Chereads / Ku lepas kau dengan bismillah / Chapter 12 - chapter 12

Chapter 12 - chapter 12

Damar melonggarkan dasi ketika ia masuk kedalam kamar dimana Miranda sudah terlelap di peraduan.

Ia mengusap lembut kepala wanita yang telah melahirkan putri cantik untuknya. Raut wajah tertidur pulas itu terlihat polos. Damar tersenyum tipis, banyak hal dari permintaan wanita itu yang tak sanggup ia tolak. Mungkin untuk kesekian kali permintaan kecil sang pemilik hati akan ia kabulkan.

Memandang wajah sendu itu seakan membangkitkan energi cinta yang tak pernah berakhir hingga detik ini, meskipun ruang dalam hidupnya terisi oleh satu nama lagi, namun bilik hati masih tetap terisi oleh wanita yang selama beberapa tahun merajai Sukma.

.

Damar tak mampu memejam kan mata, dia terlalu lelah, bahkan guyuran air hangat saat mandi tadi tak mampu membuat dia ingin segera tidur.

Cahaya bulan yang tampak benderang seakan memanggilnya untuk menikmati dari tempat terbuka. Ia menyeret langkah menuju gazebo dekat kolam renang. Hembusan angin malam seakan menyusup hingga kesendi tulang.

Tidak akan ada pekerjaan, tidak ada target dan tidak akan ada hal lain yang membuat dada sesak. Dia hanya ingin melepaskan beban kala ini, merasakan belaian lembut angin.

"Damar kamu belum tidur??"

Damar menengadah keasal suara yang amat khas ketika namanya disebut.

yah, biasanya Kinanti menyapa dengan memakai namanya, tanpa ada tambahan 'mas' , mereka adalah teman dan umur mereka pun sama. Sejak gadis itu menjadi istrinya kata 'mas' begitu fasih ia sematkan. akh! terkadang dia juga rindu pada sosok kinanti yang hadir sebagai sahabat dan bossnya .. bukan sebagai istri!

Terdengar suara tawa renyah "kamu kaget ya aku panggil Damar...?"

Damar menggeleng kan kepala ia tersenyum kecil. Tanpa sungkan Kinanti duduk disebelahnya. Bau harum gadis itu seakan memenuhi rongga hidungnya.

"memang biasanya begitu kan..??" ia melanjutkan, matanya tampak jenaka, Damar mengangguk setuju.

"kenapa kamu belum tidur....?"

"hmm... aku ngga bisa tidur, kebetulan Amanda juga udah tidur, aku mau bikin kopi, eh malah liat kamu mojok disini..." aura Kinanti amat berbeda malam ini, dia tampak ceria meskipun wajah yang tersapu cahaya bulan itu tampak sedikit pucat.

"Amanda tidur sama kamu?"

"ya... habis aku ngga punya teman,, kamu lagi sama istri kamu... lagipula dia anak manis yang ngga ngerepotin...,"

Sejenak Damar tertegun, dia seakan kembali bertemu dengan temannya yang hilang akhir- akhir ini. Ia menatap lekat pada wajah yang tersipu, cara bicara lepas dan tanpa beban yang telah tercuri akhir-akhir ini hadir kembali.

"kamu mau kopi? kebetulan tadi aku udah bikin buat kamu..." Kinanti menyodorkan kopi yang memang sudah ia buat sejak tadi.

"terimakasih...." sambut si mata coklat.

Suasana jadi canggung kembali, Kinanti melipat tangan didada, udara dingin menyusup ke pori-pori kulitnya.

Damar memperhatikan beberapa kali gadis disebelahnya berusaha menahan dingin. Kalau saja itu Miranda bisa jadi saat ini gadis disebelah sudah ada dalam pelukannya.

"aku kedinginan... hehehehe..." Kinanti tanpa aba-aba memaksa tangan kekar milik suaminya melingkar di tubuhnya, lalu menyandarkan kepala di dada bidang itu.

Damar membelalak, seharusnya dia tidak heran, gadis itu juga istrinya, tapi kenapa jantungnya jadi berdetak tak karuan?

"Damar,,, aku panggil nama aja ya kalau kita lagi berdua,, biar kayak dulu.."

"ya.. senyaman kamu aja Kinan..."

"hehehe.. makasih.." ujarnya nyengir mengangkat kepala sejenak untuk melihat si muka tomat karena ulahnya bersandar tanpa diduga. "kita ini teman tapi menikah...." lanjut nya menggoda suami yang bingung harus bagaimana, sementara tangannya tetap ditahan tak boleh dihalau.

Mereka tampak seperti sepasang kekasih sungguhan.

Kinanti bukan tipe si jahil ataupun yang banyak bicara jika bukan dengan orang yang dekat dengannya. Dia akan menjadi orang yang berbeda saat didekat Damar.

