Di pedalaman hutan Loram, terlihat 2 sosok pemuda yang sedang mengumpulkan getah dari sebuah pohon.
Getah yang muncul dari pohon itu bukanlah getah biasa, getah dari pohon tersebut mengeluarkan harum khas dan berwarna kuning cerah layaknya warna madu.
Getah ini cukup istimewa karena di ketahui memiliki efek untuk menyembuhkan luka fisik.
Getah dari pohon itu biasa di sebut "Intisari madu" dan Itu adalah merupakan tanaman bahan obat kelas 7.
"Sudah selesai kau kumpulkan Bag?" Ucap salah satu dari pemuda itu kepada yang pemuda di depannya.
Nampak pemuda di depannya itu sedang seperti membereskan sesuatu, dia menata beberapa gentong kendi yang di jejerkan di sisinya.
Jumlah dari gentong itu ada 7 buah gentong.
"Aku sudah mengisi 7 gentong, memangnya kita butuh berapa Yaq?"
Mendengar ucapan dari Bag, Yaq pun berpikir sejenak, dia lalu berkata;
"Ya 7 harusnya sudah cukup, tapi untuk jaga jaga bawa 3 atau 5 gentong lagi, dan kalau kau juga perlu kau ambil saja intisari itu Bag"
"Oke"
Mereka pun melanjutkan proses untuk mengambil intisari madu dari pohonnya.
Di sisi lain
Dua sosok melewati pepohonan dan terus melaju ke arah luar hutan.
Satu di depan adalah sosok bertudung kepala berwarna hitam dan mengenakan masker, sedangkan satu lainnya yang di belakang adalah anak muda berperawakan seperti anak ber umur 17 tahun.
Junior dari Lakan, seorang senior dari Paguyuban Adiganh.
Nama junior itu adalah Ele.
Situasinya cukup canggung di antara mereka berdua, Ele yang sudah memberitahukan semua kebenaran yang terjadi di tempat sebelumnya, setelah semua yang terjadi kini dia menjadi sangat takut untuk berbicara kepada sosok hitam yang ada di depannya sekarang.
Sebelumnya, Dia dan para seniornya mencoba untuk mendapatkan intisari madu tapi mereka gagal dalam hal tersebut, dan sekarang sosok di depannyalah yang berhasil dengan mudahnya membuat anak itu memberikan sebagian dari intisari madu. Pikirnya..
Dirinya benar benar penasaran dengan apa yang di katakan oleh seniornya itu kepada anak muda liar itu.
"Apa yang di katakan kak Lura sampai anak itu mau membagi intisari madu dengannya?"
"Apakah anak itu takut dengan kehadiran kak Lura? Apa itu sebabnya dia harus membagi? Dia sadar perbedaan kekuatan antara dirinya dan kak Lura?"
"Dia pasti takut kepada Kak Lura, karena jika tidak maka pasti akan terjadi pertarungan seperti yang sebelumnya iyakan?".
Pertanyaan demi pertanyaan terus berkecamuk di kepala Ele, dengan mengumpulkan semua keberanian di dirinya, dia mencoba untuk bertanya kepada sosok senior yang ada di depannya tersebut.
"Kak Lura em.. apa boleh aku bertanya?"
Lura masih terus bergerak, dirinya hanya melirik ke belakang dan kemudian berkata;
"Ada apa?"
"Itu.. bagaimana cara anda bisa mendapatkan intisari madu dari anak itu kak? Apa anak itu takut dengan kehadiran kakak?"
Lura hanya terdiam dan masih tetap terus bergerak ke depan, dirinya sekarang malah kembali memikirkan alasan kenapa anak itu ingin membagi bahan obat kelas 7 kepada orang asing begitu saja.
Sedangkan Ele, mendapati seniornya yang tidak berkata apapun setelah dia menanyakan pertanyaannya. Ia berpikir kalau sudah pasti anak badung itu memberikan intisari madu karena takut dengan kehadiran kak Lura.
