"Kau masih tidak mau bicara juga, ya? Aku sudah sangat sabar menghadapimu, ini waktunya kau berkata jujur, Carmen Morissa." tekan pria berbadan kekar di hadapannya itu tanpa basa-basi.
Carmen terdiam di depan meja besi dingin itu, dunianya seolah jungkir balik dalam hitungan jam. Fisiknya belum fit benar, tetapi dia diseret menggunakan kantung penutup wajah dan malah berakhir di sini.
"Aku bisa saja memaksamu berbicara tetapi kau seorang gadis. Principal melarangku dengan sangat keras untuk menyakitimu. Kau punya dua pilihan, mengaku sendiri atau kubawa kau ke hadapan Jasper Falken untuk mengobrak-abirk pikiranmu menggunakan cara terburuk." ancamnya lagi meneliti mata Carmen lekat-lekat.
Kilatan di sorotan mata pria menyeramkan itu mengandung kesungguhan, tiap ancamannya bukan permainan ilusi belaka, sejak Carmen diseret paksa kemari dari ranjang perawatan rumah sakit akademi yang super nyaman. Ia tahu nyawanya sedang di ujung tanduk.