Mata Vindra terbuka lebar, memandang ke sekeliling tempat yang cukup asing baginya, ruangan pengap dan kecil, selang menyebalkan itu kenapa bisa bergelayut di tangan nya?
Hendak bergerak kenapa badan itu rasanya sakit sakit semua? Selain itu kepalapun juga terasa sangat pusing.
Namun ia tersintak kaget tangan hangat tengah menggenggam jemarinya, dengan kepala menelungkup di samping tempat nya berbaring.
"Tan???" Panggil nya, namun kepala yang menelungkup itu tak juga tegak, seperti nya dia terlalu jauh bermimpi indah di sana.
"Tan?" Panggilnya lagi dengan suara yang lebih keras, mencoba mengangkat tangannya yang lain untuk menggapai puncak kepala wanita tersebut
Akhirnya dia mendongak, sembari mengucek matanya dengan kedua telapak tangan halusnya, Vindra pun sekuat diri mencoba bangkit dari ranjang itu.
"Kamu udah sadar Vin?" Gumam Tanisha kemudian, dalam mata yang masih mengabur, suara kerasnya juga terdengar parau berada pada level rendah, di tengah usahanya untuk mengumpulkan kembali nyawanya, mencoba loading kembali otaknya atau bahkan di install ulang, biar lebih kuat jaringan nya, kedua lengan kokoh itu tiba tiba merengkuhnya dagu runcing itu pun kini bersandar di bahunya, Baterai nona Dhanda pun auto full seketika dalam nanapnya.
"Kamu gak papa kan Tan?" Lirih pria itu, di pelukan nya. Sang nona mendesah sangat kasarnya, dia yang di rawat di sini malah nanyain kondisi orang, di sana Tanisha pelan pelan membalas pelukan nya, mencoba mengulurkan tangannya pada punggung itu.
"Aku baik baik saja Vin, justru kamu, kenapa mau jadi tameng ku, kenapa membahayakan nyawa sendiri? Untungnya peluru hanya mengenai lenganmu, mana rumah sakit besar disini juga gak ada lagi, gimana kalau kepala mu yang kena, dua kali mungkin aku gak bisa maafin diriku sendiri" paparan yang mengandung gabak, mata sang nona sendu seketika.
Pria itu malah semakin memperkuat pelukannya.
"Aku baik baik saja Tan, selama kamu baik baik saja" balas nya.
Bagaimana peluru itu bisa mengenai lengan tuan muda Dravinda, karna pada saat nona Dhanda berlari mengejarnya hendak memberikan ekspresi kesenangan nya karna pria itu berhasil meringkuk begal sialan yang tidak berperikemanusiaan yang menghadang mobil mereka beberapa waktu berlalu itu.
Vin yang tersadar dari jauh begal itu tiba tiba berdiri kembali langsung mengeluarkan pistol ngerinya dari kantong jubah hitam yang ia kenakan, mengarahkannya pada nona Dhanda tersebut, Vin auto berlari kencang menghadangnya dari dada sang nona, hingga peluru itu melesat untung nya hanya mengenai lengan Vin, hingga darahnya menyembul memuncrati wajah cantik itu.
Si pelaku ketar ketir lantas kabur seketika, sementara Vin sempat tersenyum manis menatap wajah Tanisha yang sudah penuh noda darah bekas cipratan dari darahnya tersebut, sebelum akhirnya Raven gila itu terpejam, sang nona pun terpekik.
Hingga beberapa warga yang kebetulan lewat berdatangan membantu keduanya hingga Vin berhasil di bawa ke puskesmas terdekat. Karna di desa ini rumah sakit tidak di fasilitasi.
"Hiks... Kenapa lakukan ini Vin?" Raungan Sang nona di wastafel sembari membasuh bekas darah yang berlumuran di wajah dan juga pakaian nya.
"Kenapa setiap orang yang hendak melindungi ku harus celaka karna aku? Aku sudah bilang Vin jauhi aku, aku tidak baik berada di dekatmu, tapi kenapa kau masih bersikeras mendekati aku?" Lirih nya, mereka merenggangkan pelukannya, telapak tangan hangat nya tuan muda Dravinda tampak terulur untuk mengusap air mata yang sayang sekali berserambah di hadapan nya.
"Ini bukan salah kamu, itu hanya penjahat yang kebetulan ingin menjahati setiap pengendara yang lewat, kebetulan kita yang lewat" balas nya sambil tersenyum.
