Miranda mengekori Damar menuruni tiap anak tangga, dia terus merengek pada suaminya itu. Semalam dia meminta izin untuk bisa bekerja tetapi Damar sangat keberatan.
"nanti gimana Amanda?"
"mas... ada suster Ana yang bisa bantu jagain Manda..."
Damar berbalik membuat Miranda mundur beberapa langkah.
"kamu mau menyerahkan tanggung jawab seorang ibu pada suster?" sergah Damar tidak setuju pada keinginan istrinya itu.
"aku cuma bosan dirumah aja..." ujarnya berkilah
"apa bosan?" cibir Damar masih berusaha sabar, bukan kah sejak dulu kenyamanan, bebas dari kesulitan semua adalah cita-cita seorang Miranda, kenapa setelah semua dia dapat kan malah merasa bosan. "tidak, mas tidak akan pernah izin kan..."
"mas..."
"kamu kurang apa Mir sampai harus bekerja? aku akan selalu berusaha mencukupi kalian semua..."
Raut wajah cantik itu pagi-pagi sudah tertekuk. Netranya mendapati Kinanti yang kebetulan sudah rapi dengan pakaian kerja.
"Kinanti boleh bekerja mas .."
Gadis yang namanya disebut berdelik, dia sama-sama sekali tidak tahu Ikhwal percakapan yang harus dibawa sampai keluar kamar.
"apa dia ibu Amanda?" tanya Damar memelankan suara " kamu yang melahirkan Manda, ingat itu .."
Miranda menelan Salivanya, dia memutar otak agar diberikan izin untuk bekerja. Setiap hari menunggu dan menunggu membuat dia bosan setengah mati. Dia hanya ingin lebih produktif, itu saja titik!
Mereka duduk dimeja makan, suasana jadi dingin. Kinanti menatap ragu-ragu.
"maaf ada apa ya mas? tadi aku dengar mba nyebut nama aku.."
Damar mengehela nafas.
"mba mau kerja Kinan,," sela Miranda sebelum suaminya berbicara
"ohh.. lalu?"
"mas ngga kasih izin, kenapa kamu masih boleh bekerja sementara mba tidak...?"
Kinanti berdehem sambil melirik kearah Damar. "aku ngerti sih mba,, gimana kalau mba mengurus klinik kecantikan, bukan kah sekarang salah satu cabang sudah aku kasih untuk mba..."
Miranda tersenyum sumringah, baru pagi ini dia tidak merasa sebal pada Kinanti, setidaknya sang madu telah menjadi penengah.
"gimana mas?" desak Miranda tidak sabar "aku mau kok,, yang penting setiap hari aku punya kegiatan..."
"Amanda gimana?" Damar masih tidak ingin putri kecil harus tumbuh tanpa ibunya.
"urusan Amanda, mba kan bisa bawa ke klinik sekalian, disana ada ruang khusus juga untuk pemilik.. lagipula disana tugas mba hanya mengontrol..." Kinanti masih menengahi.
Hening beberapa saat.
"baiklah... mas akan pikiran..." tukasnya segera beranjak hendak pergi kekantor.
"mba.. nanti aku bantu ngomong ya sama mas Damar,,," ujar Kinanti memberi angin sejuk pada istri pertama.
"makasih ya Kinan..."
"iya mba..." angguknya segera menyusul Damar yang lebih dulu menunggu di mobil.
.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, Damar lebih banyak diam, dia sibuk dengan pikirannya.
Sesekali Kinanti melirik, Mimik wajah bersih tanpa janggut itu tampak sedikit gusar.
"mas... kayaknya aku ketinggalan laptop deh .." Kinanti membuka topik tapi memang sungguhan dia lupa membawa benda persegi itu.
"sudah mas bawak laptop kamu.. itu dibelakang.."
"oh ya?" Kinanti membelalak, laptopnya
sungguhan ada di kursi penumpang belakang.
Meskipun sudah menjadi CEO dan punya asisten sendiri Damar masih telaten mengurus dirinya.
"makasih ya mas..."
"ya sama-sama.. " sahutnya fokus pada kemudi.
Suasana sempat hening sekian menit sebelum kinanti mengeluarkan suara kembali.
"mas... aku pikir permintaan mba Mira ngga ada salahnya juga,, mungkin mba memang jenuh dirumah..." Kinanti memberanikan diri berucap pada suaminya, "kebetulan pimpinan di salah satu cabang udah resign, sebenarnya aku mau cari pengganti, tapi berhubung mba mau bekerja ngga ada salahnya mba urus disana, sekaligus biar mba percaya kalau klinik itu memang aku akan kasih sesuai janji aku...." lanjutnya menatap lekat pada sosok pria disebelahnya.