Karena jikalau memang tidak, maka pasti akan terjadi pertarungan seperti yang sudah terjadi ke senior Lakan dan yang lainnya. Yah, memang tidak ada alasan yang lebih masuk akal selain itu, anak itu pasti ketakutan dengan perbedaan kekuatannya dengan kak lura.
Ya itu hal yang wajar karena kak Lura saat ini ada di ranah Ksatria tingkat 2. Kekuatannya jauh berbeda tingkatan dengan senior Lakan atau bahkan senior Kara. Pikirnya
"Sudah pasti anak itu takut dengan kehadiran dari Kak Lura"
Ucap Ele lirih dengan seringai yang muncul di wajahnya
Meskipun ucapan Ele itu lirih, namun suaranya masih bisa di dengar dengan jelas oleh kak Lura. Apalagi posisinya yang saat ini hanya selisih di belakangnya.
Kak Lura hanya terdiam, seperti ada sesuatu yang janggal dalam hal ini, anak yang 1 nya memang masih di ranah pendekar, tetapi untuk bocah yang satunya lagi, dirinya tidak mengetahui di ranah apa anak itu.
"Jika memang hanya anak itu yang bertarung dengan Lakan dan yang lainnya, maka tidak di ragukan lagi kekuatannya bisa saja sebanding denganku atau mungkin lebih tinggi" pikir Lura yang mencoba menelaah semua kemungkinan yang sudah terjadi.
Dirinya tidak ingin terus memikirkan ketidakpastian itu, hal yang terpenting sekarang adalah tujuan misi sudah tercapai.
Dengan kata lain urusannya disini sudah selesai, jadi ia tidak perlu memikirkan dari dampak yang sudah terjadi.
Sekarang yang terpenting adalah kembali dan memberikan laporannya ke Paguyuban Adiganh
Hari pun berlalu, tidak terasa sudah terlewati 20 hari...
Di dalam sebuah kedai di pinggiran sebuah desa, terlihat 2 anak muda sedang duduk menikmati hidangan di dalam kedai tersebut.
Satu dari anak muda itu berkata;
"Kau benar Yaq, soal menjadikan intisari madu itu sebagai bahan Budidaya. Hanya dengan semadi sebentar, aku sudah bisa naik ke titik tingkat 7 ranah Pendekar" ucap Bag setelah menyesap minumannya.
Walaupun Bag mengatakan bahwa dia bersemadi sebentar pada dasarnya dirinya melakukan semadi lebih dari 3 hari, bahkan sampai hari dia melakukan semadinya, jadi jika itu di bandingkan dengan waktu normal, maka 10 hari adalah waktu yang cukup lama.
Dan jika di ukur dengan terobosan yang sudah di capai oleh Bag, dari yang berada di tingkat 4 ranah pendekar lalu bisa menerobos 3 tingkatan ke tingkat 7 ranah pendekar dalam 10 hari, itu adalah waktu yang sangat cepat.
Bahkan terlalu singkat, hal itu seharusnya merupakan hal yang sangat sulit, namun karena Bag sudah mendapatkan pemahaman dan kriteria yang di perlukan maka dia bisa dengan lancar menerobos 3 tingkatan sekaligus hanya dalam kurun waktu 10 hari saja.
"Di bilang juga apa, ada banyak jenis bahan yang memang bisa di jadikan sebagai bahan peningkatan budidaya ilmu beladiri."
ucap Yaq dengan senyum di wajahnya.
"Tapi Yaq, apa baik baik saja meninggalkan pohon Randusari itu?" Tanya Bag dengan wajah yang agak khawatir.
"Apa maksudmu?"
"Ya maksud ku, tidak ada sisa intisari madu apapun yang tersisa setelah aku pakai semuanya menjadi bahan budidaya" jawab Bag dengan canggung.
