Tanisha menampis tangan tuan muda Dravinda yang hendak memegang pergelangan tangannya.
"Tidak semua apa yang aku lakukan dan apa yang hendak aku tuju itu menjadi urusan mu" ketus nya kemudian.
"Kenapa? Kenapa tidak bisa? At least jadikan aku sahabat mu, tempat mu berbagi, bisa kan? Kenapa kau takut memulai sebuah pertemanan baik dengan ku? Apa aku terlihat begitu buruknya di matamu? Apa aku sebajingan itu? Katakan? Atau kenapa kau menghindar dari ku Tan?" Tegas sang tuan muda Dravinda.
Namun sang nona tetap membuang mukanya ke arah pantai di mana terjangan ombak semakin kuatnya bergulung gulung menuju pasir nya.
Tangan halus itu terus terulur merapikan rambutnya yang berantakan karna terpaan angin.
"Jawab Tan?" Tegas pria itu lagi kali ini nadanya cukup lebih di tinggikan, dia menghadang persis di hadapan sang nona, Tanisha kembali melengah, hingga kepala nya di tahan kuat oleh kedua telapak tangan lebar itu memaksa nya untuk saling menemukan pandangan mereka.
"Jangan menghindar sudah ku bilang aku tidak suka kau membuang muka seperti ini, apa salahku Tan, seburuk apa aku di mata mu, sehina apa aku ayo katakan?" Kali ini tuan muda Dravinda sedikit membentak sampai membuat mata sang nona mengembun karna tidak kuat dengan tatapan lekat dari pria itu.
"Lepaskan aku Vin?" Ucapnya pelan.
"No, jawab aku dulu?"
"Let me go Vin?" Sang nona mulai terdengar berteriak.
"Tidak, seburuk apapun tanggapun mu padaku, kau harus mengatakan yang sejujurnya, apa yang kau takutkan dari ku? Kau bersikeras maka lihatlah betapa kerasnya aku Tanisha?" Tegasnya, tak sedikit pun melepaskan tatapan tajamnya. Di sana rasanya mata biru itu ingin segera menumpahkan perasaan nya, perasaan yang tidak sanggup di bendung nya.
"Apa yang harus aku katakan? Ketakutan ku banyak Vin, hal yang paling aku takutkan kini telah terjadi? Tapi aku berusaha melawannya" tegasnya namun mata itu semakin menggabak saja ingin menyembulkan butiran kristal nya.
"Jangan berbelit Tan, jangan menahan perasaan mu sendiri, karna itu sakit, pasti sangat sakit"
"Aku tidak menahan perasaan ku, perasaan ku apa adanya aku jujur aku tidak mau dekat dekat denganmu, kau mengerti?"
"Tidak aku tidak mengerti, aku tidak mengerti kenapa matamu penuh dengan kebohongan, kau mendustakan hati mu sendiri"
Sang nona terkesiap, akhirnya luka itu menetes jatuh juga sampai bergetar bibir nya, hingga bibir itu basah, tuan muda Dravinda benar benar tidak menyangka hanya karna tatapan lekatnya saja bisa membuat wanita itu sampai menitikkan air matanya, dia menampakkan kelemahan nya, kelemahan yang tersembunyi di balik sikap keras nya.
"Makannya jujur padaku, kau tidak akan sesakit ini seandainya mau jujur tentang apa yang kamu rasakan Tan?" Bentak nya lagi, lantas melepaskan kedua telapak tangan nya dari kepala itu, sang nonapun menyeka air matanya.
"Aku tidak bisa berteman dengan laki laki yang memiliki sudut pandang baik padaku, yang menemukan sisi baik dalam hidup ku, yang mengerti perasaan ku, aku tidak bisa berteman dengan laki laki seperti itu, aku tidak bisa hidup berperasaan dengan seorang laki laki, tidak bisa" lirih nya.
"Tapi kenapa? Kau takut dengan yang namanya cinta hah? Benar? Kau mulai mempercayai hal itu? Kau sudah mulai percaya dengan cinta, atau kau takut mengenali nya?" Teriak pria tersebut.
"Karna aku sudah bersumpah, tidak ada laki laki lain dalam hidup ku, selain Gavin, Gavin adalah hidupku, nyawa ku, tujuan ku masih bertahan sampai saat ini hanya demi dia, dialah tujuan hidup ku, laki laki lain tidak ada artinya ketimbang dia?" Tegas sang nona kemudian dengan nada yang keras, tuan muda Dravinda pun sesaat termangu.
"Apa kau mencintainya?"