"Kamu baik baik saja kan? Setelah kita kembali nanti, please Vin jauhi aku, gak baik bagi kamu jika terus berada di dekat ku, entah kenapa musuh ku belakangan datang tanpa aku tau salah ku apa, banyak di antara mereka yang menginginkan nyawaku aku juga gak ngerti kenapa, makannya aku minta sama kamu jangan lagi dekat dekat dengan ku Vin, aku gak mau kamu terluka lagi seperti ini, atau bahkan berkorban seperti ini" jelasnya.
"Gak bisa Tan?" Timpal tuan muda Dravinda, sembari menggeleng halus, seperti anak manja yang merajuk, dia kembali berbaring di ranjang itu, memiringkan tidurnya membelakangi sang nona, Tanisha pun mendesah sangat kasar.
"Justru kamu itu butuh pelindung Tan, memang benar dia tidak menginginkan apa apa dari kita, dia meminta aku menyerahkan kamu padanya, mungkin itu hanya musuh bisnis kita, kamu harus ingat kita selalu menang tender, mungkin saja mereka iri dengan kita" ucap pria itu kemudian dalam wajah yang masih berpaling.
Sang nona pilu ketika mata sendunya mengarah pada bekas luka dan juga perban putih yang membalut lengan kokoh itu.
"Sudahlah Vin kau hanya berusaha menenangkan diriku, itu dendam pribadi Vin, seseorang hendak mencelakakan aku dari dulu, kamu belum tau cerita nya, kamu gak pernah akan bisa mengerti, cukup aku bilang yah cukup jangan terlalu dalam merasuki hidup ku"
"Gimana aku bisa tau kamu gak cerita, kamu gak mau berbagi dengan ku, kamu gak sudi walaupun hanya sekedar temenan dengan ku" rungut nya.
"Baiklah kita bisa kembali sekarang, kamu lanjut di rawat di kota aja, rumah sakit di sana lebih bagus"
"Aku gak mau di rawat lagi, aku baik baik saja" ketusnya. Ngambek sepertinya tuan muda Dravinda ini? Sang nona sampai menggeleng gelengkan kepala nya, juga menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
*
Pagi itu senyum merekah Tanisha sangat lah indah, mengalah kan setangkai Anggrek berwarna merah muda yang tengah mekar di sudut Lapas.
Dandanan kerkelasnya, outfit mahal, riasan ujung kepala hingga kaki yang kembali melekat sangat sempurna di tubuh nya yang bak model catwalk itu.
Nona Dhanda sengaja prioritaskan waktu nya demi menjemput sang asisten kesayangan yang hari ini telah resmi bebas dari jeratan hukum.
"Rud???" Teriak nya, sembari berlarian mengejar pria manis itu, langsung memeluk nya sebagai apresiasi atas kebebasan nya.
Yang mana beberapa waktu lalu ibu Asih telah membebaskan semua tuntutan yang bersangkutan dengan kasus kecelakaan Rindu sang anak.
Rud mengusap punggung sang nona di pelukan nya, sambil tersenyum sumringah.
"Makasih nona ku yang cerewet" balas Rud.
Keduanya seiring langkah menuju kendaraan mewah milik nona Dhanda tersebut, Rud hendak mengambil alih setirnya namun di larang keras oleh atasan nya itu.
Sang nona meminta untuk hari ini berhenti biarkan dirinya yang melayani Rud selaku asisten nya, sebagai rasa ucapan terimakasih yg mungkin ini tidak bisa di patokan sebagai balasan, karna apapun itu satu tahun waktu berharga nya pria ini telah rela mendekam di balik jeruji besi atas kesalahan yang tidak di perbuat nya, pengorbanan demi nona Dhanda yang sangat di hormati nya ini.
Rasanya imbalan apapun tidak lah setimpal, namun Rud pria yang tulus tidak mengharapkan balasan apapun ini di anggap nya sebagai perintah bukan pengorbanan.
Namun dari samping bercengkrama bebas seperti dua orang sahabat, berbagai obrolan keduanya, Rud tampak berpandangan lain terhadap nona nya tersebut, ada gelagat sendu, simpanan tersembunyi dari cara Rud menatap setiap gerakan gurat cantik itu meski tanpa sepengetahuan sang nona kalau dirinya di tatap sedemikian intens nya.
"Dosakah prasangka ku dengan hatiku sendiri Tan?" Usik batin pria tersebut, garis bibir nya tampak melengkung sempurna seiring dengan cahaya tatapan tulusnya.