"Kenapa, memangnya tidak boleh? Lagipula itu berada di alam liar, kau sudah liat sendiri ada juga orang lain yang ingin mengambilnya"
"Ah, benar juga"
Setelah mengatakan itu, Bag sekarang terpikirkan oleh sesuatu, dia pun bertanya kepada Yaq untuk memastikannya;
"Apa semua bahan obat bisa di jadikan sebagai bahan peningkatan budidaya Yaq?"
"Tidak juga, kebanyakan memang hanya bisa di jadikan sebagai bahan penyembuhan luka"
"Lalu apa bedanya dengan intisari madu? Bukannya orang orang memang mencarinya untuk di jadikan obat atau pil penyembuhan"
Ucap Bag yang bingung dengan jawaban dari Yaq, dirinya tahu bahwa apa yang dia lakukan dengan intisari madu itu tidak ada bedanya dengan dia saat menyerap batu rodra dan menjadikannya sebagai kekuatan.
Wajar jika batu rodra di jadikan sebagai bahan peningkatan budidaya beladiri, karena batu rodra mengandung intisari penuh energi.
Tapi kenapa bahan obat kelas 7 ini bisa di jadikan bahan peningkatan ilmunya? Bukannya kalau memang bisa seperti itu harusnya intisari madu banyak di incar oleh para ahli? Bukan hanya para ahli pembudidayaan alkemis tapi juga pembudidaya beladiri juga?. Pikirnya
Walaupun dirinya membutuhkan waktu yang cukup lama di saat menyerap energi batu rodra saat pertama kali mencobanya.
Di karenakan energi dari batu rodra sangatlah murni, teramat murni hingga ia harus mengolah dan menyesuaikan energi batu itu agar cocok untuknya dan tidak akan mencederai dirinya dari dalam saat sudah di konsumsi.
Berbeda dengan intisari madu yang energinya sangat mudah cocok dan di serap oleh banyak makhluk.
"Hmm itu mungkin bisa di bilang karena intisari madu adalah bahan obat yang fleksibel"
"Fleksibel?"
"Ya fleksibel, intisari madu memang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka fisik, namun di sisi lain mengonsumsi intisari madu dalam jumlah dosis tertentu juga dapat mengembalikan sebagian dari energi bahkan memperkuatnya"
"Kau tahu kalau ada bahan obat yang memang khusus untuk menyembuhkan, atau memulihkan tenaga, atau bahkan untuk menghilangkan rasa sakit dan banyak yang lainnya."
"Itu mungkin sudah di ketahui oleh para alkemis tapi inilah yang belum mereka ketahui, dan karena aku baik maka aku beritahu kau Bag"
Wajah Bag pun menjadi serius setelah mendengar perkataan Yaq itu.
"Karena sifat fleksibelitasnya itulah intisari madu cocok di jadikan bahan peningkatan budidaya beladiri."
"Yang berarti?" Ucap Bag sedikit kurang paham dengan maksud Yaq.
"Yah intisari madu di konsumsi dalam dosis jumlah kecil dapat menyembuhkan luka fisik, sedangkah jika dalam dosis besar dapat memulihkan sebagai tenaga dan energi, tentu dengan cara di suling dengan benar."
"Dan karena di tempat itu di penuhi dengan intisari madu dalam jumlah yang sangat banyak, maka itu cocok agar bisa kau jadikan sebagai bahan peningkatan budidayamu"
"Ooh.. sekarang aku paham, tapi Yaq kenapa kau tidak memakainya juga?"
Ucap Bag sembari melihat ke arah Yaq.
"Ya kau tau sendiri aku bagaimana" ucap Yaq sambil menyesap minumannya yang ada di gelas.
Mereka pun tertawa dan tersenyum bersama setelah percakapan kecil itu.
Meskipun begitu Yaq sebenarnya tahu bahwa alasan kenapa Bag bisa memakai intisari madu sebagai bahan peningkatannya adalah selain semua yang sudah di katakan di atas, faktor lain juga sangat penting.
