabat aku, sahabat kita," batin Amaliya.

"Kalau aku kasih tahu, bukan rahasia namanya," ledek Amaliya.

Mihran dan Amaliya pergi ke kamar, sekilas Mihran melirik ke arah Eliza duduk.

****

Kamar Mihran dan Eliza

Mihran dan Eliza duduk santai dekat ranjang. Amaliya bergelayut manja dipundak Mihran.

"Oma tuh parno, takut kamu kegoda cewek lain gara-gara nonton drakor. Kalau orang lain sih mungkin. Tapi, kalau suami aku yang setia ini, nggak mungkinlah," puji Mihran, wajahnya sedikit memerah.

"Iya kan, Sayang?" sambung Amaliya.

"Iya dong, Sayang. Karena nggak ada perempuan lain yang lebih baik dari kamu," jawab Mihran tersenyum.

"Kamu juga suami terbaik buat aku. Aku tuh beruntung banget tahu nggak, punya suami kayak kamu. Aku yakin, pasti di luar sana banyak banget yang iri sama keberuntungan aku ini. Cuma aku kan nggak bisa buat nyalahin perasaan mereka. Yang bisa aku lakuin gimana biar suami yang sangat aku cintai ini, nggak kegoda sama perempuan lain," kata Amaliya mencubit manja pipi Mihran.

Kolam renang

Eliza kembali membuat podcast. Mencurahkan semua isi hatinya. Di tepi kolam renang resort, ia genggam ponsel pintar miliknya dan mulai merekam.

"Aku sudah bertindak bodoh, dengan menciumnya."

Mihran di kamar

"Kenapa hatiku terus saja dihantui rasa bersalah. Sebaiknya aku keluar sebentar. Cari udara segar, biar pikiranku bisa lebih jernih," batin Mihran.

Mihran pun keluar kamar. Saat keluar, ia melihat Eliza sedang berada ditepi kolam renang, sendirian.

"Lebih bodohnya lagi, aku berbohong. Aku bilang, jika ciuman itu bukti bahwa aku tidak mencintainya. Dan aku sudah siap melupakan masa lalu. Adalah sebenarnya, aku masih sangat mencintainya.

Mihran memperhatikan Eliza. Ia terus mendekat.

"Apa orang bilang, jika cinta adalah anugerah. Tapi yang aku rasakan sekarang, setiap cinta itu semakin bersemi, semakin hatiku sakit. Semakin aku berusaha melupakan, semakin banyak hal untuk aku mengingatnya. Aku merasa seperti cinta ini memanggil-manggilku. Aku sudah memutuskan tidak kembali. Aku harus pergi. Suara hatiku ini, untuk kamu yang mendengarkan podcastku.Mungkin saja kamu bisa merasakan hal yang aku rasakan."

"Eliza ...." panggil Mihran. Eliza pun kaget dan berbalik arah.

"Maafin aku. Aku nggak tahu, kalau aku udah ngehancurin hidup kamu jadi kayak gini," ungkap Mihran penuh penyesalan.

"Nggak sepantasnya aku masuk ke dalam hubungan kamu dan Amaliya yang sudah sangat sempurna," ucap Eliza.

Eliza pun beranjak pergi. Tetapi Mihran coba mencegahnya.

"Eliza .... "

"Seandainya aku bisa memutar waktu, aku mau kita kayak dulu lagi. Kita yang benar-benar jadi sahabat tanpa ada rasa cinta."

Eliza pun terpancing emosi

"Kalian yang sudah mengkhianati persahabatan ini. Dan kamu, kamu adalah pihak yang paling diuntungkan. Kamu pasti merasa hebat kan? Karena kamu dicintai dua wanita sekaligus. Sedangkan aku? Aku yang menjadi korban dalam hubungan ini." Eliza pun tak dapat menghalangi air matanya jatuh.

"Eliza, dengerin aku dulu," cegah Mihran.

Eliza pun berbalik, ia mendorong Mihran ke dalam kolam renang. Beberapa saat, Mihran tak juga muncul. Eliza pun panik. Ia mencoba loncat dan mencari keberadaan Mihran.

Eliza berusaha mencari, memanggil nama Mihran berkali-kali, hingga tiba-tiba, Mihran memeluknya erat dari belakang.

Kamar Amaliya dan Mihran

Amaliya tersadar dari tidurnya saat mengetahui Mihran sudah tidak ada diranjang mereka.

Amaliya pun bangkit, memanggilnya berkali-kali, melihat ke kamar mandi. Mihran tak juga ditemukan. Amaliya pun bergegas ke luar kamar, mencari keberadaan Mihran.

