Beberapa hari belakangan ada rasa rindu yang tak terduga hinggap begitu saja di benak seorang nona Dhanda yang terkenal kebal akan sosok pria.
Paling terkenal susah di taklukkan, dan belakangan pula pria yang kerap mengganggunya tiba tiba lenyap bak di telan bumi, keseringan ketika ada meeting antar perusahaan dia hanya mewakilkan diri terhadap asisten nya, dan saat ini sang asisten kemungkinan tengah berada di Dhanda Development mengurusi segala sesuatu yang menyangkut urusan perusahaan.
Dia sempat berfikir kenapa pria itu belakangan jarang muncul, senyuman nya kerap menggelayangi, sempat berfikir menyerah pada takdir dan mengikuti kehendak hati setelah sekian juta mulut mendukung nya untuk memilih pria itu sebagai labuhan terakhir nya, namun sang nona meragu entah sebab apalagi?
Hari ini sang nona di dera ke galauan tujuh samudera semenjak keberadaan pria itu seolah menghindari dirinya, bahkan asistennya mengatakan dia always daily ke kantor, namun seolah membiarkan rindu yang berbicara dia memberikan jarak yang mungkin tanpa di sengaja olehnya.
Sempat ingin menelpon namun ragu ragu, Rud juga pernah mengatakan, pura pura nanyain urusan Vintan aja, biar bisa bicara tentang bagaimana keadaan nya saat ini, karna semenjak kepulangan mereka dari desa saat itu lah mereka seolah terpisahkan, misteri keberadaan pria itu saat ini menjadi beban tak nyata bagi sang nona.
Namun gengsi nya tetap lah juara satu di dunia.
"Tanyakan Anton kali yah?" Pikirnya dengan dahi yang berkerut, ke khawatiran soal dia yang masih sakit, atau memang pria itu sudah bosan karna selalu mendapat penolakan sadis darinya, rasa nya Tanisha hampa beberapa hari belakangan ini.
Dia menelpon seseorang dari ruangan nya tersebut, lewat telepon meja kerja CEO.
"Hallo, Rud hmm apa Anton masih berada di Dhanda sekarang?" Tanya nya di telpon, rupanya dia menelpon sang asisten yang kini berada diruangannya sendiri.
"Seperti nya begitu nona, why?" Gurau Rud sambil menahan senyuman palsu nya disana, padahal Rud sendiri sudah tau maksud dari nona nya tersebut. Rud sakit hati, tapi harus ikhlas karna perasaan nya hendak mencampuri minyak dengan air itu sangatlah mustahil baginya.
"Gak, itu ada file yang harus di kirim ke Dravinda sekarang?" Elak sang nona lewat nada yang sedikit canggung.
"Owh, gitu baiklah, tadi sih ketemu di lantai tujuh sama si Annita gak tau sekarang masih disitu atau gimana?" Balas Rud, sang nonapun menggerutuk di hati, pikirnya sekretaris dan juga asisten Dravinda itu pasti ada main api, padahal secara tegas dia sudah melarang hubungan mereka namun alasan nya melarang tidak jelas sama sekali.
Buru buru CEO dari Dhanda Development tersebut hengkang dari ruangan nya hendak menyamperin dua manusia tersebut.
Dia berjalan dengan tergesa gesa menelusuri koridor, semua karyawan menunduk di hadapan nya, lewat wajahnya yang tegas dan dingin nya seorang pimpinan, kaki jenjangnya yang panjang itu kini tengah memasuki lift menuju lantai tujuh, gedung luas yang bak bangunan pencakar langit tersebut.
Dan benar saja, di sana dia memergoki dua manusia itu nyaris beradu sembir, jemari sang nona auto mengepal kuat sementara matanya memerah besar dengan sangat tajamnya.
"Annita???" Teriaknya dengan keras.
Kedua manusia itu sontak terperanjat kaget, nyaris saja si Anton keseruduk tong sampah yang ada di samping tempat mereka duduk karna Annita reflek mendorong kuat dada bidang pria tersebut dengan kedua tangan halus nya, wajah Annita langsung memucat menghadap sang nona dengan kepala menunduk.
"Iya... Nona ada apa?" Ucapnya kemudian dengan sangat gelagapan.
"Turun sekarang?" Titah nya dengan tegas, di barengi dengan gurat judes membengisnya.
