Chereads / Lucelence Academy, 'Elgrimlock Rising.' / Chapter 22 - Battlefield ( 2 )

Chapter 22 - Battlefield ( 2 )

[ "Dhuaaaaaaarrrrr" ]

Angin puting beliung mencerabut akar-akar raksasa barisan pohon pinus di sekeliling Jean, kekuatan Reverie Callahan mampu memanipulasi cuaca. Badai petir pun dia panggil demi menjegal langkah Jean Venthallow Argent.

Jean berlari, pergerakan teleportasinya tak secepat pertama kedatangannya. Sempat bergerak zig-zag malah memperlambat manuvernya, melawan Connall Vaughan tadi cukup menguras energinya dan kini, dia dipaksa melawan lima teman kelas yang memiliki kemampuan luar biasa.

Barisan pohon itu menghujani Jean, kedua tangannya terangkat menepis seluruh bongkahan-bongkahan kayu puluhan ton dan meleburkannya menjadi debu.

"Kau enggak akan bisa lari dari kami, Jean?!" teror Ezra Wade, keluarkan kekuatan 'cloaking' dan tubuhnya lenyap dalam sekejap.

Kali ini Jean dijungkal oleh serangan mendadak Wade yang kasat mata, Jean terpelanting ke udara. Tak berhenti sampai di sana, serangkaian bogem-bogem mentah menghunjam sekujur tubuhnya tiada jeda.

[ Bruuuuuuuaaaakkk, Buuuuuuggggghh ]

Tubuh Jean terlempar jauh, berakhir menghantam batang pepohonan dan terjerembab di atas akar pepohonan raksasa.

"Ya, itu… men…yakitkan." gumam Jean berguling ke samping, merasakan nyeri menusuk di dada dan kepalanya.

Tetapi ia perlu bergerak sekarang juga sebelum kelima teman angkatannya melumatnya tanpa ampun. Sayangnya, Jean pun tidak begitu dekat dengan mereka.

Jean kesulitan mendeteksi keberadaan Ezra Wade, selain pergerakannya super cepat dan serangan mendadaknya yang selalu datang tak terduga. Energi Jean melemah, kali ini ia menjauh barang sesaat, menggunakan teleportasi di sisa energinya untuk mendarat di bibir sungai.

"Sialan." lirihnya meringis nyeri.

Jean tertimpuh di atas bebatuan dengan napas memburu, periksa kondisi lukanya sendiri, rembesan darah kental penuh di kemejanya. Melintasi tengkuk sampai ke kulit punggungnya. Jemarinya sasari sumber luka di kepala belakang yang ternyata darahnya masih melinang.

"Tes macam apa ini, baru kali ini tes pelajaran dengan pertumpahan darah begini." keluhnya tak habis pikir.

Kedua tangannya menangkup air sungai, untuk membasuh wajah dan menyeka darah di tengkuknya. Segarnya air dingin nan jernih itu membuat kesadarannya terjaga lagi. Kerongkongannya kering sekarang, kedua kakinya terasa lemas seperti dibebat oleh besi panas.

[ "Slurrrpppppppp" ]

"Ah, segarnya." gumamnya menghela napas panjang, dahaganya lenyap. Membiarkan darahnya disapu bersih oleh aliran air sungai.

[ "Grooooaaaaaaaaarrrr!" ]

"Hellizor itu di mana sih? Sedari tadi aku cuma mendengar suaranya saja."

Baru saja Jean beristirahat, belum sempat pulihkan energi. Serangan lain datang dari Nina Maude, dia pengendali andal memanipulasi elemen bumi, termasuk saat bebatuan sungai yang berukuran raksasa di sekeliling Jean mulai melayang-layang di atas kepalanya dan berjatuhan memartilnya tanpa ampun.

[ "Bruaaaaaaaaak!" ]

"Astaga." Jean menggunakan teleportasinya lagi, tepat sebelum batu raksasa itu melumat kepalanya. Tetapi lompatan teleportasi Jean tidak jauh, hanya bisa melintasi seberang sungai.

"Berhentilah berlari! Hadapi kami, Jean!" sembur Atlas berang, menembakkan serangkaian kekuatan 'ice beam'nya, bagai serentetan lesatan peluru-peluru kristal es berujung runcing.

Jean melihat dengan jelas bagaimana kristal – kristal di belakangnya itu bisa menancap di batang pohon pinus dan menembus ke sisi lain.

[ Bruaaaaaak… braaaaaakkkkk ]

Jean berlari sembari melakukan manuver-manuver menghindari serangan itu bahkan sesekali meleburkannya. "Just leave me alone! Ini demi kebaikan kalian, jangan menggangguku! Aku enggak mau melukai kalian!"