Mihran yang melihat Amaliya terlebih dulu, langsung melepaskan pelukannya pada Eliza. Ia pun menjauh pergi dari Eliza.

Amaliya yang melihat Eliza yang sedang menggigil di kolam renang.

"Ya ampun, El, kamu ngapain? Ayo, kubantu naik." Amaliya pun menarik tangan Eliza naik.

Amaliya pun membawa Eliza ke sebuah meja. Di atas meja ditepian kolam renang itu, ia mengambil sebuah handuk dan diberikannya pada sang sahabat yang menggigil.

"Kamu lagi ngapain sih? Kamu lagi banyak pikiran ya? Kamu bisa kan cerita sama aku? Apa ada yang kamu tutupin dari aku?" tanya Amaliya.

"Eliza, kamu itu udah kuanggap saudara, kalau kamu mau cerita apapun, cerita aja. Aku nggak akan menjudge kamu," sambung Amaliya.

"Iya, aku tahu. Tapi untuk sekarang ini, belum ada yang harus kuceritakan," jawab Eliza. Ia berusaha tersenyum.

"Kalau kamu tahu yang sebenarnya, apa kamu benar-benar tidak akan menghakimiku, Liy?" batin Eliza.

"Kamu tahu nggak sih, Oma tuh parno, takut kamu ngegoda Mihran, gara-gara nonton drakor yang ada pelakor-pelakornya.Tapi kamu kan nggak mungkin.Kamu kan sahabat aku. Yang ada, kamu pasti akan ngelindungin suami aku dari godaan-godaan itu. Iya kan?" ujar Amaliya tertawa.

Wajah Eliza memerah, ia hanya mengangguk.

-----

Rumah Amaliya dan Mihran

"Oma uyut kenapa sih? Bikin Alia pusing nih! Untung Ayah sama Bunda masih dalam perjalanan pulang," gerutu gadis cantik, cicit kesayangan Oma Siska.

Oma Siska duduk di lantai dengan wajah kesal.

"Oma tuh kesal. Yang biasa dandanin Oma disalon pulang kampung dan katanya nggak balik lagi.Oma kan mau posting di IG, wajah udah baru eh wajah belum kinclong," terang Oma dengan wajah kesal.

Netra Alia terbelalak, "Hah, jadi tiap Oma mau posting di IG, harus ke salon dulu?"

"Iya," jawab Oma masih dengan wajah mengkerut.

"Oma kan harus kece. Oma kan malu sama teman-teman Oma yang postingannya selalu baru dan kece. Oma nggak. Mana kinclongnya muka Oma tuh?!" gerutu Oma Siska.

"Udah, Oma nggak usah ke salon, kan lebih hemat. Oma dandan di rumah aja. Kan tetap kinclong dan tetap kece. Nih, Alia udah siapkan." Alia menunjukkan seperangkat alat make-up milik Amaliya yang diambilnya dari kamar.

"Emang kamu bisa?" tanya Oma Siska ragu.

"Nih, kita pakai ini dulu nih."

Alia pun mulai mendandani Oma uyutnya itu dengan peralatan make-up sang bunda.

Beberapa menit kemudian

Alia pun tersenyum, "Nah, udah jadi deh."

Alia pun memberikan cermin pada Oma Siska untuk melihat hasil 'eksperimennya'.

"Oma tutup mata ya, dan buka mata setelah Alia hitung. 1,2,3 ...." kata Alia memberi aba-aba.

Dan ....

"Aaaaaaa .... " Oma Siska seketika berteriak histeris saat melihat hasil eksperimen cicit kesayangannya. Oma Siska seketika jatuh pingsan.

"Oma uyut kok pingsan sih? Oma uyut bangun dong." Alia pun mengguncangkan tubuh Oma Siska agar segera tersadar.

"Duh, Oma, Oma .... " Alia terus berusaha membangunkan

Tiba-tiba, Amaliya dan Mihran datang

"Loh, Alia, itu Oma kenapa?" tanya Amaliya heran.

"Oma, Oma," panggil Amaliya dan Mihran berbarengan.

"Biasa. Oma dramaqueen, kebanyakan nonton drakor, tapi cantik kan?!" ledek Alia tertawa.

Oma Siska mulai membuka matanya

"Itu muka Oma kenapa sih?" tanya Amaliya tertawa, Mihran pun tertawa melihat wajah Oma.

Dengan wajah kesal, Oma pun menggerutu.

"Oma nggak dianggap. Kamu juga udah ada teman. Oma balik aja," gerutu Oma Siska dengan wajah kesalnya.

Amaliya pun tertawa bersama Mihran dan Alia yang kini sudah dalam gendongan Mihran.