Gadis itu lantas mengangguk kikuk sambil menundukkan kepalanya, lalu melangkah perlahan keluar dari ruangan tersebut, menyisakan Anton yang saat ini di hampiri oleh nona Dhanda dengan cara angkuh berkacak pinggang di hadapannya.
Anton sampai tidak berani menatap mata elang betina itu yang tengah mengamuk bengis saat ini.
"Ikut saya sekarang?" Tegasnya terhadap pria tersebut, Anton lumayan di dera kecemasan sampai keturunan delapan, ketakutan akan di laporkan kepada big bos nya, bisa bisa kena gantung juga seperti hal nya Annita saat ini yang entah bagaimana nasibnya setelah ketahuan, skenario terburuknya adalah pemecatan sepihak tanpa pesangon, wah bukankah itu termasuk tindak diskriminasi terhadap karyawan? Pikir panjang pria gagah tersebut.
"Ceroboh banget kenapa bisa ketahuan begini?" Pikirnya.
Sampai pada akhirnya bukannya membawa pria itu menuju sebuah ruangan, pikirnya dia hendak di interogasi justru sang nona malah minta di antar menuju kantor Dravinda.
"Tapi bos gak ada sekarang nona" jawab pria tersebut.
"Kemana dia?" Ketusnya.
"Gak tau, gak ngantor hari ini, di telpon gak nyambung, mungkin sakit kali nona, samperin mansion Dravinda aja, biar saya yang mengantar ok!" Bujuknya, seoalah sengaja hendak mengotak atik nona judes tersebut. Selain itu semoga saja hubungan nya segera mendapatkan restu jika dia bisa membantu nona nya tersebut untuk lebih dekat dengan sang big bos, karna setau nya dua pimpinan perusahaan itu terikat kontrak bukan hanya atas dasar kerjasama tapi juga malah hutang piutang soal hati.
Cintanya sudah terlanjur membahana untuk Annita tidak mungkin bisa di pisahkan paksa oleh kedua atasan mereka, pikir Anton saat ini jika nona dan tuan mudanya bersatu mungkin hubungan nya dengan Annita juga akan segera mendapatkan restu, jadi tidak perlu backstreet kucing kucingan lagi.
"Ok saya setuju" jawab sang nona kemudian dengan angkuhnya. Anton pun tersenyum cukup lebar, sambil mengendarai kendaraan milik sang nona.
Tanisha sempat termangu ketika memasuki pekarangan mansion serba mewah berbalut misterius itu, untuk pertama kalinya seorang nona Dhanda mengunjungi rumah seorang pria. Itupun pria yang di anggapnya musuh bebuyutan, Anton sialan dia malah segera tancap gas, katanya ada urusan mendadak.
Sang nona di sambut hangat oleh para asisten rumah tersebut, termasuk Ningtam yang merupakan sesepuh di rumah megah itu.
"Saya Tanisha nek, saya CEO Dhanda, tujuan saya kesini mau ketemu sama CEO nya Dravinda, ada urusan kantor nek" ucapan kaku nya, dengan degap degap gak jelas yang sudah menerpa jantung nya sedari tadi, mata besar nya juga tidak mau diam melirik sana sini, di sepanjang ruang tamu megah itu.
Beberapa pigura photo pria itu dan keluarga nya juga tertera di sana, dia sempat tersenyum menatap potret kecil pria itu yang tertera sangat manis di samping sofa mewah nya tersebut.
"Jangan panggil nenek, saya Ningtam panggil Ningtam aja, kamu sudah seperti orang lain saja, kamu putrinya tuan Dhanda kan? Saya kenal kamu nak, yang sempat hendak di jodohkan dengan Vin?" Jawab nenek tua tersebut, sambil tersenyum, sang nona malah tersipu sungkan merasa canggung.
"Hm iya, maaf nek, eh Ningtam, Vin nya kemana yah? Ada kah disini?" Ucapnya dengan nada gagap.
"Vin baru saja ke bandara, katanya ada masalah dengan cabang Hongkong nak, Ningtam juga gak ngerti sih masalah nya, tapi sepertinya jika ada urusan penting coba kamu susulin aja, Ningtam rasa pesawat nya belum lepas landas saat ini" sesal nenek tua tersebut, sang nona auto terbuntang.