Yaitu ranah budidaya beladiri milik Bag, budibaya milik Bag masihlah tergolong tingkat rendah, dan karena itulah dirinya bisa menggunakan bahan obat kelas 7 intisari madu sebagai bahan peningkatan budidayanya.
Ya mungkin pengetahuan ini tidak di ketahui oleh banyak ahli lainnya, karena pada dasarnya semakin tinggi ranah yang di capai oleh ahli beladiri, maka akan semakin banyak pula sumberdaya yang di perlukan untuk menembus ranah yang lebih tinggi, baik sumberdaya dari luar (bahan peningkatan) ataupun sumberdaya dari dalam (pemahaman dan ilmu).
Semua itu di perlukan untuk bisa mencapai ranah budidaya beladiri yang lebih tinggi.
Dan bahan obat kelas 7 hanyalah barang yang remeh dimata para ahli budidaya yang tinggi.
"Ayo sudah waktunya Bag"
Yaq pun meninggalkan meja itu dan bergegas mengarah ke pintu keluar, sedangkan Bag dirinya masih perlu untuk membayar hidangan yang telah mereka nikmati tadi.
Dengan kecepatan biasa, hanya perlu membutuhkan waktu sekitar 3-4 hari untuk mencapai paguyuban Huruhara.
Ya lagipula mereka sudah mendapatkan barangnya dan masih ada sisa banyak waktu sebelum jatuh tempo dari misi permintaan, jadi mereka tidak perlu untuk terburu buru dalam kembali ke pondasi Huruhara.
...
...
Di suatu wilayah di bawah kaki gunung yang besar nan rimbun, terdapat wilayah pemukiman luas dan cukup padat disana, sebuah desa yang asri.
Di sisi lain dari desa itu, dipinggiran belakang perbatasan dari desa tersebut, nampak sebuah gedung rumah yang cukup besar dan bagus, berhalaman luas lalu di kelilingi oleh tembok yang melingkar, di dalam tembok itu terdapat banyak bangunan lain yang jaraknya cukup jauh dengan yang lainnya.
Di ujung tembok melingkar tersebut juga ada gapura yang bertuliskan "Adiganh" yang terpampang jelas di atasnya.
Ya, itu adalah tempat atau markas dari paguyuban yang tersohor di desa itu *Adiganh.
2 sosok melintasi gunung dan berhenti tepat di gerbang tembok paguyuban tersebut, mereka kemudian berjalan ke area dalam paguyuban Adiganh.
"Kau pergilah ke tempat pemulihan, cek bagaimana keadaan mereka sekarang, aku akan melapor"
Seru sosok bertudung kepada sosok anak muda yang ada di belakangnya.
"Baik kak" jawab anak muda itu sambil menundukkan kepalanya.
Sosok bertudung itu kemudian pergi ke sisi lain dari anak muda tersebut.
Sampai tiba dirinya di depan sebuah bangunan yang ada di tengah area itu lalu melangkah memasukinya.
Di dalam bangunan itu terlihat ada cukup banyak orang yang berlalu lalang, sama seperti di Paguyuban huruhara, Paguyuban Adiganh juga kadang mengirim anggota organisasinya untuk menjalankan misi dari beberapa *permintaan misi*.
Hal itu di lakukan agar paguyuban dapat terus berjalan dan bisa mendapatkan keuntungan untuk mengolah paguyuban menjadi lebih baik.
Entah itu mendapatkan nama yang besar ataupun mendapatkan keuntungan dari hasil upah dari misi permintaan.
Namun, di paguyuban Adiganh ini terdapat sedikit perbedaan, mereka tidak segan untuk meminta upah yang tergolong besar, bahkan jika misinya mendapatkan hal yang bagus, paguyuban ini tidak akan ragu untuk memberikan pajak atas hasil misi sebesar 40% kepada sang penaruh (pemberi misi).
Merpompak, merampas, bahkan membunuh, mereka bersedia melakukan semuanya itu asal di bayar dengan upah yang sepadan. Mereka tidak akan ragu untuk menghancurkan siapapun yang mencoba menghalangi jalan mereka tersebut.