"kamu masih inget ngga sama Arsenio...??" tanya Kinanti baru teringat dengan siapa dia bertemu seseorang saat pulang dari kedai kue.

"Arsenio?? teman kita dulu...? yang pernah naksir kamu itu?" Damar coba mengingat satu nama yang disebutkan oleh kinanti.

"yeee.. ngga lah kita kan temen... " protes Kinanti cepat beranjak dari pelukan suaminya, Damar tertawa geli melihat wajah Kinanti tertekuk.

Damar menerawang menggali ingatan tentang Arsenio.

Di jaman mereka kuliah, dari semester satu Arsenio adalah orang yang digadang-gadang bakal jadi jodoh Kinanti, pria bertubuh tambun dengan rambut cepak dan suka mengoceh itu selalu menempel pada gadis pendiam yang lebih suka duduk dipojokkan kantin sendirian ketimbang harus berkumpul dengan orang lain.

Bisa dibilang, selain dengan Damar, Arsenio juga orang yang mau berteman dengan kinanti dengan tulus tanpa ada embel-embel keluarga besar kinanti yang notabenenya seorang konglomerat.

Sejak masa kuliah bisinis Kinanti sudah dirintis, dan Arsenio salah satu pendukungnya. Tak salah pria itu berkontribusi atas bisnis rintisan Kinanti,, dia yang banyak menyumbangkan ide bisnisnya, karena Arsenio selain pintar dia juga keturunan pembisnis namun punya cita-cita sebagai pelukis handal, sayangnya dia terjebak kuliah di fakultas ekonomi. Mereka juga jadi dekat sejak sama-sama ikut mapala.

Arsenio juga menjadi malaikat penyelamat saat Damar nyaris celaka saat mereka mendaki gunung.

ahh... banyak kenangan bersama pria tambun bernama Arsenio, terakhir pertemuan mereka saat wisuda sebelum pria itu pergi ke Paris untuk mengejar impiannya.

"oh iya sekarang apa kabar Arsenio ya?" Damar berdecak setelah sekian lama nama itu muncul lagi kepermukaan.

"kabarnya baik, dia malah udah jadi pelukis .."

"kok kamu tahu??" selidik Damar penasaran,.

"tadi siang aku ketemu dia,, kebetulan dia lagi balik ke Indonesia setelah berapa tahun,, terus dia minta aku dateng ke acara pameran lukisannya.."

"oh ya.. kapan?"

"besok... kamu mau kan ikut?"

Damar tertegun sejenak.

"kita ajak mba Mir sama Amanda juga sekalian..." Kinanti melanjutkan, dia tahu keraguan yang menyergap suaminya hingga tertegun seketika. "sekalian,, kita kan belum pernah jalan bareng ..."

Senyum Damar menjadi kecut, baginya akan terasa aneh kalau harus berjalan dengan dua istri sekaligus. Ini akan jadi pengalaman pertama, mungkin untuk kedepannya dia harus terbiasa dengan hal ini.

Nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan??!!

Punya istri dua, dan dua-duanya sama-sama cantik,, bikin iri para jomblowan!!

"kamu mau kan...?" desak Kinanti karena tak kunjung mendapat Jawaban.

"ya .. kita lihat besok..."

"diusahakan bisa..." desaknya lagi tak terbantahkan, kinanti kembali bersandar di pundak suaminya tanpa canggung. Kali ini Damar tidak kaget, ada kehangatan dalam relung sukmanya. Tidak bisa ia definisikan saat ini. Biar bagaimanapun, ia sudah menghabiskan waktu nyaris satu dekade bersama gadis itu. Kebersamaan yang belum menimbulkan percik cinta, atau bahkan sesuatu yang tak pernah ia sadari.

Obrolan kembali pada dunia mereka tentang Arsenio disana. Mengingat betapa banyak hal seru yang mereka lalui bersama. Hidup belum serumit seperti sekarang ini.

Perasaan bebas, berkelana bersama, dan menikmati masa dimana mereka saling mendukung satu sama lain.

.

Damar kembali kekamar setelah bercengkrama hampir tengah malam bersama Kinanti. Ia menaiki ranjang king size lalu memeluk tubuh yang berbalut selimut. Tubuh istri pertama yang membuat ia terpaksa memiliki istri kedua.

Akh! dia terlalu naif.

Sementara kinanti masih terjaga, dia memeluk tubuh mungil yang sudah terbuai dalam mimpinya.

'Jadilah teman dan pendengar yang baik untuk pasanganmu,,maka tidak akan ada tempat untuk kata bosan disana... seperti istilah cinta akan datang seiring dengan perut yang kenyang. ...'

kinanti mengulum senyum mengingat Wejangan dari sang nenek, dia akan berusaha mengikis jarak antara dirinya dan Damar yang tercipta karena dinding pernikahan mereka.

hufft! percobaan kali ini mungkin cukup. Kinanti bisa melanjutkan tidur malam ini.

***