"Beliau datang ke dalam mimpiku, mengatakan segala hal yang membingungkan dan – entahlah aku merasa sakit kepala. Siapa beliau sebenarnya, Mrs. El? Mengapa beliau ada di sini dan aku ada di kamar ini? Pasti ada penjelasannya 'kan?"
Terdapat jeda panjang, keheningan yang menggantung di udara. Elvana bingung harus berkata apa.
Jeo tersenyum, "Pertanyaanmu barusan itu biar jadi urusan Mrs. Skylark dan Principal saja. Mereka yang lebih berwenang untuk menjawabnya. Sekarang Jean, aku ingin mendengar langsung darimu. Kalau insiden Essex adalah pemicu utamanya, apa yang kau rasakan?"
"Rasa bersalah yang memuakkan." Jean tertunduk dalam, menghela napas panjang. Sorotan matanya sarat kepedihan. "Mereka mengutukku, membenciku, memperlakukanku tak manusiawi. Aku sangat membenci manusia itu, tapi aku enggak mampu hilangkan rasa bersalah ini. Kalau membayangkannya aku selalu marah. Bukan cuma itu, sejak kali pertama kedatanganku ke akademi – sebenarnya aku hampir setiap malam alami mimpi buruk."
Elvana menganggukkan kepalanya, meminta Jeo untuk terus menggali informasi dari Jean langsung. Untunglah, Jeo memahami sulitnya posisi Elvana saat ini – jujur, dia belum punya jawaban pasti terkait pertanyaan Jean tadi.
[ "Cuma Silas, Jean. Yang berhak menjawab pertanyaanmu. Maafkan aku, nak. Bukannya aku tidak ingin membantumu. Hanya saja – memang rumit." ] pikir Elvana membatin.
"Mimpi buruk apa, Jean? Sampai-sampai kau 'badmood' begitu?" tanya Jeo keluarkan buku saku dari jaket dokternya.
Jean menggeleng, melirik Jeo sesaat. "Aku sebenarnya enggak tahu itu mimpi buruk atau semacam penglihatan, sebab rasanya nyata sekali. Aku menyaksikan akademi terbakar hebat, langit yang terbelah bagai semerah darah, orang-orang menjerit terutama semua penghuni Essex. Tubuh mereka tercabik-cabik juga suara-suara mereka yang terus mengutukku. Tangan dan kakiku terbelenggu oleh rantai yang keluarkan cahaya biru. Aku enggak mampu melepaskan diri atau melawan, kekuatanku pun serasa lenyap entah ke mana."
Elvana maupun Jeo termenung, mendengarkan ungkapan Jean seksama.
"Dan, wanita berambut silver yang terus menyebut namaku. Dia enggak sendirian, Dark Legion muncul dari parit-parit terdalam, ada lima sosok lain yang kurang jelas terlihat. Tetapi tangan mereka mengeluarkan warna cahaya yang berbeda. Wanita itu punya sepasang mata berwarna merah, kulitnya sepucat kertas, tulang pipi tak lazim. Dia punya sepasang tanduk di kepalanya, kuku-kuku hitam mengilap setajam silet, sebuah ekor hitam dan kedua sayap tajam keluar dari punggungnya."
[ "Itu Mannon Blackwood?! " ] Elvana membisu seribu bahasa, ia tengah berpikir keras. Terlampau terkejut mendengar uraian Jean barusan. Ternyata masalahnya lebih serius daripada yang mereka kira.
Jeo sama terkejutnya dan hanya memandang sekilas Wakil Principal.
Wajah cantik Elvana mendadak pias, persoalan ratu terkutuk itu bukanlah pertanda baik. Bencana buruk melanda, kehancuran dunia tampaknya benar-benar terjadi, itu artinya.
[ "Mannon Blackwood telah mengetahui siapa Jean sebenarnya. Mungkin sewaktu Jean menyelamatkan Rhett Baker Valentine, melawan Dark Legion. Kekuatannya terdeteksi oleh mereka. Ini lebih gawat dari dugaanku. Oh! Silas! Jean benar-benar dalam bahaya!" ]
"Sekujur tubuhku mengeluarkan darah, aku digenangi darahku sendiri ketika wanita berwajah mengerikan itu, menangkup wajahku dan menghisap segalanya. Itu benar-benar menakutkan, aku sampai kesulitan tidur di malam hari. Aku sangat stress, Jeo. Aku minta maaf, wakil principal. Aku memang mengacau."