"Sudah ku bilang aku tidak mempercayai cinta, bagiku cinta itu tidak ada, yang aku tau satu satunya laki laki yang akan menemani hidupku kelak hanyalah Gavin, hanya Gavin"
"Aku tanya apa kau mencintainya?"
"Tidak peduli aku cinta atau tidak tapi dia tujuan hidup ku, aku kesini ingin mencari nya, mencari Gavin, satu satu nya pria yang menjadi alasan ku menolak ribuan pria di luar sana, termasuk dirimu bahkan seluruh dunia melamar ku sekalipun tujuan ku hanya Gavin" tegasnya dengan mata tajam yang berkaca kaca.
"Kau sangat mencintai nya, why? Sejak kapan kau mengenal nya? Dan di mana? Bisa beritahu aku?" Sebuah pertanyaan yang membuat sang nona merasa gugup, karna Gavin hanya lah sebuah harapan dan rasa bersalah nya saja, entah bagaimana rupa pria itu bahkan sang nona sekalipun tak pernah bertemu dengan nya, tapi sudah mengaggap nya layak nya hidup nya sendiri, dan bahkan lebih penting dari hidup nya.
"Aku sudah lama kenal dengannya, sudah sejak lama, dan kau tidak perlu tau seberapa lama itu, yang terjelas sekarang kau sudah tau kan kenapa aku menolak berteman baik ataupun memberikan kesempatan apapun kepada laki laki lain, itu semua karena Gavin, aku milik Gavin"
"Tapi Gavin sekarang sudah mati"
"I know, saat itu juga Tanisha dan segala kebaikan nya ikut mati, saat mengetahui tujuan hidup ku sudah tidak ada lagi, jadi untuk apa masih ku pertahankan hidup ku ini, gak ada gunanya"
"Sudut pandang mu gila Tan, kau bahkan tidak tau perasaan mu yang sebenarnya seperti apa?"
"Lalu kau kira kau tau hah? Kau tidak tau apa apa tentang ku"
"Yah aku tau?"
"Apa yang kau ketahui?"
"Matamu sudah menjelaskan sumpahmu yang tidak berguna itu telah kalah di hadapan ku heh? Entah atas alasan apa kau sampai meletakkan pria itu sebagai tujuan mu, jika tidak ada cinta, hanya sekedar sumpah, kau mendustai cinta yang bisa ku saksikan dengan jelas ada pada matamu saat ini" ucap pria itu kembali pada nada dingin nya serta pandangan yang kembali melekat pada bola mata kebiruan yang penuh dengan gabak luka tersebut.
"Kau salah Vin?" Teriak sang nona.
Lantas berlari sangat kencang, segera enyah dari hadapan pria itu, dia seperti ketakutan bahkan kocar kacir sambil sesenggukan hingga memasuki kamarnya, membanting pintu dengan keras langsung menelungkup di kasur sembari terisak-isak bahkan menonjok nonjok dengan sangat keras bantal nya sebagai pelampiasan.
Di sana tuan muda Dravinda mengacak acak rambut terawatnya, bahkan sampai menendang nendang pasir, amarah apa yang sebenarnya terjadi di antara hubungan pelik kedua manusia itu saat ini?
Vindra frustasi, sembari meneguk sebotol minuman semua kata kata dan pengakuan Tanisha menggelayang hebat di benaknya, satu kata yang terlintas di teguknya minuman itu bersamaan kungkungan Ravennya yang mulai memerah dengan sangat tajamnya.
Dua kalimat terngiang lagi di telinga nya, kata kata Tanisha beberapa saat lalu itu kembali membuatnya meneguk lagi, berkali kali kata kata pengakuan dan kejujuran sang nona mengasak hebat di benaknya sampai botol minuman di tangan nya kosong, dia mulai tampak meneler pandangan tajamnya sedikit menurun.
Lantas kembali di ambilnya botol berikut nya, namun pengakuan Tanisha belum juga lenyap dari ingatan nya.
"Saat Gavin mati, saat itu juga Tanisha dan segala kebaikan nya juga ikut mati, Gavin adalah harapan dan tujuan ku hidup hingga saat ini, cinta atau tidak hanya dia lah satu satu nya pria yang ada di dalam hidup ku" kata kata itu masih saja seperti setan penghasut yang menyuruh nya untuk menenggak lagi dan lagi hingga botol itu kembali kosong semua di teguknya hingga ludes, lalu dia membanting botol botol yang sudah kosong itu dengan tubuh yang mulai sempoyongan serta kilat mata yang mulai menggelap.
Dunia mulai kabur di pandangannya saat ini, semua angan angan mulai menggelitik perasaan nya dia mulai merasa dirinya yang paling bahagia di dunia, melambung tinggi keudara lantas senyum seringai menyungging pada bibirnya yang indah.