****

Keesokan hari

Amaliya terburu-buru dari lantai atas menghampiri Mihran yang sedang meminum secangkir kopi di meja makan.

"Sayang, kamu tahu nggak? Tadi aku telepon Eliza, katanya dia hari ini mau balik ke Amerika. Kita anterin yuk bareng-bareng," ujar Amaliya yang panik.

Mihran terkesan masa bodoh. Ia kembali teringat kejadian di kolam renang malam itu.

"Syifa mau balik ke Amerika dan nggak bilang sama aku?" batin Mihran.

"Eh, kayaknya mending kamu aja deh yang anterin Eliza. Aku nggak bisa," jawab Mihran.

"Kenapa sih?" tanya Amaliya heran.

Ponsel pintar milik Amaliya tiba-tiba berdering. Ia pun mengangkatnya.

[Hallo, iya, Bu Dewi. Harus sekarang? Nggak bisa besok,Bu?Oh,iya,saya datang]

Telepon pun terputus.

"Aku nggak bisa lagi.Aku ada meeting penting sama klien. Kamu aja ya, Sayang, please. Kasihan kan, kalau dia ke bandara sendiri setelah semua yang dia lewati di Jakarta?" pinta Amaliya. Akhirnya, Mihran pun memenuhi keinginan sang istri.

****

Rumah Eliza

Bel pun berbunyi. Eliza pun segera membuka pintu. Dan betapa kagetnya kalau yang datang itu ternyata Mihran.

Sesaat keduanya terdiam, hanya saling pandang. Tanpa ada kata-kata. Eliza kembali teringat, bagaimana kemesraan kedua sahabatnya itu yang mereka pertontonkan.

"Kamu ngapain ke sini?" tegur Eliza dengan sinis.

"Aku datang ke sini untuk ngantar kamu ke bandara," ujar Mihran tersenyum.

"Terima kasih, tapi aku bisa ke bandara sendiri," jawab Eliza tegas.

Mihran pun salah tingkah.

"Kamu ini kenapa nggak mau kuantar?Kita ini tetap sahabat kan?!" tanya balik Mihran.

Eliza hanya terdiam, ia masuk ke dalam rumahnya mengambil tas dan koper yang akan dibawanya ke Amerika. Mihran akhirnya mengantar Eliza ke bandara.

Dalam perjalanan menuju bandara, hujan cukup deras. Sesaat, Mihran berhenti di sebuah sudut jalan saat ponsel pintar milik Eliza berbunyi.

[Hallo,Iya,saya sendiri]

Seketika Eliza menarik nafas panjang, saat mendengar informasi jika pesawatnya delay sampai 3 jam mendatang.

[Oke]

Eliza pun langsung mematikan ponselnya.

"Siapa?" tanya Mihran.

"Dari maskapai penerbangan, katanya pesawatku ditunda 3 jam," kata Eliza lemah.

"Bahkan di saat aku ingin secepatnya pergi, tapi takdir seolah menentang keinginanku. Kenapa aku harus tertahan dalam kondisi ini? Di sini, bersama Mihran."

Mihran pun menatap wajah sendu Eliza.

"El, aku tahu, nggak ada lagi yang bisa nahan kamu untuk balik ke Amerika. Tapi setidaknya, janganlah kamu pulang dengan membawa rasa marahmu itu. Aku minta maaf ya, kalau selama ini, aku sudah menghancurkan hati kamu. Jujur, sebetulnya, aku juga ng—" Mihran belum selesai, Eliza sudah memotongnya bicara.

"Kenapa sih, kenapa kamu selalu ada dalam kehidupan aku?! Kenapa? Kenapa kamu nggak biarin aja aku pergi! Kenapa kamu sekarang harus nganterin aku ke bandara. Kenapa, Mih?" cecar Eliza terisak.

"Eliza! Bukan cuma kamu yang kehilangan, aku juga. Aku juga akan sangat kehilangan kamu," tutur Mihran.

Mihran pun mengenggam tangan Eliza yang sedang menangis.

"Aku sudah bertindak bodoh dengan menciumnya. Lebih bodoh lagi ketika aku berbohong kalau ciuman itu membuktikan aku tidak memiliki perasaan apapun. Dan siap melupakan masa lalu. Padahal aku masih sangat mencintainya ...."

Mihran mengusap air mata sahabatnya itu. Eliza pun mulai menaruh tangannya di wajah Mihran. Dalam keadaan menangis. Mihran, Eliza, di bawah derasnya hujan, melakukan hubungan terlarang itu di dalam mobil ....

Seketika petir mengelegar, hujan semakin deras, diiringi angin semakin kencang.

Beberapa menit kemudian

"Amaliya, maafin aku .... "

bersambung ....