"Apa kau bilang? Kau pikir kau, siapa?!" Nina telanjur geram, kemudian menggerakkan akar-akar pepohonan raksasa yang melesak di antara tanah, mengejar Jean secepat bayangannya. "Menyerahlah kau, Jean Argent!"

Gelegar garpu petir meledak-ledak di kanan-kiri, membuat telinga Jean berdenging. Batu-batu kerikil bertebaran menampar wajah serta bersarang di surainya. Jean tetap merunduk apapun yang bisa digunakan untuk berlindung. Serangan langsung ketiganya membuat Jean kewalahan.

[ Blaaaaarzzzzzzz! ]

Lintang pukang tak tentu arah. Tanpa sadar, Jean malah terjebak ke dalam kabut putih yang turun berarak-arakan membatasi jarak pandang, 'misty fog' itu begitu tebal dan Jean sempat kehilangan arah. Belum lagi percikkan-percikkan kilat di dalamnya, ikut mengintimidasi Jean. Disusul angin dingin bertiup kencang di sekelilingnya.

Tiba-tiba sepasang laser merah lontaran 'energy blaster' muncul dari balik kabut tebal, begitu cepatnya datang, Jean belum sempat memasang perisainya sebagai antisipasi. Serangan laser itu tepat menusuk dan menembus rusuknya hingga Jean terjungkal tak berdaya di atas tanah.

"Aarrrrrghh!"

Jean mengerang, jeritan pesakitannya menggema pilu di belantara. Nyeri panas menusuk disertai bau hangus. Serangan itu berasal dari kedua mata Milo Sawyer yang terbang melayang di atas sana.

Lupa kalau pemuda itu punya kekuatan laser yang mampu melelehkan apa pun melalui kendali di kedua matanya.

"Apanya yang kuat, melawan kami saja kau enggak bisa?!" tukas Reverie tersenyum getir.

Nyerinya tak tertahankan lagi sehingga Jean tidak mampu membendung air matanya yang menetes basahi pipi.

Atlas Miklaus terkikik kecil, memainkan kekuatan ice beam di atas telapak tangan kanannya. "Andai saja tadi kau bertekuk lutut, menyerah lebih dulu. Enggak akan begini jadinya."

Jean kesulitan bergerak, rusuknya nyeri luar biasa. Bau hangus memuakkan dari kulit yang terbakar kian membuatnya putus asa.

Mereka berdiri untuk menertawakan Jean, dan tampak siap untuk mengeksekusinya sekarang juga, dengan mempersatukan kekuatan satu sama lain.

Tubuh Jean menggigil, dan lambat-laun penglihatannya yang digenangi air mata pun perlahan-lahan mengabur. Lingkaran hitam menebal di kedua matanya.

Di mata Jean, mereka adalah Brody dan kawan-kawan yang selalu memperlakukannya tidak manusiawi. Tawa mengejek, kata-kata menyakitkan serta perlakuan mereka yang menganggap Jean bagai binatang.

"Aku benci kalian, melebihi apa pun." ucap Jean loncer, kedua matanya tertutup rapat.

Jean tak sadarkan diri.

Miklaus tertimpuh di hadapan Jean, nyengir kuda. "Kau bilang apa tadi? Ada kata-kata terakhir? Ah! Lihatlah, gara-gara kalian terlalu kasar padanya, sekarang dia pingsan. Membosankan, ternyata kau enggak sekuat itu, Jean."

"Sudahlah, lakukan saja sekarang, Atlas." perintah Ezra Wade jengkel. Ingin segera menyelesaikan eksekusinya.

"Okay… okay."

Sebelum Atlas Miklaus bangkit, tiba-tiba Jean mencengkeram lengannya. Meskipun matanya tertutup rapat, tangan Jean menguarkan cahaya crimson menyilaukan.

"Lepaskan aku, sialan!" Atlas hendak menyerang Jean, namun sesuatu yang aneh terjadi. Dia kehilangan kekuatannya dan tidak bisa keluarkan 'ice beam'nya.

Mendadak Atlas tidak mampu mendeteksi kekuatan di dalam tubuhnya sendiri, melainkan rasa letih dan lelah berkepanjangan mengungkung sekujur badannya. "No… no!"

Atlas mulai mengerang, kala urat-urat yang menonjol di balik kulitnya tampak menghitam. Kali ini menjalar ke wajah sampai ke kelopak matanya. "Tolong aku, Wade?! Dia menghisap seluruh kekuatanku!"

Wade dan yang lain sontak mundur, tinggalkan Atlas yang mulai sepucat kertas dan terguling tanpa daya. Dia kehabisan energi. Mereka tak menyangka kalau Jean punya kekuatan lain seperti menyerap energi lawannya.

Kali ini kekuatan Jean berkobar hebat.

"Giliranku." katanya tersenyum miring.