Tiba di depan sebuah pintu berukir, Lura berhenti dan menundukkan kepalanya lalu berkata;
"Saya kembali untuk melaporkan hasil misi"
Tak lama terdengar suara dari balik pintu itu menjawab perkataan dari Lura.
"Masuklah"
Segera Lura masuk kedalam ruangan tersebut dan kemudian berhenti di tengah tengah ruangan.
Di dalam ruangan itu nampak pria paruh baya yang sedang bersemadi menghadap tepat ke arah Lura.
Terlihat, sebuah gelang terpakai di lengan kanannya.
Perlahan pria itu membuka kedua matanya yang terpejam dan kemudian berkata;
"Bagaimana Lura? Apa kau mendapatkannya?"
"Iya kami sudah mendapatkannya, namun semua bawahan saya terluka karena itu"
"Terluka?"
Tanya pria paruh baya itu, dia ingin tahu apa yang membuat bawahannya terluka, karena misi kali ini berlokasi di sebuah hutan yang jarang di jamah manusia, bahkan hewan magis pun cukup jarang di temui.
"Iya, mereka sempat bertarung dengan orang yang pertama kali menemukan intisari madu itu, mereka.."
"Oh, Jadi begitu, kalian berhasil menyingkirkan pengganggu itu dan mengambil intisari madu tersebut, kalo begitu tidak masalah, yang terpenting kalian mendapat barang itu"
Ucap pria paruh baya itu yang memotong perkataan dari Lura.
Dengan berhasilnya misi ini berarti orang pertama yang menemukan intisari madu itu sudah pasti di singkirkan.
Mengingat Lura juga bilang kalau bawahannya juga bertarung dengan orang tersebut, Pikirnya.
Namun yang sebenarnya terjadi adalah, alih alih menyingkirkan orang yang menemukan intisari madu, Lura malah diberikan sebagian dari intisari madu itu oleh orang tersebut secara cuma cuma.
Dan sebelum Lura ingin berbicara lagi soal kebenarannya, pria paruh baya itu sudah bertanya lagi;
"Jadi dimana barang itu?"
Lura kemudian mengangkat pergelangan tangannya keatas dan keluarlah beberapa gentong kendi dengan berisi penuh intisari madu di dalamnya.
"Ini.. semuanya ini adalah intisari madu?"
"Benar senior"
Gentong kendi itu berjumlah 5 buah dan ukurannya cukup besar, jumlah ini jauh melebihi perkiraan dari jumlah awal di saat mereka mendengar bahwa di hutan Loram terdapat intisari madu.
Dengan jumlah sebanyak itu maka sudah di pastikan organisasi ini bisa mendapatkan keuntungan dan manfaat yang besar hanya dari hasil kali ini.
"Sepertinya informasi soal hutan Loram memang benar, bahwa terdapat intisari madu disana". ucap pria paruh baya itu.
"Kerja bagus Lura, dengan hasil usahamu ini Adiganh pasti akan bisa lebih maju lagi kedepannya"
"Terimakasih senior, kalau begitu saya pamit undur diri"
Setelah mengatakan itu, Lura kemudian melangkah pergi meninggalkan pria paruh baya tersebut dengan 5 gentong kendi yang berisi intisari madu.
Ya pada dasarnya misi yang sudah di jalankan Lura sekarang adalah misi khusus dari paguyuban itu sendiri, jadi dirinya tidak mendapatkan upah apapun dari hasil kerja kerasnya itu.
Hasil misi itu biasanya akan di gunakan sebagai sumber daya untuk mengatur dan meningkatkan kualitas paguyubannya sendiri.
Berbeda dengan menjalankan misi permintaan yang di ajukan oleh orang luar ke dalam paguyuban, sudah bisa di pastikan dirinya akan mendapat bayaran yang di janjikan oleh sang pengaju misi, walaupun kemungkinan akan tetap terpotong pajak yang di terapkan oleh Paguyuban.
...
.....