Elvana mengelus puncak kepala Jean, "Jangan cemas, sayang. Kami akan membantumu. Kalau kau butuh bantuan apa pun, jangan kau pendam sendiri. Bicaralah padaku, Jeo atau shadowcaster bila kami tak ada. Oh, maafkan aku. Aku semestinya tahu kesulitanmu sedari awal. Menurutmu bagaimana, Jeo?"
"Apa menurutmu aku harus menggunakan obat penenang atau obat tidur? Kemarahanku tampaknya sulit dikendalikan, Mrs. El. Aku benar-benar kelelahan." tanya Jean agak takut.
Jean masih kurang paham mengapa ini bisa terjadi padanya, kebingungan cara mengatasinya. Yang jelas, rasa tertekan, stress bercampur ketakutan selalu berakhir menjadi kepanikan, ketegangan dan berujung pasti memicu kemarahannya. Dan itu, selalu berakhir buruk.
Jeo tersenyum manis, "Untuk hal semacam ini, sebenarnya tidak ada pengobatan khusus, wakil principal. Jean harus mensugesti pikirannya, percaya bahwa dia mampu mengatasi dan melalui itu semua. Aku pribadi percaya dan yakin, Jean pasti bisa melakukannya."
[ Deg! ]
Ucapan itu mengingatkan Jean pada kata-kata Astraea dalam mimpinya. Itu sangat menyenangkan, meski hanya di dalam mimpi. Dukungan moral seperti itu sangat berarti untuknya. Entah mengapa sebuah senyum melengkung di bibir Jean.
[ "Jurnal, aku harus mencarinya nanti. Sebenarnya apa hubungan nyonya Astraea denganku? Sesuatu yang besar pasti telah terjadi." ]
"Yang dia butuhkan, dukungan dari orang-orang kepercayaan, kasih sayang dan cinta. Keyakinan kalau Jean akan aman bersama kita di sini. Tetapi efek kekuatan Jean yang luar biasa itu memang sulit. Semua leluhur yang memiliki kekuatan luar biasa di dalam tubuhnya seringkali hilang kendali dan arah. Kekuatan besar memengaruhi sebagian perilaku dan menguasai sebagian pemikiran. Adaptasi, berdamai, menerimanya. Itu kuncinya, Jean."
Jean menghela napas panjang, mengurut kepalanya yang berdenyut. Semua yang dikatakan Jeo sama persis seperti yang diucapkan Dewi Astraea. Jean masih yakin kalau beliau Dewi dari dunia lain. Kecantikan tanpa cela itu salah satu buktinya.
Elvana mengangguk, "Jeo benar, saat jajaran 'First Class' hidup. Mereka adalah pemilik kekuatan sekelas D.G atau Divinity. Hanya hal sepele, mereka bisa menghancurkan satu negara bagian. Aku ingat harus hati-hati bicara pada Tetua Neven. Aku sangat takut dia akan menghancurkan akademi Lucelence jika aku salah bicara."
[ "Divinity". ] Jean mendengarnya dari Dewi Astraea dalam mimpi, kalau tidak salah kekuatan yang mencapai 27grade? Jean sendiri tak memercayai itu, tetapi semua penjelasan beliau. Luar biasa.
"Itu berkah atau kutukan, Wakil principal? Ketika kau memiliki kekuatan luar biasa. Tanpa sengaja membunuh orang lain atau menghancurkan daratan."
"Berkah bila kau menggunakannya di jalan kebajikan, kutukan bila kau menggunakannya untuk jalan kejahatan. Itu yang kupahami, Jean." Jawab Elvana tegas, tanpa membuang senyumnya dan menggenggam erat jemari Jean. "Tidak semuanya terobati dalam waktu dekat, sayang. Terkadang butuh waktu lama untuk menambal luka batin yang memang sangat sulit dipahami. Tak perlu dalam satu waktu kau bisa selesaikan semuanya. Ketahuilah, Jean. Kami semua menyayangi dan mencintaimu. Jangan cemaskan apa pun, tetap belajar dan jangan pernah menyerah, sayang."
Sekali lagi, kata-kata Dewi Astraea terngiang lagi di rongga kepalanya.
[ "Peringatan, keselamatan dua dunia, Elgrimlock, Mannon Blackwood." ]
Oh, astaga. Semua itu membuat Jean merasa sangat sakit kepala.
Jeo bangkit dari sofanya, tangannya keluarkan cahaya magenta keunguan. "Datang padaku bila kau butuh bantuan, untuk saat ini. Berbaring, Jean. Aku akan memberimu sedikit pengobatan yang mungkin bisa membantu meringankan kesulitanmu. Ini enggak akan sakit."