Tubuh Jean keluarkan cahaya seterang tenaga surya, sepasang mata serta surainya bersinar menyilaukan. Dia terbang melayang dari permukaan tanah dengan segenap kebencian mengental dalam dada.

"Satukan perisai kalian!" perintah Ezra, merapatkan barisan dan bersatu memperkuat perisai perlindungan.

"It's a bad idea. Wakil principal menyuruh kita menyerah sekarang juga!" timpal Nina Maude mulai merasakan kedua tempurung lututnya bergemuruh hebat.

Badai memuntahkan laksanya, sekumpulan awan hitam bergumul diiringi ledakan-ledakan halilintar. Reverie mencoba melawan dengan kemampuannya, kendalikan awan badai yang terpusat di atas kepala Jean.

Tetapi dia malah terpental jauh.

"Revie!" seru Nina menyeru pilu namanya.

Reverie tergeletak bergeming jauh di belakang sana. Tampak darah segar merembes dari kepalanya.

"Aku menyerah!" kata Nina hendak menarik diri, namun keanehan terjadi.

Baik Nina, Ezra maupun Milo tidak bisa menggerakkan anggota badannya. Menyeret kakinya untuk pergi pun mereka tak mampu. Mereka terkunci di sana.

"Celaka. Aku enggak bisa menggerakkan badanku!" Nina berteriak panik.

"Nina, stop it!" pinta Ezra berusaha tenangkan keadaan. Berpikir cepat tindakan penyelamatan apa yang bisa mereka lakukan.

"Ini makin berbahaya, Wade. Kita harus pergi sekarang juga."

Jean merentangkan kedua tangan, sinar api kosmik perlahan-lahan menguar dari dalam tubuhnya. Hawa panas luar biasa pun kontan merebak ke sekitarnya. Nyeri di sekujur badan Jean memicu kemarahannya, berikut lontaran tawa mereka yang terpecah mengejeknya, dan bayangan keji di Essex memperburuk keadaan.

Kemudian kekuatan 'atomic pulse'nya bangkit seiring sepasang iris matanya yang berubah warna ke rubin gelap. Urat-urat kemarahan di wajah Jean menonjol kuat.

[ Siiiiingggg! ]

Sungai jernih di lembah itu bergetar, airnya menyembur ke atas. Bebatuan ikut gelisah, semakin lama kekuatan Jean pun membesar. Bumi berguncang hebat sebabkan garis retakan demi retakan menjalar di seluruh penjuru hutan.

Segalanya meleleh, pohon-pohon raksasa, bebatuan besar, apa pun yang ada di sekitar Jean. Kekuatannya bahkan menyerap energi petir dari langit.

Kemampuan Jean kian mengerikan.

"Kami menyerah!" teriak Nina melolong permohonan, "Kami menyerah."

Milo menyerang Jean dengan sinar laser 'energy blaster'nya, api kosmik yang menyelubungi tubuh Jean menepisnya tanpa kesulitan berarti.

[ "Debuuuuuuuumm" ]

Sinar laser itu terempas di bebatuan dan meledakkannya hingga hancur berkeping-keping.

Kekuatan Jean mulai merusak apa pun, segalanya melebur menjadi debu, meleleh hingga arang sehitam jelaga bertebaran di udara.

Nina mulai merasakan kulitnya melepuh bagai ditusuk ribuan jarum. Perlahan-lahan kulit di pipinya terkelupas,

"Aku menyerah – please, kami menyerah, Professor Declan!" lolong Nina melalui telepati.

Sebelum Jean kembali menyerang gunakan 'atomic pulse' nya, sesuatu yang besar melintas di atas kepala mereka. Sayap-sayap lebar yang menggetarkan daratan kala terkepak. Hellizor meraung di udara, dan kali ini dia benar-benar tunjukkan wujudnya.

Sepasang empat kaki bercakar tajamnya langsung mendarat di hadapan Jean.

[ "Grooooooaaaar!" ]

Dentuman kencang dari kaki-kakinya yang membelah daratan, mengalihkan pandangan serta perhatian Jean, membuat telekinesis kendali pada tubuh Nina, Wade dan Milo terlepas, mereka pun terbebas.

Bisa bergerak akhirnya, dan bergegas kembali ke gelanggang usai selamatkan Reverie dan Atlas yang terluka.

Hellizor menyalak di hadapan Jean Venthallow Argent dan semburkan api merah dari mulutnya yang terbuka lebar serta bergerigi setajam silet.

Api kosmiknya melindungi serbuan semburan api merah sang naga Hellizor, hawa panas luar biasa menyengat ini membuat suburnya kehidupan meranggas, seluruh daratan membengkah hingga tak ada yang tersisa.

Naga itu melesak maju, kembali menyerang Jean. Sepasang mata reptilnya berhasrat ingin membunuh Jean detik itu juga.

"Graaaaaaaaaaoaaarrr!"

***