"Ada yang bisa kubantu, Jeo?"
Rhett tersenyum manis, memasang tampang santai dan bersikap semenyenangkan mungkin terhadap sahabatnya itu.
Berbeda reaksi ditunjukkan oleh Jeo, tangannya terlipat di dada dan terus pandangi wajah Rhett dengan garang.
"Rhett, apa kau sudah mengatakannya pada wakil principal perihal mimpimu?" titah Jeo menahan langkah Rhett, menghadang jalannya yang belakangan ini acap kali menghindarinya.
Hampir setiap saat Jeo mengajukan pertanyaan serupa, saban kali bertemu tiada menit tanpa menanyakannya.
"Kau selalu menghindar dariku, Valentine. Kau pikir aku akan diam begitu saja?"
Jeo pun selalu menatapnya melalui pandangan tajam yang kurang mengenakkan sebab mengira bila Rhett sengaja sembunyikan kenyataan. Persis seperti yang dilakukan Jeo saat ini juga.
Walau sebenarnya Rhett sendiri belum yakin perihal keberadaan Jean. Penglihatan itu memang nyata tapi – entahlah, batinnya sendiri gamang tidak karuan.