Ah! mendengar ucapan istri muda hati Damar menjadi nyeri sendiri. Sebenarnya apa tujuan gadis itu ingin menjadi istrinya, sampai -sampai dia mau membagi harta hasil kerja kerasnya selama ini.
Dia bukan pria kaya, tidak begitu banyak harta, apalagi keturunan ningrat, dia hanya seorang lelaki biasa saja, dengan penghasilan orang pada umumnya, yang selalu berusaha menjadi imam yang baik untuk keluarga kecil nya.
Tetapi gadis yang duduk disebelah pengemudi ini kenapa menginginkan dirinya?
"baiklah nanti mas pikirkan saran kamu..." ujarnya menepikan mobil di pinggir sebuah kedai kue, "kita sudah sampai,, kamu yakin ngga mau aku temani??"
"hmm.. ngga usah mas,, hari ini me time aku,," tolaknya lembut membuat lengkungan pipi yang menawan.
Tiap akhir pekan Kinanti tidak akan pergi kantor, dia akan minta diberhentikan di kedai kue favoritnya, tanpa mau ditemani oleh Damar.
Sepemikiran pria itu, mungkin istrinya memang butuh 'me time' sekedar memanjakan diri di akhir pekan.
"baiklah kamu hati-hati ya.."
"siappp boss..." sahut Kinanti ceria, ia segera mencium punggung tangan imamnya itu lalu melangkah masuk ke dalam kedai.
Setelah membeli beberapa kudapan Kinanti memesan taxi online. Dia ada jadwal rutin mingguan menemui seseorang.
.
Tak berapa lama Kinanti tiba disebuah tempat yang tidak akan pernah ia kira akan menjadi tempat yang akan selalu rutin ia datangi, tak lama ia segera masuk kedalam sebuah ruangan, dimana dia akan bertemu seseorang disana.
"kamu terlihat lebih segar sekarang..." ujar lawan bicara Kinanti menatapnya penuh takjub.
"seperti yang kamu lihat ..,"
"ya aku senang mendengarnya,, bagaimana pernikahan mu? semua baik-baik saja?" suara lembut wanita itu meyakinkan bahwa setelah pernikahan akan banyak hal baik menyertai gadis yang mengenakan pakaian begaya casual .
"hmm.. begitulah semua baik-baik saja..,"
"baiklah itu kabar yang menyenangkan bukan?"
terdengar suara tawa renyah dalam tiap obrolan ramah temeh mereka.
"hari ini kita lakukan sesuai rencana.." wanita yang lebih tua sedikit dari Kinanti itu memberi arahan.
"ya.. aku siap .."
"oke kalau begitu dengan senang hati kita akan lakukan..."
Kinanti tersenyum, dia akan lakukan yang terbaik apapun itu, demi orang yang ia cintai.
Ketika hari beranjak sore, Kinanti menuju tempat yang akan selalu ia datangi disaat luang. Ia tiba disebuah tempat pemakaman, Ia melangkah perlahan melewati barisan rumah masa depan dikawasan elite itu, hingga tiba di pusara dengan batu nisan hitam. Makam itu akan selalu bersih, terlihat bunga segar masih berada diatas sana.
Kinanti tahu,.pasti ayahnya yang datang kesana.
"assalamualaikum mama..." lirihnya pada nisan yang membisu, ia lantunkan bacaan ayat suci diatas pusaran, sekedar.mengobati rasa rindu pada wanita yang telah lama meninggalkan dirinya.
"Kinan kangen ma..." suaranya parau, ada pilu yang tak terbendung ketika ia berada disana. Semua akan kembali kepada yang Maha Menciptakan, "tunggu Kinan ya ma... kita pasti ketemu ya kan..?,,nanti Kinan ajak suami Kinan kesini,, mama kenal kok... mas Damar sering nemenin Kinan kesini .."
Kinanti merebahkan kepalanya pada makam dimana orang yang amat ia rindukan berada didalam sana.
Ada banyak hal yang ingin ia ceritakan, hingga akan menjadi kenangan suatu hari nanti. Kinanti merogoh tasnya mengeluarkan buku bersampul biru, dan mulai menulis disana.....
Ting!
sebuah pesan masuk, Kinanti meraih gawainya dan melihat isi pesan dari Damar yang mengabari bahwa ia akan pulang terlambat dari kantor, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan.
Kinanti berbisik lirih " mas Damar...."
ah... seandainya Miranda tidak pernah ada dalam kehidupan mereka, dan hari dimana Damar berkenalan dengan gadis itu di kampus karena dirinya, tidak pernah terjadi, apa mungkin saat ini hati pria itu akan jadi miliknya?
Kinanti beranjak, ia berpamitan pada ibunya. Lalu melangkah untuk pulang kerumah. Ia sangat letih saat ini.
****