Dengan bimbingan lengan Elvana, Jean berbaring di sofa panjang. Jeo menggenggam lengan kirinya. Sensasi dingin menyejukkan mengambur sepanjang Jeo melakukan entah semacam terapi atau apa.
Awalnya, Jean merasa biasa saja. Sebelum rasa kantuk kemudian datang menyerang dan membuat matanya berat. Sebentar wajah Jeo dan Mrs. Elvana berbayang, Jean benar-benar merasakan kenyamanan, ketenangan serta rileksasi yang membuatnya entah kapan ia terakhir kali ingat sedamai ini.
Jean benar-benar jatuh terlelap di mana mimpi indah siap menunggunya.
"Aku tak menyangka kalau Astraea akan menemui Jean." Kata Elvana tertegun dalam.
"Tentu saja, Wakil principal. Tetua First Class sudah sangat merindukan Jean, aku memahaminya."
Elvana mengesang, "Semuanya rumit dan serba sulit, Jeo. Andai dia masih di sini. Dia bahkan rela mengorbankan diri untuknya."
Jeo tertawa kecil. "Naluri seorang ibu, wakil principal. Tidak akan ada yang bisa menghentikannya."
Senyum manis terbingkai di wajah Elvana, "Mannon Blackwood, dia sudah mengetahui tentang Jean, penjagaan akademi Lucelence harus lebih diperketat lagi. Aku punya firasat buruk mengenai ini, Jeo. Ah! Semoga saja, ini hanya perasaanku saja."
***
"Ini buruk, Silas!"
Silas bersandar di kursi kerjanya, menghela napas sembari tersenyum di balik kacamatanya. "Aku sudah mendengar semuanya. Kau dan Jeo melakukannya dengan baik, El. Terima kasih banyak karena sudah menjaga Jean."
Elvana mengangkat tangannya, menggerutu. "Jangan mengubah topik, Silas! Dia membutuhkanmu. Sudah saatnya kau menemuinya sekarang. Kalau Astraea di sini, dia pasti sudah menendangmu jauh-jauh!"
Silas tertawa geli, rahangnya hangat oleh darah. "Kau tahu sendiri kan? Astraea memang penuh kejutan."
"Jangan tertawa! Aku serius?! Kapan lagi? Aku sendiri jengkel melihatmu bertingkah begini. Kau dengar kata Jeo apa? Jean membutuhkan seseorang yang mendukungnya, tidak ada yang lebih berarti selain dukungan dan kasih sayang darimu secara langsung!" Elvana menggebuk meja saking kesalnya.
"Maafkan aku, El. Aku bukan bermaksud mempermainkanmu. Kau tahu situasi dan kondisinya. Rumit, tak semudah itu, Elvana. Andai aku bisa lebih berani." Silas mengurut tulang hidugnya, "Meski Jeo hanya meringankan serangannya."
Elvana menarik kursi, terhenyak di depan meja kerja Silas. "Mannon Blackwood telah mengetahui keberadaannya, Silas. Mungkin sejak Jean melawan Dark Legion saat penjemputan Rhett Baker Valentine diserang. Ini tidak bisa disepelekan. Mannon Blackwood mencoba menyerang Jean secara mental. Itu bukan mimpi buruk, melainkan penglihatan. Jean masih lemah, kekuatannya jadi tidak stabil."
Silas membisu seribu bahasa, termenung berpikir keras. Gelombang kesedihan mengambur di dalam dadanya.
[ "Kau mau aku melakukan apa, Astraea? Situasinya lebih sulit daripada yang kubayangkan." ]
Elvana berdecak, "Aku sudah memperingatkan kalian sejak dulu, jangan menghindar lagi, Silas. Ini tanggung jawabmu. Ini tugas dan kompensasi yang harus kau hadapi. Kumohon, Jean banyak menempuh kesulitan juga kepedihan. Jangan menyulitkannya lagi. Kau tidak tahu apa yang dirasakannya."
"Aku paham, El! Aku mengerti! Aku melihat dan mendengar ratapannya!" Silas terperanjat dramatis, menghampiri jendela raksasa dengan pandangan menerawang. "Kau pikir selama ini aku hanya diam? Aku ingin ada di sisinya tapi tak mampu berbuat apa-apa. Keputusanku dengan Astraea dulu adalah demi kebaikannya. Aku tak mau Jean jatuh ke tangan Blackwood!"
Mata Elvana berkabut, mendadak batinnya sangat merindukan Astraea.
"Aku mengecewakan Astraea juga Jean. Aku gagal, El." Ucap Silas parau,
"Bukan gagal, Silas. Satu jawabannya, mudah saja. Yang kau butuhkan adalah Jean ada di sisimu sekarang."
***